Jimly Minta Tiga Hakim PN Jakpus Dipecat karena Buat Putusan Pemilu Ditunda

Ketiga hakim PN Jakpus pantas dicopot dari jabatannya karena menyalahi kewenangan.

Republika/Putra M. Akbar
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Prof Jimly Asshiddiqie (tengah).
Rep: Rizky Suryarandika Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Prof Jimly Asshiddiqie mengkritik pedas trio hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang putusannya mempengaruhi pelaksanaan Pemilu 2024. Prof Jimly, menilai trio hakim di kasus itu pantas dicopot dari jabatannya karena menyalahi kewenangan.

"Hakimnya layak untuk dipecat karena tidak profesional dan tidak mengerti hukum pemilu serta tidak mampu membedakan urusan private (perdata) dengan urusan urusan publik," kata Prof Jimly kepada Republika.co.id di Jakarta, Jumat (3/3).

Prof Jimly menilai, pengadilan perdata harus membatasi diri hanya untuk masalah perdata saja. Menurut dia, sanksi perdata cukup dengan ganti rugi, bukan menunda pemilu yang merupakan kewenangan konstitusional Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Kalau ada sengketa tentang proses maka yang berwenang adalah Bawaslu dan PTUN, bukan pengadilan perdata. Kalau ada sengketa tentang hasil pemilu maka yang berwenang adalah MK. Sebaiknya putusan PN ini diajukan banding dan bila perlu sampai kasasi. Kita tunggu sampai inkracht," ujar Prof Jimly.

Dia juga menegaskan kewenangan yang dimiliki hakim di tingkat PN tidak bisa masuk ke ranah pemilu. Apalagi sampai menjatuhkan vonis penundaan Pemilu 2024 menjadi Juli 2025.  "Hakim PN tidak berwenang memerintahkan penundaan pemilu," lanjut Prof Jimly.

Prof Jimly juga menyoroti perpanjangan tahapan bisa berdampak penundaan tahapan Pemilu yang menjadi kewenangan KPU. Padahal apabila timbul perselisihan mengenai hal itu ada dua kemungkinan. Pertama, jika menyangkut norma aturan, maka upaya hukum harus judicial review ke Mahkamah Agung (MA).


Kedua, kalau menyangkut proses administrasi tahapan maka sengketanya mesti ke Bawaslu dan pengadilan tinggi tata usaha negara (PTTUN). "Seharusnya pengadilan perdata menahan diri tidak ikut campur urusan pemilu. Kalau masalahnya perdata, ya perdata saja," ucap Prof Jimly.

Sebelumnya, PN Jakpus memutuskan menerima gugatan yang diajukan oleh Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) pada Kamis (2/3/2023). Lewat putusan itu, Majelis Hakim berpendapat agar Pemilu 2024 ditunda.

"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang dua tahun empat bulan tujuh hari," tulis putusan yang dikutip Republika.co.id, Kamis (2/3).

Gugatan dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. itu menjadikan KPU sebagai tergugat. Gugatan ini diajukan sejak 8 Desember 2022 oleh Prima. Majelis hakim memutuskan menolak eksepsi KPU yang menganggap gugatan Prima kabur atau tidak jelas. "Menerima gugatan penggugat untuk seluruhnya," tulis putusan yang diketuai Teungku Oyong dengan anggota hakim H Bakri dan Dominggus Silaban.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler