Klarifikasi Transaksi Rp 300 T, Sri Mulyani: Irjen Kemenkeu Sudah Lakukan Semua Langkah

Irjen Kemenkeu sudah lakukan semua langkah dari kasus Gayus sampai sekarang.

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap masyarakat turut mengawasi kinerja Kementerian Keuangan.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengklarifikasi mengenai dugaan adanya transaksi mencurigakan hingga Rp 300 triliun yang melibatkan pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Sri menyampaikan jumlah itu bukanlah total transaksi mencurigakan yang dilakukan anak buahnya. 

Baca Juga


Sri menjelaskan Kemenkeu pertama mendapat surat dari PPATK pada 7 Maret 2023. Isinya berisi 196 surat PPATK kepada Irjen Kemenkeu dari periode 2009-2023. 

"Surat ini tanpa ada nilai transaksi, hanya berisi nomor surat, tanggal surat, nama-nama yang ditulis PPATK dan kemudian tindak lanjuti Kemenkeu," kata Sri kepada wartawan di Kemenkopolhukam pada Senin (20/3/2023). 

Sri menjamin surat PPATK itu sudah ditindak oleh Kemenkeu. Mereka yang terbukti bersalah sudah diganjar sanksi. 

"Terhadap surat tersebut, Irjen Kemenkeu sudah lakukan semua langkah dari dulu Gayus sampai sekarang. Ada yang sudah kena sanksi, penjara, turun pangkat," lanjut Sri. 

Sri mendadak heran ketika muncul pernyataan dari PPATK mengenai angka transaksi mencurigakan Rp 300 triliun. Padahal ia belum menerima surat PPATK berkaitan hal itu hingga Sabtu (11/3/2023). Beberapa hari berselang, Sri baru mendapatkan informasi resmi dari PPATK yang jumlah angkanya lebih fantastis hingga 349 triliun. 

"Pak Ivan (Kepala PPATK) baru kirim pada 13 Maret. Kami terima surat kedua. Isinya 46 halaman rekapitulasi data hasil analisa dan hasil pemeriksaan serta informasi transaksi keuangan berkaitan tugas dan fungsi untuk Kemenkeu periode 2009-2023. Lampirannya 300 surat dengan nilai transaksi 349 triliun," ucap Sri. 

Selanjutnya, Sri menerangkan dari 300 surat itu berisi 65 surat transaksi keuangan dari perusahaan atau badan atau perseorangan yang tidak ada pegawai Kemenkeu di dalamnya. Hanya saja, PPATK tetap meneruskan laporan ke Kemenkeu karena terkait tugas dan fungsi Kemenkeu di bidang ekspor dan impor.

"65 surat itu nilainya 253 triliun. Artinya PPATK menengarai ada transaksi di dalam perekonomian entah itu perdagangan, pergantian properti yang mencurigakan kemudian dikirim ke kami untuk mem-follow up sesuai tugas dan fungsi kita," ujar Sri. 

Berikutnya, 99 surat adalah surat PPATK kepada aparat penegak hukum dengan nilai transaksi 74 triliun.

"Sedangkan 135 surat dari PPATK yang menyangkut nama pegawai Kemenkeu nilainya jauh lebih kecil (22 triliun)," ujar Sri.

Adapun, Menko Polhukam Mahfud MD meralat dugaan transaksi mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu di angka Rp 349 triliun. Jumlah ini bertambah dari awalnya disebutkan Rp300 triliun. 

Mahfud menerangkan, transaksi janggal itu merupakan dugaan TPPU yang dilakukan pegawai Kemenkeu bersama eksternal Kemenkeu. Ia mengendus kecurigaan di balik transaksi mencurigakan itu. 

"Yang menyangkut pergerakan transaksi mencurigakan, saya waktu itu sebut Rp 300 triliun, setelah diteliti lagi transaksi mencurigakan lebih dari itu, yaitu Rp 349 triliun," kata Mahfud kepada wartawan di kantor Kemenko Polhukam pada Senin (20/3/2023).

Hanya saja, Mahfud menjamin transaksi ini bukan tergolong korupsi. "Bukan laporan korupsi, tapi TPPU yang menyangkut pergerakan transaksi mencurigakan," ujar eks ketua Mahkamah Konstitusi itu. 

Sehingga Mahfud meminta publik tak menaruh prasangka buruk terhadap Kemenkeu melakukan korupsi sampai ratusan triliun. Sebab, ia menyinyalir dugaan kejahatan yang terjadi ialah TPPU yang juga melibatkan eksternal Kemenkeu. 

"Ini transaksi mencurigakan dan itu banyak melibatkan dunia luar, orang yang banyak melibatkan sentuhan-sentuhan dengan mungkin orang Kementerian Keuangan," kata Mahfud. 

 

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat perkembangan jumlah dan nominal rekening masyarakat. - (Tim Infografis)

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler