Pakar Ungkap Cara Haris Azhar dan Fatia Lolos dari Jerat Hukum Luhut

Haris dan Fatia dijerat terkait percakapan di Youtube berisi konten 'Lord Luhut'.

Republika/Putra M. Akbar
Pendiri Lokataru Haris Azhar (kiri) dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti menunggu waktu sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (3/4/2023). Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti didakwa melakukan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam unggahan video pada akun Youtube milik Haris Azhar.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Azmi Syahputra menyoroti pemisahan berkas perkara Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dan Pendiri Lokataru Haris Azhar dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim). Dia membocorkan cara agar Fatia dan Haris lolos dari jerat hukum atas kasus yang dilaporkan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan tersebut.

Azmi menjelaskan, splitsing atau pemisahan berkas perkara merupakan wewenang jaksa penuntut umum sebagaimana diatur dalam Pasal 141 dan 142 KUHAP. Menurut dia, praktik memecah satu perkara menjadi dua atau lebih (a split trial) biasanya dilakukan apabila perkara tersebut kurang bukti dan kesaksian.

"Karena dengan dipisah masing-masing terdakwa akan menjadi saksi secara timbal balik, sedangkan bila digabungkan antara satu dengan yang lain tidak dapat dijadikan saksi timbal balik dan tentunya ini juga bermanfaat guna memudahkan bagi jaksa untuk menyusun tuntutan dan kelengkapan materil terkait terpenuhinya dua alat bukti yang sah," kata Azmi dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (7/4/2023).

Azmi menyinyalir, splitsing bagi Haris Azhar dan Fatia kurang menguntungkan dalam pembelaannya. Sebab pasalnya, akan menghadapi pemeriksaan persidangan lebih lama karena diperiksa dalam persidangan yang berbeda-beda.

"Keterangan antarpara terdakwa dalam persidangan dijadikan alat bukti untuk terdakwa lainnya dan keterangannya bisa saling mengunci kualifikasi perbuatan dan unsur bagi terdakwa lainnya yang perkaranya dipisah," ujar Azmi.

Meski begitu, Azmi mengungkapkan, masih ada jalan bagi Haris dan Fatia agar 'memenangkan' perkara tersebut. Caranya dengan mengajukan bukti kuat untuk menegaskan di persidangan bahwa kajian yang disampaikan keduanya melalui channel Youtube adalah benar fakta.

"Jika hal dan keadaan tersebut dapat dibuktikan maka apa yang disampaikan sepanjang demi kepentingan umum maka tidak dapat dikatakan pencemaran nama baik," ujar Azmi.

Oleh karena itu, Azmi memandang keduanya perlu didorong agar mengungkap fakta dan bukti yang sebenarnya guna mendukung narasi kajian tersebut yang sengaja disampaikan kepada publik. "Demi membela kepentingan umum maka kepada pelaku tidak dapat dikenakan pidana," ucap Azmi.

Sebelumnya, Haris dan Fatia didakwa mengelabui masyarakat dalam mencemarkan nama baik Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan. Hal itu disampaikan tim JPU yang dipimpin oleh Yanuar Adi Nugroho saat membacakan surat dakwaan.

Dalam kasus inu, Haris Azhar didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang (UU) ITE dan Pasal 14 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Sedangkan Fatia didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 UU ITE, Pasal 14 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP tentang penghinaan. Hanya saja, keduanya hingga kini tidak ditahan.

Kasus itu bermula dari percakapan antara Haris dan Fatia dalam video berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam" yang diunggah di kanal YouTube Haris Azhar. Setelah diperiksa di Polda Metro Jaya, kini keduanya menghadapi persidangan di PN Jaktim.


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler