Suku Bunga The Fed Diprediksi Akan Capai Puncak di Level 5,25 Persen

Suku bunga Fed akan turun pada 2024 dengan harapan inflasi AS 2 persen pada 2025.

Wikimedia Commons
Kantor The Federal Reserve di Washington, Amerika Serikat. Pakar ekonomi Raden Pardede memproyeksikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed akan mencapai puncaknya pada tahun ini, yakni dalam kisaran 5,25 persen sebelum kemungkinan menurun menjelang akhir 2023.
Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar ekonomi Raden Pardede memproyeksikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed akan mencapai puncaknya pada tahun ini, yakni dalam kisaran 5,25 persen sebelum kemungkinan menurun menjelang akhir 2023.

Baca Juga


Saat ini suku bunga Fed berada dalam rentang 4,75 persen sampai 5,00 persen, sehingga jika puncaknya diperkirakan 5,25 persen, hanya akan ada satu kali lagi kenaikan suku bunga acuan otoritas moneter AS tersebut. "Prediksi kami ujungnya di 5,00 persen sampai 5,25 persen, yang kemudian akan perlahan turun ke arah 3,5 persen pada 2024," kata Raden dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) di Jakarta, Kamis (6/4/2023).

Menurut dia, penurunan suku bunga tersebut akan dilakukan Fed dengan harapan inflasi Negeri Paman Sam ikut semakin menurun ke kisaran 2 persen pada 2025. Dengan tujuan inflasi jangka panjang di level 2 persen dan suku bunga acuan di kisaran 3 persen, kondisi perekonomian AS akan normal kembali lantaran sebenarnya suku bunga acuan Fed yang berada di kisaran nol persen selama 15 tahun ini bukan merupakan kondisi yang normal.

Dengan demikian, rendahnya suku bunga acuan tersebut yang menyebabkan meledaknya inflasi AS saat pandemi Covid-19, yakni hingga mencapai 9,1 persen pada Juni 2022.

Tren suku bunga acuan AS ini, kata Raden, perlu terus diperhatikan Indonesia karena setidaknya ada tiga jalur yang akan terpengaruh transmisi kebijakan moneter global. Pertama, jalur perdagangan yang paling mudah terkena transmisi kebijakan moneter.

Dengan tingginya suku bunga, permintaan domestik di AS tentunya akan menurun dan mempengaruhi ekspor di negara-negara mitra, termasuk Indonesia.

Jalur kedua, yakni jalur keuangan melalui suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang akan mengikuti tren kenaikan untuk menjaga nilai tukar rupiah.

"Bisa saja sebenarnya Fed menaikkan suku bunga tapi Indonesia tidak, tetapi akan ada dampaknya terhadap nilai tukar kita yang harus diperhatikan," jelasnya.

Kemudian jalur ketiga, lanjut dia, yakni melalui jalur ekspektasi dan psikologi pasar yang tidak boleh diremehkan.

 

sumber : ANTARA
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler