Putusan PN Jakpus Dinilai Akal-akalan Pihak yang Ingin Menunda Pemilu

Kabulkan gugatan Prima, PN Jakpus perintahkan pemilu ditunda sampai Juli 2025.

Dhemas Reviyanto/ANTARA
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (7/10/2020).
Rep: Febryan A Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), organisasi pemantau pemilu yang terakreditasi di Bawaslu RI, mengkritik keras putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memerintahkan penundaan Pemilu 2024. Menurut DEEP, putusan tersebut sudah didesain sedemikian rupa oleh pihak yang sejak lama ini ingin menunda pemilu.

"Putusan PN Jakpus memang absurd, diakal-akali untuk menunda pemilu dan sedang melawan konstitusi," kata Direktur DEEP, Neni Nur Hayati dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (3/3/2023).

Neni menjelaskan, Pasal 22 E ayat 1 UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa pemilu digelar setiap lima tahun sekali. Namun, PN Jakpus justru membuat putusan yang bertentangan dengan amanat undang-undang dasar. Dia curiga, majelis hakim PN Jakpus pura-pura tidak tahu dengan amanat konstitusi tersebut. "PN Jakpus seolah tidak paham konstitusi," ujarnya.

Neni menambahkan, putusan PN Jakpus itu juga bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam Pasal 431 ayat 1 dan 2 dinyatakan bahwa hanya ada skema pemilu lanjutan, tidak ada penundaan pemilu. Pemilu lanjutan itu pun hanya bisa dilakukan apabila sebagian atau seluruh wilayah NKRI terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya, yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan pemilu tidak dapat dilaksanakan.

PN Jakpus, lanjut dia, juga menabrak Undang-Undang (UU) Pemilu dari sisi kewenangan memutus perkara sengketa pemilu. Pasalnya, UU Pemilu mengatur, penegakan hukum pemilu hanya melalui pengajuan sengketa di Bawaslu dan upaya hukum terakhir di pengadilan tata usaha negara (PTUN).

"Jadi, terlihat sekali seolah putusan ini adalah setingan. Sejak kapan PN memiliki kewenangan untuk mengentikan proses pemilu secara nasional, dan dengan begitu saja mengubah jadwal pemilu?" kata Neni.

PN Jakpus pada Kamis (2/3/2023) membacakan putusan atas gugatan perdata yang dilayangkan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima). Prima menggugat karena merasa dirugikan oleh KPU RI dalam proses verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu 2024. KPU diketahui menyatakan Prima tidak lolos sebagai peserta Pemilu 2024.

Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan KPU melakukan perbuatan melawan hukum. Majelis hakim menghukum KPU untuk menghentikan tahapan Pemilu 2024 yang tengah berjalan dan mengulang tahapan pemilu sedari awal dalam kurun waktu dua tahun empat bulan tujuh hari atau pemilu baru dilangsungkan pada medio Juli 2025.

Ketua Majelis Hakim yang memutuskan penundaan pemilu ini adalah T Oyong, dengan hakim anggota H Bakri dan Dominggus Silaban. Sementara itu, KPU menyatakan bakal mengajukan banding atas putusan PN Jakpus tersebut. Terkait amar putusan menunda Pemilu 2024, KPU tidak akan melaksanakannya.


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler