Setelah Iran, Arab Saudi akan Kembali Jalin Hubungan dengan Suriah

Kedua negara akan menempatkan duta besarnya usai Idul Fitri.

Dok Istimewa
Kesepakatan damai Arab Saudi dan Iran
Rep: Amri Amrullah Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Pemerintah Kerajaan Arab Saudi dan Suriah telah sepakat untuk membuka kembali kedutaan mereka, setelah kedua negara sempat memutuskan hubungan diplomatik lebih dari satu dekade yang lalu. Dari salah satu sumber yang mengetahui masalah tersebut, dilaporkan Reuters, dikatakan ini adalah sebuah langkah yang akan menandai lompatan maju dalam kembalinya Damaskus ke pangkuan dunia Arab.

Baca Juga


Kontak antara Riyadh dan Damaskus telah menemukan momentumnya, menyusul perjanjian penting untuk membangun kembali hubungan antara Arab Saudi dan Iran. Sementara Iran merupakan sekutu utama Presiden Bashar Al-Assad.

Terjalinnya kembali hubungan antara Riyadh dan Damaskus akan menandai perkembangan paling signifikan, dalam langkah-langkah negara-negara Arab untuk menormalisasi hubungan dengan Assad. Terutama setelah Damaskus dijauhi oleh banyak negara Barat dan Arab setelah perang saudara Suriah dimulai pada 2011.

"Kedua pemerintah bersiap untuk membuka kembali kedutaan setelah Idul Fitri," kata sumber regional kedua yang selaras dengan Damaskus kepada Reuters.

Keputusan tersebut merupakan hasil pembicaraan di Arab Saudi dengan seorang pejabat senior intelijen Suriah, menurut salah satu sumber regional dan seorang diplomat. Ketika dikonfirmasi, Kantor komunikasi pemerintah dan Kementerian Luar Negeri Kerajaan Saudi serta pemerintah Suriah tidak menanggapi permintaan komentar.

Sumber berbicara dengan syarat anonim karena subyek yang sensitif. Namun kembalinya hubungan diplomatik ini merupakan terobosan baru, yang tampaknya tiba-tiba tetapi dapat menunjukkan bagaimana kesepakatan antara Teheran dan Riyadh cukup dapat berperan menyelesaikan krisis lain di wilayah tersebut. Di mana selama ini persaingan politik telah memicu konflik, termasuk perang di Suriah.

Amerika Serikat dan beberapa sekutu regionalnya, termasuk Arab Saudi dan Qatar, telah mendukung beberapa pemberontak Suriah yang berhaluan Sunni. Sementara Assad yang Syiah, mampu mengalahkan pemberontakan di sebagian besar Suriah, sebagian besar berkat bantuan Iran dan Rusia.

Amerika Serikat, sekutu Arab Saudi, menentang langkah negara-negara regional untuk menormalisasi hubungan dengan Assad. Hal ini mengutip kebrutalan pemerintahannya selama konflik dan kebutuhan untuk melihat kemajuan menuju solusi politik.

 

Uni Emirat Arab, mitra strategis AS lainnya, telah memimpin dalam normalisasi kontak dengan Assad, baru-baru ini telah menerimanya di Abu Dhabi bersama istrinya. Tapi Arab Saudi berusaha bergerak jauh lebih hati-hati.

Diplomat Teluk mengatakan pejabat tinggi intelijen Suriah sudah tinggal selama berhari-hari di Riyadh dan sebuah kesepakatan dibuat untuk segera membuka kembali kedutaan ke dua negara. Salah satu sumber regional mengidentifikasi pejabat itu sebagai Hussam Louqa, yang mengepalai komite intelijen Suriah, dan mengatakan pembicaraan termasuk keamanan di perbatasan Suriah dengan Yordania. Karena barang selundupan berkembang pesat di Teluk Arab, dari Suriah.

Suriah diskors dari Liga Arab pada 2011, sebagai tanggapan atas penumpasan brutal terhadap massa yang protes, yang dilakukan oleh Assad. Menteri Luar Negeri Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud, awal bulan ini mengatakan keterlibatan dengan Assad dapat menyebabkan Suriah kembali ke Liga Arab, tetapi saat ini terlalu dini untuk membahas langkah tersebut.

Diplomat itu mengatakan pembicaraan Suriah-Saudi dapat membuka jalan bagi pemungutan suara untuk mencabut penangguhan Suriah selama KTT Arab berikutnya, yang diperkirakan akan diadakan di Arab Saudi pada bulan April.

Uni Emirat Arab membuka kembali kedutaannya di Damaskus pada tahun 2018, dengan alasan negara-negara Arab membutuhkan lebih banyak kehadiran dalam menyelesaikan konflik Suriah.

Sementara Assad telah melakukan kontak baru dengan negara-negara Arab yang pernah ia jauhi. Dan sanksi AS tetap menjadi faktor rumit utama bagi negara-negara yang ingin memperluas hubungan komersial tersebut. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler