Alami Efek Samping Obat? Laporkan ke BPOM Lewat Aplikasi Ini

Aplikasi ini diperuntukkan bagi tenaga kesehatan dan industri farmasi.

ANTARA/Asprilla Dwi Adha
Kepala Badan POM Penny K Lukito mengatakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI meluncurkan aplikasi sistem pelaporan farmakovigilans, e-MESO, sebagai kanal pelaporan masyarakat terhadap efek samping produk obat yang beredar di pasaran.
Red: Natalia Endah Hapsari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI meluncurkan aplikasi sistem pelaporan farmakovigilans, e-MESO, sebagai kanal pelaporan masyarakat terhadap efek samping produk obat yang beredar di pasaran.

Baca Juga


"Aplikasi ini diperuntukkan bagi tenaga kesehatan dan industri farmasi untuk melaporkan kejadian tidak diinginkan atau efek samping obat ke BPOM," kata Kepala BPOM Penny K Lukito di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan kejadian Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) yang terjadi pada anak beberapa waktu lalu, menjadi pembelajaran mengenai pentingnya pengawasan dan pemantauan keamanan penggunaan obat.

Aplikasi e-MESO Mobile, kata Penny, bertujuan untuk menjangkau lebih banyak pengguna, serta memungkinkan untuk diakses kapan saja dan di mana saja melalui perangkat seluler.

Menurut Penny, pelaporan Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) dan Efek Samping Obat (ESO) menjadi indikator penting yang menunjukkan pemantauan keamanan obat di suatu negara berjalan dengan baik.

Namun dalam peta global, kata Penny, pelaporan KTD/ESO di Indonesia masih terkategori sangat rendah yaitu kurang dari 10.000 laporan per tahun. "Ke depan kami mengharapkan adanya peningkatan pelaporan KTD/ESO, baik yang diterima dari tenaga kesehatan maupun dari industri farmasi," katanya.

Penny mengatakan tenaga kesehatan sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan, berperan penting untuk mendeteksi dan melaporkan adanya permasalahan dalam penggunaan obat.

"Rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya pun memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan jaminan keselamatan pasien," ujarnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, penerapan farmakovigilans harus menjadi bagian dari pelayanan kesehatan agar dapat berjalan efektif mengawal keselamatan pasien.

Selain itu industri farmasi juga tidak terlepas dari perannya dalam pemantauan keamanan obat yang diproduksi dan diedarkan. Hal itu sebagaimana telah diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 15 Tahun 2022 tentang Penerapan Farmakovigilans.

"Industri farmasi wajib melaksanakan farmakovigilans dengan membangun sistem, struktur, dan aktivitas, termasuk pelaporan farmakovigilans ke BPOM," kata Penny.

Selain itu, lanjutnya, masyarakat juga menjadi bagian dari sistem tersebut, sehingga perlu dibekali dengan pemahaman tentang obat dan hal-hal yang perlu diperhatikan, termasuk apabila mengalami KTD atau ESO.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler