Beli Tiket Konser Hingga Jutaan Rupiah, Ada Faktor Gengsi?
Sebelum era medsos, penonton konser adalah orang yang benar ingin menikmati musik.
REPUBLIKA.CO,ID, JAKARTA -- Wakil Direktur Institute of Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto menyebut gengsi menjadi salah satu alasan generasi muda rela merogoh kantung lebih dalam untuk tiket konser. Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya itu mengatakan, 60 persen penduduk Indonesia saat ini adalah usia muda sehingga sektor hiburan menjadi konsumsi yang dicari di Tanah Air.
"Sebenarnya kalau dari sisi tingkat pemasukan generasi muda kita belum tinggi, masih tipis, mereka kategori kelas menengah, tidak miskin tapi tidak banyak juga pendapatannya," ujar Eko saat dihubungi, Rabu (22/3/2023).
Menurut dia, media sosial menjadi faktor utama semakin membludaknya industri pentas ini. Hal itu juga dimanfaatkan banyak generasi muda untuk mencari pengakuan.
"Permasalahan di negara berkembang dengan era media sosial yang sangat intens saat ini mereka cenderung mencari eksistensi dan pengakuan, jadi sesuatu yang belum level mereka tapi mereka tetap usahakan beli, fenomena ini sama seperti di Thailand," kata dia.
Eko membandingkan fenomena ini dengan era sebelum maraknya media sosial digunakan. Pada masa itu, penonton konser adalah orang yang benar-benar ingin menikmati musik.
Sementara saat ini, konser tidak hanya diramaikan oleh para penggemar dan penikmat musik, namun juga generasi muda yang mencari pengakuan di media sosial dan lingkungannya. "Meski tidak semua seperti itu, banyak juga anak muda yang benar-benar ingin menikmati musik dan menabung untuk membeli tiket konser," kata dia.
Saat ini, sederet konser yang menghadirkan musisi lokal dan internasional mulai kembali marak digelar di Indonesia. Harga tiket yang ditawarkan beragam, namun tidak sedikit yang mencapai jutaan rupiah untuk satu tiketnya.
"Generasi muda mayoritas masih mementingkan gaya hidup ketimbang kebutuhan utama, mereka hingga saat ini juga masih sulit untuk membeli rumah," Kata Eko.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, terdapat backlog perumahan sebesar 12,75 juta. Itu artinya, jumlah penduduk yang membutuhkan rumah di Indonesia, terutama dari generasi muda yang akan berumah tangga cukup banyak, namun tidak bisa mendapatkan rumah.
Di sisi lain, Eko mengatakan larisnya konser di Indonesia tentu menimbulkan dampak positif bagi pemulihan ekonomi sektor pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf). "Mengingat sektor parekraf adalah sektor paling terpuruk saat pandemi, ini adalah musim semi bagi industri hiburan, seniman, hingga UMKM," ujarnya.