Indonesia Pernah Dibohongi Soal Perdagangan Karbon, Erick Gandeng BEI

Bursa bagian dari sistem perdagangan karbon dan ID survey bagian sertifikasinya

Dok BEI
Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan sambutan usai menghadiri penandatanganan nota kesepahaman BEI dan Kementerian BUMN serta BKI di Jakarta, Senin (27/2/2023).
Rep: Muhammad Nursyamsi Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menugaskan holding jasa survei (ID Survey) bekerja sama dengan Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam penguatan ekosistem perdagangan karbon. Erick menyebut langkah penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara induk holding jasa survei, PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) yang berperan untuk sertifikasi dengan BEI merupakan hal yang positif.

"Nota kesepahaman ini lebih kepada bagaimana kita mereaktifkan yang namanya perdagangan karbon, yang mana pemerintah sudah punya tools di bawah OJK. Lalu bursa bagian dari sistem dan ID survey bagian sertifikasinya," ujar Erick di Gedung BEI, Jakarta, Senin (27/2/2023).

Erick menyebut sudah saatnya Indonesia menjadi pemain dalam era karbon. Erick tak ingin Indonesia hanya kembali menjadi penonton dalam perdagangan karbon.

"Dulu kita pernah ada yang namanya perdagangan karbon, ternyata kita dibohongi. Investasi tidak ada, tapi karbonnya dijual ke tempat lain dengan harga mahal. Kita enggak mau dibohongi lagi. Kita sendiri bisa menjadi salah satu bagian dari ekosistem karbon," ucap pria kelahiran Jakarta tersebut.

Erick meyakini akan potensi perdagangan karbon. Dia bahkan ingin membangun konsolidasi dengan negara-negara yang telah menerapkan karbon seperti Kongo hingga Brasil seperti OPEC versi karbon. Erick menyampaikan hal ini juga selaras dengan arahan Presiden Joko Widodo agar Indonesia mampu mengambil potensi dari perdagangan karbon tersebut.

"Dulu dibohongi karena kita tidak punya kemampuan. Kita harus menjaga ekosistem ini supaya benar," kata mantan Presiden Inter Milan tersebut.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler