Perubahan Arah Kiblat, Apa yang Terjadi di Madinah?

Saat Nabi Muhammad di Makkah, dia diperintahkan menghadap ke Yerusalem ketika sholat.

EPA-EFE/ASHRAF AMRA
Umat Muslim melakukan ritual Tawaf (berputar-putar) di sekitar Kabah di Masjidil Haram, situs paling suci umat Islam selama ziarah haji di Makkah, Arab Saudi, 07 Juli 2022. Perubahan Arah Kiblat, Apa yang Terjadi di Madinah?
Rep: Rossi Handayani Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah peristiwa penting terjadi sekitar 16 atau 17 bulan setelah Nabi Muhammad SAW menetap di Madinah. Itu merupakan perubahan kiblat umat Islam ketika mereka sholat.

Baca Juga


Dilansir dari About Islam, Selasa (28/2/2023), saat Nabi Muhammad masih di Makkah, dia diperintahkan menghadap ke Yerusalem ketika beliau sholat. Umat ​​Islam mematuhi perintah Ilahi ini dan terus melakukannya setelah mereka berhijrah ke Madinah. Di sana mereka berhubungan dekat dengan orang Yahudi.

Sementara orang-orang Yahudi menggunakan fakta bahwa umat Islam mengadopsi kota suci mereka sebagai kiblat untuk mengklaim Yudaisme adalah agama yang benar. Dan bahwa Muhammad dan para sahabatnya harus mengadopsi Yudaisme, bukannya mengajak orang Yahudi untuk menerima Islam.

Hampir 18 bulan setelah hijrahnya Nabi ke Madinah, wahyu Alquran yang baru menginstruksikan Nabi SAW dan umat Islam untuk menghadap ke Ka'bah di Mekkah ketika mereka sholat. Nabi sendiri sangat senang dengan perubahan ini, yang sangat dia inginkan, tetapi dia tidak berani memintanya.

Di samping itu, orang-orang Yahudi di Madinah membalas dengan kampanye kritik yang berkelanjutan. Hal ini karena mereka merasa perubahan itu membuat mereka kehilangan argumen untuk menolak menerima Islam.

Orang Yahudi menyatakan, jika itu benar, bahwa umat Islam harus menghadap ke Yerusalem dulu dalam sholat mereka, maka arah baru itu salah. Mereka juga mengatakan kepada umat Islam:

"Sholat-sholat Anda mulai sekarang tidak akan ada nilainya. Sebaliknya, jika arah baru itu benar dan Kabah adalah kiblat yang sebenarnya, maka sholat Anda di masa lalu menjadi sia-sia".

Orang-orang Yahudi juga berargumen Tuhan, Tuhan Yang Mengetahui segalanya, tidak mengubah instruksi-Nya dengan cara itu. Mereka menyatakan, perubahan itu dengan jelas menunjukkan Nabi Muhammad tidak benar-benar menerima wahyu apapun dari Tuhan. Kepastian itu diperlukan dan, memang, disediakan dalam bagian panjang dalam Alquran, yang dimulai dari ayat 106 sampai ayat 150 dalam Surah Al Baqarah.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler