UMKM Indonesia Perlu Dilindungi dari Produk Impor
Wakil Ketua DPR dan MenkopUKM sepakat melindungi UMKM dari produk impor.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Bidang Korinbang Rachmat Gobel, dan Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki menyatakan prihatin terhadap kondisi UMKM Indonesia akibat serbuan produk impor. “Kami memiliki kesamaan gagasan dan sikap untuk melindungi UMKM dari produk impor. Ini sangat penting bagi masa depan Indonesia,” kata Gobel, dalam keterangan tertulis, Jumat (7/4/2023).
Hal itu ia sampaikan saat Gobel menerima Teten di rumah dinasnya dua hari sebelumnya. Keduanya mendiskusikan tentang masalah koperasi dan UMKM.
Keduanya juga membahas soal produk herbal seperti jamu, wellness, dan fitofarmaco. Mereka juga membahas produk tekstil tradisional Indonesia seperti batik, songket, tenun, dan kain karawo. Selain itu mereka juga membahas tentang impor garmen dan kain bekas.
“UMKM harus menjadi tuan rumah di negerinya sendiri, bahkan bisa menjadi salah satu pilar ekspor produk Indonesia,” katanya.
Gobel mengatakan, perlindungan, penguatan, dan pemberdayaan terhadap UMKM memiliki makna strategis bagi ekonomi nasional dan ketahanan nasional. Ia menyebutkan sejumlah alasan. Pertama, UMKM menyerap tenaga kerja yang sangat besar. Kedua, jumlah UMKM sangat besar.
Ketiga, produk UMKM memiliki kandungan lokal yang sangat besar. Keempat, UMKM merupakan pilar utama nasional dalam menghadapi beragam krisis nasional.
Kelima, produk-produk UMKM banyak yang merupakan wujud dari kebudayaan nasional seperti batik, handicraft, tenun, songket, jamu, dan sebagainya. Kelima, basis UMKM berada di desa sehingga berada di akar rumput.
“Ekonomi yang berbasis budaya selalu mengandung filosofi budaya kita dan itu diwariskan dari generasi ke generasi. Sejarahnya sangat panjang. Jika ekonomi berbasis budaya ini punah maka kita akan kehilangan pijakan,” katanya.
Karena itu, Gobel meminta kepada pemerintah untuk melarang impor produk ekonomi yang berbasis budaya bangsa, seperti batik, songket, tenun, dan sebagainya. Bahkan, Teten juga menyebutkan ihwal kasus yang menimpa salah satu jenis sarung produk Pekalongan dan Tegal yang sering disebut sebagai sarung toldem. Sarung produk UMKM ini diekspor ke negara-negara Afrika, namun mulai ditiru oleh China.
“Jika kita membiarkan ini terus menerus maka pada saatnya industri batik kita akan punah dalam beberapa generasi ke depan. Lalu generasi mendatang tak bisa lagi membatik dan batik menjadi sesuatu yang asing. Kita jangan mengulang kesalahan pada kasus rotan karena membuka keran ekspor rotan asalan dan mematikan sebagian besar industri rotan nasional,” kata Gobel.
Padahal sebelumnya Indonesia menjadi eksportir produk kerajinan rotan dari UMKM. Teten dan Gobel juga berbagi cerita tentang ancaman produk garmen impor terhadap industri garmen skala rumah tangga dan skala kecil.
Hal itu ia saksikan sendiri di sentra-sentra konveksi di Jawa Barat yang mulai kepayahan dalam menghadapi serbuan impor ini. Keduanya juga sepakat untuk tetap melarang impor pakaian bekas.
“Jika ada pakaian bekas maka itu illegal, karena itu dilarang sejak 2015,” kata Teten.
“Selalu alasannya agar rakyat bisa membeli barang murah. Tapi industri konveksi yang terancam oleh pakaian bekas juga isinya rakyat. Karena industri konveksi ini industri rumahan. Jadi pada akhirnya kita harus menentukan akan memilih rakyat yang mana. Tentu sebagai bangsa yang waras akan memilih yang bernilai strategis dan produktif,” kata Gobel menambahkan.
Tentang produk herbal, mereka sepakat jangan hanya jamu tapi juga wellness dan fitofarmaco sehingga memiliki skala ekonomi yang lebih besar dan nilai ekonomi lebih tinggi.
Selain itu, juga perlu ada bantuan permodalan. Sebagai contoh, Kalimantan memiliki kemampuan memproduksi jahe.
“Namun jika dikirim ke Jawa dalam bentuk jahe akan tidak efisien. Jadi harus sudah diekstrak,” kata Teten.
Gobel dan Teten juga sepakat untuk segera menyelesaikan RUU Koperasi. “Undang-undang yang berlaku saat ini lahir tahun 1992, sudah butuh penyesuaian,” kata Teten.
Saat ini, muncul berbagai kasus pidana yang melibatkan koperasi yang merugikan masyarakat banyak. Karena itu di dalam rancangan undang-undang yang baru akan memasukkan aspek pengawasan terhadap koperasi oleh lembaga independen semacam OJK dan penjaminan terhadap dana masyarakat oleh lembaga semacam LPS.
“Kita harus duduk bersama agar soal-soal ini bisa diselesaikan,” kata Gobel.
Agar UMKM menjadi kuat, kata Gobel, maka mereka harus bersatu dalam wadah koperasi. Selanjutnya, katanya, UMKM akan menjadi kekuatan sangat penting sebagai pelaku ekspor produk-produk Indonesia.