Kuliah Pakar : Indonesia Bakal Gagal Mencapai Target Bauran Energi di 2025, Ini Sebabnya

Untuk mencapai 10 persen kekurangannya bauran energi dari 23 persen, imposible bisa tercapai di tahun 2025. Sebab 10 persen itu tidak sedikit. Kita mencapai bauran 13 persen saja sudah setengah mati.

network /Heri Purwata
.
Rep: Heri Purwata Red: Partner
Surahman saat menjelaskan tentang prospek Hydropower di Kampus FTSP UII Yogyakarta, Kamis (2/3/2023). (foto : heri purwata)

JURNAL PERGURUAN TINGGI -- Perancang Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Ir Surahman, M Tech, M Eng memprediksikan Indonesia bakal gagal memenuhi target pembauran energi listrik nasional sebesar 23 persen di tahun 2023. Sehingga Indonesia terancam sanksi denda sesuai ratifikasi Perjanjian Paris untuk Perubahan Iklim, dan sepakat untuk menurunkan emisi karbon atau gas rumah kaca.


Surahman mengemukakan hal tersebut pada Coffee Morning Lecture di Fakultas Teknik Sipil Perencanaan, Universitas Islam Indonesia (FTSP UII), Kamis (2/3/2023). Coffee Morning Lecture perdana ini mengangkat topik 'Prospek dan Tantangan Penerapan Hydropower di Indonesia'.

BACA JUGA: FTSP UII Gelar 'Coffee Morning Lecture' Bahas Problema Masyarakat Terkini

Dijelaskan Surahman yang Presiden Direktur PT Waskita Wado Energi (WWE) (2016 - 2022), hingga awal tahun 2023 ini Indonesia baru mencapai 13 persen bauran energi listrik nasional. Artinya, Indonesia harus mengejar 10 persen kekurangannya selama dua tahun ke depan hingga tahun 2025.

"Untuk mencapai 10 persen kekurangannya dari 23 persen, imposible bisa tercapai. Sebab 10 persen itu tidak sedikit. Kita mencapai bauran 13 persen saja sudah setengah mati. Sehingga kita terancam denda," tandas Surahman yang juga alumni FTSP UII ini.

Surahman menambahkan kegagalan Indonesia mencapai target bauran energi listrik, salah satunya disebabkan birokrasi perizinan pendirian pembangkit listrik dengan Energi Baru Terbarukan (EBT) yang terlalu lama. "Saya sudah mendesain PTLA 50 MW, untuk mengurus AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) itu butuh waktu hampir satu tahun," kata Surahman.

Padahal PLTA, jelas Surahman, selain menghasilkan EBT, juga mempunyai banyak keuntungan bagi Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS). Keuntungan pertama, PLTA dapat mencegat sampah di bagian hulu sungai. "Saat mendesain PLTA, saya sudah menghitung debit air dan me-reduce sampah yang akan masuk ke bendungan. Pada musim hujan, sungai itu menjadi lautan sampah. Siapa yang membikin sampah adalah masyarakat di hulu sungai," kata Surahman.

Sebetulnya, kata Surahman, sampah bukan merupakan tanggung jawabnya. Tetapi sampah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Penanganan sampah harus menghadirkan pimpinan wilayah yang dialiri sungai yaitu mengedukasi masyarakat di hulu sungai agar mengelola sampah dan tidak membuangnya di sungai.

BACA JUGA : Melon Hikapel atau Handy Melon, Inovasi Pakar UGM, Ini Penampakannya

Kedua, setiap bendungan untuk PLTA me-reduce air sebanyak 120 meter kubik per detik untuk diendapkan. PLTA hanya membutuhkan air sebanyak 75 meter kubik per detik. "Sehingga air yang mengalir ke turbin PLTA, sudah air bersih. Saya tidak mau turbin saya dilewati air berlumpur sampah. Artinya, air yang keluar dari turbin adalah air bersih," katanya.

Ketiga, air sungai yang masuk ke turbin akan diputar dengan kecepatan 500 RPM. Sehingga air yang keluar dari turbin PLTA adalah air yang kaya oksigen. "Sehingga biota sungai akan hidup dengan baik," tandasnya.

Keempat, membangun PLTA juga mendapat tugas dari BBWS memelihara saluran sungai. Saluran untuk PLTA sepanjang empat kilometer, kemudian masih ditambah satu kilometer ke arah hulu dan satu kilometer ke arah hilir. "Sehingga setiap PLTA itu total memelihara saluran sungai sepanjang enam kilometer," kata Surahman.

Sementara Dekan FTSP UII, Dr-Ing Ir Ilya Fadjar Maharika, MA, IAI mengatakan Coffee Morning Lecture dimaksudkan untuk mendekatkan perguruan tinggi dengan masyarakat. Sehingga topik bahasan di Coffee Morning Lecture tentang persoalan yang sedang trending di masyarakat.

"Coffee Morning Lecture ini bertujuan untuk mengubah sudut pandang bahwa perguruan tinggi itu sebuah menara gading. Berbincang-bincang tentang pengetahuan dan memproduksi pengetahuan harus tetap berjalan. Tetapi membumikan dalam konteks dan problem di masyarakat itu menjadi kewajiban yang harus kita dilakukan," kata Ilya Fajar Maharika. (*)

BACA JUGA : Cegah Kekeringan, UGM Pasang Geomembrane di Embung Selopamioro, Keren!

Ikuti informasi penting tentang berita terkini perguruan tinggi, wisuda, hasil penelitian, pengukuhan guru besar, akreditasi, kewirausahaan mahasiswa dan berita lainnya dari JURNAL PERGURUAN TINGGI. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di JURNAL PERGURUAN TINGGI dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: heri.purwata@gmail.com.

sumber : https://jurnal.republika.co.id/posts/204123/kuliah-pakar-indonesia-bakal-gagal-mencapai-target-bauran-energi-di-2025-ini-sebabnya
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler