DPR Belum Pastikan Waktu Pembahasan RUU Perampasan Aset
RUU Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana sesungguhnya sudah dibuat pada 2012
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan, rancangan undang-undang (RUU) Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana sudah masuk ke program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Namun, ia belum dapat memastikan kapan pembahasan RUU tersebut dimulai.
"Ya nanti, kalau RUU Perampasan Aset kita lihat, karena agenda masa sidang ini kan padat sekali," ujar Dasco di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (14/3/2023).
Jelasnya, DPR belum dapat membahas kekhawatiran terkait RUU Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana. Karena, hingga saat ini belum ada pembahasannya sama sekali dan dikaji naskah akademiknya. "Jadi terlalu dini ngomong soal kekhawatiran, tetapi yang pasti semua undang-undang yang masuk ke dalam Prolegnas tentunya kita akan bahas sesuai dengan skala prioritas," ujar Dasco.
RUU Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana sesungguhnya sudah dibuat pada 2012 oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Namun hingga saat ini belum ada pembahasannya, meskipun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kerap meminta pengesahannya segera.
"Saya rasa saya tidak bisa menjawab mengenai masalah mendasarnya, tetapi mungkin itu memang hanya terkendala masalah teknis, nanti kita cek, itu dia masuk urutan berapa," ujar Dasco.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, RUU Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana masih menunggu surat presiden (surpres). Setelah presiden keluarkan surpres, draf RUU tersebut akan segera dikirimkan ke DPR.
"RUU Perampasan Aset masih diharmonisasi. Kita kan serahkan kepada Presiden kemudian nanti ada Surpres dari Presiden. Kita berusaha nanti ada pembukaan masa sidang pekan di depan, Selasa 14 Maret, kalau bisa sudah mulai dibahas pada masa sidang berikutnya," kata Edward di Universitas Gadjah Mada (UGM), Jumat (10/3/2023).
Edward mengungkapkan sejumlah poin yang diatur di dalam RUU Perampasan Aset. Salah satunya soal pengaturan Perampasan Aset Tanpa Tuntutan Pidana atau Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB).
"Jadi selama ini kalau kita bicara mengenai perampasan aset yang dikenal saat ini adalah conviction based asset forfeiture artinya kita baru bisa merampas aset setelah putusan pengadilan punya kekuatan hukum tetap. Artinya kita pakai jalur pidana, meskipun perampasan aset di berbagai negara itu tidak hanya conviction based asset forfeiture tapi bisa juga NCB artinya bisa dilakukan gugatan perdata, itu yang mungkin akan kita bahas di dalam RUU Perampasan Aset ini," kata Edward menjelaskan.