Putin dan Xi Jinping Sepakati Deklarasi Kemitraan Tanpa Batas Rusia-Cina
Hubungan Rusia-Cina menunjukkan dinamika pembangunan yang sehat dan stabil.
REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Cina Xi Jinping telah mengakhiri kunjungannya selama dua hari ke Rusia pada 20-21 Maret lalu. Dia dan Presiden Rusia Vladimir Putin menyepakati deklarasi bersama kemitraan “tanpa batas” antara kedua negara. Moskow dan Beijing bertekad memperkuat kerja sama strategis mereka di panggung internasional dalam bidang politik, energi, ekonomi, perdagangan, serta militer.
“Hubungan Rusia-Cina menunjukkan dinamika pembangunan yang sehat dan stabil. Kepercayaan politik antara negara kita sedang dibangun, kepentingan bersama berganda, dan rakyat kita semakin dekat,” kata Xi pada Selasa (21/3/2023).
Menurut Xi, kerja sama perdagangan, ekonomi, investasi, energi, budaya, dan kemanusiaan dengan Rusia juga sedang berkembang. Sementara itu Putin mengungkapkan, deklarasi bersama yang ditandatanganinya dengan Xi mencerminkan sifat hubungan Rusia-Cina, yang berada pada tingkat tertinggi sepanjang sejarah kedua negara.
“(Rusia-Cina) berbagi ikatan yang kuat dalam hubungan bertetangga, saling mendukung dan membantu, serta persahabatan antara rakyat kita,” ucap Putin.
Putin telah menugaskan jajarannya untuk meningkatkan volume perdagangan barang dan jasa berkali-kali lipat dengan Cina. Dia ingin hubungan dengan Beijing di delapan bidang strategis, terutama keuangan, manufaktur industri, teknologi, serta transportasi dan logistik, diperkuat.
Hal itu pun ditegaskan dalam teks deklarasi bersama. “Para pihak menekankan upaya untuk memperkuat dan memperdalam hubungan kemitraan komprehensif Rusia-Cina serta kerja sama strategis memasuki era baru adalah pilihan strategis yang terlepas dari pengaruh eksternal,” demikian bunyi salah satu kalimat dalam deklarasi bersama Putin dan Xi Jinping.
Dalam deklarasi tersebut, Rusia dan Cina sepakat untuk bersama-sama melindungi keamanan energi internasional, termasuk infrastruktur lintas batas yang kritis, serta stabilitas rantai produksi dan pasokan produk energi.
Putin mengatakan Rusia siap meningkatkan pasokan minyak dan gas guna memenuhi permintaan sumber daya energi Cina yang terus meningkat. Dia menyoroti, Cina pembeli minyak terbesar Rusia. “Bisnis Rusia mampu memenuhi permintaan yang meningkat dari ekonomi Cina untuk sumber daya energi, baik sebagai bagian dari proyek saat ini maupun yang sedang dinegosiasikan,” ujar Putin.
Menurut Putin, pada 2030, total volume pasokan gas Rusia ke Cina setidaknya akan mencapai 98 miliar meter kubik. Jumlah itu bakal ditambah pengiriman 100 juta ton gas alam cair. Putin pun ingin hubungan perdagangan dengan Negeri Tirai Bambu semakin erat.
“Tentu saja, kerja sama perdagangan dan ekonomi tetap menjadi prioritas bagi kami, mengingat Cina telah dengan kokoh memantapkan dirinya sebagai mitra dagang luar negeri terkemuka untuk negara kami,” ucapnya.
Putin menjelaskan, Rusia-Cina telah bekerja sama secara efektif untuk memperluas perdagangan timbal balik dan mempertahankan momentum ini. Tahun lalu, perdagangan bilateral kedua negara meningkat sebesar 30 persen dan mencetak rekor baru sebesar 185 miliar dolar AS. “Tahun ini, perdagangan mungkin melebihi 200 miliar dolar AS, yang akan menjadi ambang batas simbolis,” kata Putin.
Sementara itu, Xi mengatakan, perputaran perdagangan antara Cina dan Rusia meroket hingga 110 persen selama dekade terakhir. “Perputaran perdagangan telah tumbuh sebesar 116 persen selama dekade ini. Hal ini memungkinkan untuk tidak hanya secara substansial memperkuat basis material hubungan bilateral tetapi juga untuk memberikan dorongan yang signifikan bagi pembangunan sosial ekonomi kedua negara,” ujar Xi.
Dalam deklarasi bersama, Rusia dan Cina pun menyatakan akan saling membantu mempertahankan kepentingan serta perbatasan utama mereka. “(Kedua negara) akan memberikan dukungan timbal balik yang tegas sehubungan dengan masalah membela kepentingan inti satu sama lain, terutama kedaulatan, integritas wilayah, keamanan, dan pembangunan,” kata mereka dalam deklarasi bersama.
Moskow dan Beijing setuju bahwa kekuatan nuklir tidak boleh menyebarkan senjata nuklir ke luar negeri. “Semua kekuatan nuklir tidak boleh menyebarkan senjata nuklir mereka di luar wilayah nasional mereka, dan mereka harus menarik semua senjata nuklir yang digunakan di luar negeri,” kata kedua negara dalam deklarasi bersama.
Mereka turut menyuarakan keprihatinan atas peningkatan aktivitas Amerika Serikat (AS) untuk menciptakan sistem pertahanan rudal global dan mengerahkan elemen-elemennya di berbagai belahan dunia. “(Rusia-Cina) menyerukan AS berhenti merusak keamanan internasional dan regional, serta stabilitas strategis global demi memastikan keunggulan militer sepihaknya,” kata Moskow dan Beijing.
Rusia dan Cina turut mengkritik perang yang dimainkan Barat, yakni AS dan NATO, dalam perang di Ukraina. “Kedua belah pihak menunjukkan bahwa untuk menyelesaikan krisis Ukraina, masalah keamanan yang sah dari semua negara harus dihormati, konfrontasi blok harus dicegah dan mengipasi api harus dihindari. Kedua belah pihak menekankan bahwa dialog yang bertanggung jawab adalah cara terbaik untuk solusi yang tepat,” kata mereka.
Xi Jinping menekankan, Cina mempertahankan posisi tidak memihak dalam konflik di Ukraina. Sementara itu, Putin mengapresiasi rencana perdamaian yang telah disusun dan diterbitkan Cina untuk konflik di Ukraina. “Kami percaya bahwa banyak dari ketentuan rencana perdamaian yang diajukan oleh Cina sejalan dengan pendekatan Rusia dan dapat diambil sebagai dasar penyelesaian damai ketika mereka siap untuk itu di Barat dan di Kiev. Namun, sejauh ini kami tidak melihat kesiapan dari pihak mereka,” ucap Putin.