Bawaslu Ingatkan Menteri Harus Cuti Kalau Mau Nyapres
Bawaslu mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) melakukan pengawasan terhadap pejabat negara hingga aparatur sipil negara (ASN) terkait pemilihan umum (Pemilu) 2024. Termasuk kepada para menteri, yang juga diimbau untuk cuti dari kabinet ketika memutuskan untuk maju dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
"Jadi karena ada aturan khusus, misalnya kalau menteri, dia harus mengajukan cuti. Misal dia maju (sebagai calon presiden atau calon wakil presiden)," ujar anggota Bawaslu Lolly Suhenty di di Artotel Suites Mangkuluhur, Jakarta, Sabtu (18/3/2023).
Bawaslu mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang memutuskan bahwa menteri tidak perlu lagi mengundurkan diri saat maju sebagai calon presiden (capres) ataupun calon wakil presiden (cawapres). Menteri yang hendak ikut kontestasi Pilpres hanya perlu mendapatkan persetujuan dan izin cuti dari presiden.
Hal ini merupakan putusan MK atas permohonan Partai Garuda yang menguji konstitusionalitas Pasal 170 ayat 1 UU Pemilu. Secara ringkas, pasal tersebut menyatakan bahwa seorang menteri harus mengundurkan diri dari jabatannya apabila maju sebagai capres atau cawapres. Adapun Partai Garuda meminta MK memutuskan pasal tersebut inkonstitusional dan memperbolehkan menteri maju sebagai capres atau cawapres tanpa harus mundur.
"Kalau ASN, dia harus mundur ketika dia maju. Maka dalam konteks ini akan menjadi area yang harus diawasi dari Bawaslu," ujar Lolly.
Di samping itu, ia mengingatkan agar bulan Ramadhan tak dimanfaatkan untuk kegiatan politik, sosialisasi, dan mempromosikan diri. Hal tersebut disampaikannya kepada semua partai politik peserta Pemilu 2024.
"Bagi Bawaslu, koridornya mencampuradukan antara berbuat kesholehan, kebaikan dengan kampanye terselubung itu yang tidak boleh," ujar Lolly.
Bawaslu, tegasnya, tak melarang orang untuk berbuat kebaikan di bulan Ramadhan. Beberapa di antaranya seperti memberikan takjil, sedekah, hingga santunan kepada masyarakat atau kelompok tertentu.
Namun, jangan sampai niat baik tersebut menjadi alat hadirnya politik uang untuk mendulang dukungan kepada seseorang atau partai politik tertentu. Apalagi jika upaya tersebut dilakukan di tempat ibadah, sekolah, dan kantor pemerintahan yang wajib steril dari kegiatan politik.
"Dilarang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, misalnya menjanjikan uang atau materi lainnya. Baik itu di masa kampanye, masa penghitung, maupun di masa tenang," ujar Lolly.