Mau Daftar SD, Anak di Luar Negeri Juga Harus Bisa Calistung?

Indonesia telah meniadakan tes calistung sebagai syarat masuk SD.

Republika/Tahta Aidilla
Siswa pendidikan anak usia dini (PAUD) mengunjungi museum (ilustrasi). Di usia PAUD, anak seharusnya menjalani persiapan kesiapan sekolah dan kesiapan untuk belajar literasi awal saja, bukan harus mahir calistung (baca, tulis, hitung).
Rep: Desy Susilawati Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di Indonesia, selama ini para orang tua meyakni bahwa kemampuan baca tulis, hitung (calistung) ananda ketika memasuki usia SD sangatlah penting. Namun, kemudian hal itu dibantah oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim.

Per Selasa (29/3/2023), Nadiem resmi minta agar sekolah-sekolah menghilangkan tes calistung dalam penerimaan peserta didik baru sekolah dasar (SD). Bagaimana dengan praktik calistung di luar negeri? Apakah sama dengan Indonesia atau berbeda?

Baca Juga



Adi D Adinugroho-Horstman Ph.D, Spec.Ed selaku specialist dari Wellness Counseling & Education Center, Jakarta mengatakan, di negara-negara Asia seperti Singapura, Cina, Jepang, dan Korea ada kecenderungan mirip dengan Indonesia. Berfokus pada kemampuan akademik, "ketakutan" akan ketertinggalan di dalam pembelajaran calistung sangat tinggi dan berdampak pada praktik berlebihan di lapangan.

Namun, menurut Adi, banyak juga yang mulai melakukan perbaikan atau pembaruan di dalam cara pandang pendidikan dasarnya. Sebagian telah melakukan perubahan perubahan yang sesuai dengan tumbuh kembang anak.

"Seperti halnya Indonesia dengan terobosan kebijakan tidak adanya tes calistung untuk masuk SD," ungkapnya kepada Republika.co.id, Kamis (30/3/2023).

Sementara itu, negara-negara barat seperti Amerika, Kanada, Australia, negara-negara Eropa seperti Inggris, Finlandia, dan lainnya lebih banyak yang serius dan berfokus pada persiapan kesiapan sekolah dan kesiapan untuk belajar literasi awal. Mereka melakukan penanaman keterampilan awal dengan serius.

Contohnya keterampilan membaca ditanamkan sejak dini dalam bentuk kesiapan membaca dan sikap belajar yang baik. Yang ditanamkan pada pendidikan anak usia dini bukan kemampuan calistungnya, tetapi kesenangannya dalam belajar dan literasi.

Kebiasaan membaca dari orang tua di modelkan dalam keseharian dengan membaca buku bersama anaknya atau bercerita sambil membaca bersama ayah dan ibu. Masih banyak kegiatan lainnya yang mengondisikan anak suka membaca dan berpikir logis atau kritis.

"Hal ini menguatkan proses persiapan kesiapan bersekolah," jelas Adi yang juga dosen Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, Jawa Timur.

Utamanya, penanaman kepada anak untuk suka belajar. Contohnya, berani mengeeksplorasi, kritis, dan modeling literasi yang kuat di lingkungan sekitar anak.

Untuk standar akademik, di level PAUD itu tidak menjadi penting karena yang dibutuhkan ialah penanaman dasar keterampilan belajarnya. Maka ketika mereka masuk ke jenjang pendidikan dasar dan pendidikan tinggi, fondasinya sudah sangat kuat, dan dapat berkembang dengan baik selama proses bersekolah.

Negera negara yang maju di area literasinya memiliki program yang kuat di dalam penanaman keterampilan belajar (study skills) dari PAUD sampai perguruan tinggi. Menurut Adi, Indonesia bisa seperti itu asalkan konsisten dan tidak rancu pemikiran maupun program di lapangan karena "ketakutan" yang berlebihan dalam ketertinggalan.

"Alhasil malah tidak efektif seperti selama ini," ujar Adi yang juga dosen Pendidikan Inklusif, Politeknik Pendidikan Bentara Citra Bangsa, Jakarta.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler