Erick Thohir Sebut Transisi Energi Indonesia Harus Sesuai Cetak Biru
Erick Thohir mengharapkan transisi energi di Indonesia tidak mengekor negara lain.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan transisi energi yang sedang dijalankan pemerintah harus sesuai dengan cetak biru pembangunan Indonesia. Transisi energi diharapkan tidak mengekor negara lain.
"Prinsipnya transisi energi ini harus sesuai dengan blue print negara kita, bukan blue print negara lain karena kita tidak mau dengan transisi energi ini, tiba-tiba masyarakat harus bayar listrik lebih mahal atau mungkin industri kita kompetisi dari hasil produknya lebih mahal karena listriknya lebih mahal," kata Erick usai bertemu dengan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko di Jakarta, Senin (10/4/2023).
Sesuai cetak biru pembangunan Indonesia, kata Erick, penggunaan batu bara dikurangi pada jangka waktu tertentu. Kemudian, tidak dipaksa untuk dipercepat dalam waktu singkat karena masih menjadi sumber produksi listrik.
"Jadi misalnya batu bara dikurangi 10 tahun mendatang sesuai dengan blue print kita, itu dilakukan tapi jangan dipaksa dua tahun, karena kalau semua dimatikan hari ini artinya kekurangan listrik, sekarang memang over, tapi nanti bisa kurang," kata Erick.
Erick menekankan perlu keseimbangan antara percepatan transisi energi dengan pencapaian cetak biru pembangunan nasional. Dalam pertemuan dengan KSP Moeldoko, Erick menjelaskan juga ada pembahasan mengenai pengembangan industri baterai kendaraan listrik.
Menurut Erick, penetrasi kendaraan listrik ke masyarakat memang harus ditingkatkan untuk mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan konvensional. Selain itu, pengurangan impor BBM dapat dilakukan dengan penggunaan bahan bakar bioetanol.
"Nah kalau ini bisa terjadi mudah-mudahan BBM impornya tidak naik karena impor BBM juga masih diperlukan bukan hanya untuk kendaraan tapi juga untuk petrokimia, bikin baju, obat-obatan," ujar Erick.
Program transisi energi terus digencarkan pemerintah untuk mencapai target emisi nol bersih pada 2060 sesuai dengan Perjanjian Paris. Pemerintah juga meningkatkan komitmen pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC) pada tahun 2030 dengan target penurunan emisi per 23 September 2022 sebesar 31,89 persen (sebelumnya 29 persen) dengan upaya sendiri dan 43,20 persen (sebelumnya 41 persen) dengan dukungan internasional.