Korban Tewas Tragedi Kapal Imigran Italia Bertambah Jadi 63 Orang
Puluhan korban lainnya masih hilang.
REPUBLIKA.CO.ID, STECCATO DI CUTRO -- Jumlah korban tewas insiden karamnya kapal imigran yang terdampar di selatan Italia telah meningkat menjadi sedikitnya 63 orang. Bertambahnya korban di tragedi kapal imigran yang karam di lepas pantai selatan Italia ini, setelah tim penyelamat menemukan beberapa jenazah lagi pada Senin (27/2/2023).
Insiden karamnya kapal imigran ini kembali mengulang tragedi keputusasaan dari orang-orang yang berusaha mencari kehidupan yang lebih layak dari kampung halamannya di tanah Eropa. Walaupun korban tewas telah ditemukan 60 orang, namun diduga puluhan orang lain yang ikut dalam kapal tersebut, masih dinyatakan hilang.
Yang cukup memprihatinkan, setidaknya delapan dari korban tewas yang ditemukan, mereka adalah anak-anak. Sedangkan 80 orang dinyatakan selamat dari pecahan puing kayu kapal yang pecah di hantam badai ombak dan karang di lautan, dekat lepas pantai Calabria, Ahad ini.
“Banyak dari mereka tidak tahu cara berenang dan mereka melihat orang-orang menghilang ditelan ombak, mereka terpaksa membiarkan penumpang lain meninggal, ”kata Giovanna Di Benedetto dari Doctors Without Borders, yang mengirim psikolog untuk membantu para penyintas.
Pihak berwenang mengkhawatirkan akan lebih banyak lagi yang dikabarkan tewas, mengingat laporan dari mereka yang selamat bahwa kapal, yang berangkat dari Turki pekan lalu, membawa sekitar 170 orang.
Stasiun TV pemerintah mengutip polisi paramiliter di Carabinieri yang mengatakan Senin (26/2/2023) malam, bahwa dua mayat lagi ditemukan pada sore hari. Tetapi beberapa jam kemudian pusat koordinasi penyelamatan mengkonfirmasi hanya satu mayat yang berhasil ditemukan pada sore harinya. Tidak ada penjelasan soal perbedaan laporan tersebut.
Pemerintah Italia juga mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa dua kapal Penjaga Pantai dan satu kapal polisi perbatasan akan terus melakukan pencarian semalaman. Sementara pada Selasa (28/2/2023) pagi, dua helikopter dan penyelam khusus akan melanjutkan pencarian mereka.
Pihak berwenang di selatan kota Crotone meminta kerabat untuk memberikan deskripsi dan foto orang yang dicintai untuk membantu mengidentifikasi korban tewas di kamar mayat sementara di sebuah arena olahraga. Fazal Amin, seorang imigran dari Pakistan, menunggu di luar stadion di Crotone untuk mendapatkan informasi tentang saudara laki-laki temannya di Turki yang teleponnya berhenti berfungsi.
“Dia hanya ingin tahu apakah dia hidup atau meninggal,” kata Amin.
Pihak berwenang Italia menolak kritik atas penyelamatan penyintas yang tertunda. Pemerintah mengakui bahwa mereka telah mengirim dua kapal penyelamat tak lama setelah badan perbatasan Uni Eropa melihat kapal berukuran 20 kaki (6 meter) pada Sabtu malam saat menuju pantai. Para penyelamat harus kembali ke daratan, karena gelombang laut yang semakin ganas, kata pihak berwenang.
Pantai di Steccato di Cutro, di pantai Ionian Calabria, pada Senin (26/2/2023) dipenuhi puing-puing kapal imigran serta barang-barang milik penumpang, seperti sepatu kets merah muda balita, celana piyama Mickey Mouse, dan kotak pensil plastik kuning berhias panda. Beberapa barang seperti jaket pelampung berserakan di antara puing-puing.
Pihak PBB urusan pengungsi dan imigran serta Dokter mengatakan banyak dari korban adalah warga Afghanistan, termasuk anggota keluarga besar, serta warga Pakistan, Suriah, dan Irak. Warga Afghanistan adalah warga negara teratas kedua yang mencari suaka di Unie Eropa tahun lalu. Kondisi negaranya yang semakin tak stabil membuat mereka melarikan diri dari masalah keamanan, kemanusiaan, dan ekonomi yang meningkat setelah pengambilalihan pemerintahan oleh Taliban pada Agustus 2021.
Terdapat enam belas warga Pakistan selamat dari kecelakaan kapal itu, kata Perdana Menteri Pakistan Shahbaz Sharif, Senin di Twitter. Sharif mengatakan para penyintas mengakui kepada pihak berwenang bahwa ada 20 orang dari negara tersebut telah naik ke kapal nahas itu.
Pada hari Senin, dua kapal penjaga pantai melakukan patroli laut dari utara ke selatan Steccato di Cutro sementara sebuah helikopter terbang rendah dan sebuah kendaraan roda empat berpatroli di pinggir pantai. Angin pantai bertiup kencang yang menyapu serpihan puing perahu dari lautan, membawa tangki bensin, wadah makanan, dan sepatu yang berserakan.
Petugas pemadam kebakaran tidak optimis menemukan korban selamat tambahan. “Saya kira tidak, karena kondisi laut terlalu sulit,” kata Cmdr. Roberto Fasano. \"Tapi kita tidak pernah bisa meninggalkan harapan ini.\"
Stasiun TV Sky TG24 Italia mengatakan setidaknya tiga orang telah ditahan karena dicurigai membantu mengatur perjalanan para imigran ini dari Izmir, Turki.
Italia adalah tujuan utama penyelundup imigran, terutama bagi penyelundup yang melayarkan kapalnya dari pantai Libya, termasuk juga dari Turki. Menurut data PBB, kedatangan dari rute para imigran dari Turki menyumbang 15 persen dari 105 ribu imigran yang tiba di pantai Italia tahun lalu, dengan hampir setengah dari mereka melarikan diri dari Afghanistan.
Calon pengungsi yang berangkat dari Turki semakin berani menempuh perjalanan melewati laut Mediterania, yang jauh lebih lama dan lebih berbahaya menuju Italia. Jalur ini dipilih untuk menghindari rute Yunani, di mana pihak berwenang Yunani berani berulang kali mendorong kembali kapal imigran kembali ke Turki.
Kamp pengungsi yang penuh sesak di Yunani dan meningkatnya kesulitan hidup di Yunani untuk menyamakan kesejahteraan seperti negara di Eropa Barat dan Utara, juga menyebabkan lebih banyak orang rela membayar lebih untuk penyelundup ribuan euro, pergi ke Italia.
Badan perbatasan Frontex Uni Eropa sebelumnya mengonfirmasi telah melihat kapal nahas itu menuju pantai Calabria pada hari Sabtu pukul 22:26. Petugas memberi tahu otoritas Italia. Dikatakan kapal itu, meski \"sangat penuh sesak,\" tidak menunjukkan tanda-tanda bahaya.
Pesawat pengawas perbatasan Frontex meninggalkan lokasi pada pukul 11:11 malam. karena kekurangan bahan bakar, menurut badan tersebut, yang juga mengkonfirmasi kepada The Associated Press bahwa kapal patroli Italia harus kembali karena kondisi cuaca yang buruk.
Operasi penyelamatan diumumkan Ahad pagi setelah sisa-sisa kapal ditemukan di pantai dekat Crotone, kata Frontex.
Menteri Dalam Negeri Matteo Piantedosi membela penyelamatan tersebut. Namun sbuah poster di luar kamar mayat darurat di Crotone pada hari Senin berbunyi: “Orang-orang yang berada dalam bahaya di laut harus diselamatkan. Pembunuh!”
“Tidak mungkin melakukan manuver apa pun untuk mendekati (kapal migran) atau melakukan penyelamatan karena kondisi laut,” kata Piantedosi kepada wartawan Ahad malam. \"Kami selalu harus mempertimbangkan bahwa penyelamatan ... harus menghindari risiko nyawa penyelamat.\"
Menteri juga membuat marah politisi oposisi dan kelompok kemanusiaan dengan jawabannya atas pertanyaan tentang motivasi yang mendorong para migran untuk melakukan perjalanan berbahaya tersebut.
“Keputusasaan tidak pernah bisa membenarkan kondisi pelayaran yang membahayakan nyawa anak-anak Anda sendiri,” katanya.
Tim penyelamat pertama yang tiba sangat terpukul dengan banyaknya korban anak tewas yang tenggelam, kata Inspektur Pemadam Kebakaran Giuseppe Larosa, yang berada di pantai Senin pagi. Dia mengatakan para penyelamat memperhatikan bahwa tubuh orang mati memiliki goresan di sekujur tubuh mereka, seolah-olah mereka mencoba untuk bergelantungan di perahu.
“Itu adalah pemandangan yang mengerikan,” kata Larosa.
Dia mengatakan reaksi para penyintas juga menghantuinya.\"Teror di mata mereka dan fakta bahwa mereka bisu,\" katanya. \"Diam.\"
Keheningan seperti itu adalah bukti trauma yang dialami para migran, kata Sergio Di Dato, pemimpin proyek tim psikologis Doctors Without Borders. Dia mengatakan dia berbicara dengan seorang penyintas Suriah berusia 20-an yang menyaksikan saudara laki-lakinya yang berusia 6 tahun perlahan-lahan mati karena kedinginan setelah hanyut berjam-jam dalam ombak di atas sepotong kayu. Keduanya berharap untuk mencapai Jerman.
Pemerintah Italia di bawah Perdana Menteri Giorgia Meloni, seorang pemimpin sayap kanan, telah berfokus pada upaya untuk memblokir keberangkatan kapal migran. Sementara petugas juga mencegah kapal penyelamat kemanusiaan bekerja di Mediterania tengah tempat penyelundup yang berbasis di Libya beroperasi.
Italia telah mengeluh dengan pahit selama bertahun-tahun bahwa sesama negara UE menolak keras menerima migran, banyak di antaranya bertujuan untuk mencari keluarga atau pekerjaan di Eropa utara. Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyerukan upaya lebih besar kepada negara Eropa untuk mengatasi masalah tersebut.