Kilas Balik Kasus Anas Urbaningrum, dari Korupsi Hambalang, Vonis Dipotong, dan Kini Bebas

Hukuman Anas sempat diperberat dua kali lipat oleh Hakim Artidjo Alkostar.

Antara/Wahyu Putro A
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengikuti sidang lanjutan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (26/7).
Rep: Fergi Nadira Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum bebas dari penjara Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, pada Selasa (11/4/2023). Status Anas berubah dari narapidana menjadi klien balai Pemasyarakatan karena mendapatkan Cuti Menjelang Bebas (CMB) dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM.

Anas diwajibkan melapor selama tiga bulan ke depan, sebab Anas bebas bersyarat melalui program integrasi CMB. Dia menjalani program CMB tersebut setelah menuntaskan masa hukuman delapan tahun penjara dikurangi remisi.
 
Anas adalah narapidana kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang pada 2010-2012. Dia ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Februari 2013.

Pengadilan menilai, Anas menerima sejumlah uang proyek yang kini terbengkalai tersebut. Penetapannya sebagai tersangka bermula dari kasus mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang dalam perkembangannya mengungkap aliran uang proyek Hambalang ke Anas.

Menurut Nazar, uang itu untuk pemenangan Anas sebagai ketua umum Demokrat dalam kongres di Bandung pada Mei 2010. Setelah proses penyidikan berjalan hampir satu tahun, Anas ditahan penyidik KPK pada Januari 2014.

Anas Urbaningrum kemudian diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan divonis delapan tahun penjara. Anas mengajukan banding atas vonis itu dan mendapatkan keringanan hukuman menjadi tujuh tahun penjara.

Namun demikian, KPK mengajukan kasasi Ke Mahkamah Agung (MA) atas putusan pengurangan tersebut. Hukuman Anas justru diperberat atau bertambah dua kali lipat menjadi 14 tahun penjara yang diputuskan oleh majelis hakim agung yang terdiri dari Artidjo Alkostar, Krisna Harahap, dan MS Lumme.

Anas juga diminta membayar denda Rp 5 miliar subsider satu tahun dan empat bulan kurungan serta uang pengganti kepada negara dan masih ditambah hukuman pencabutan hak pilih untuk menduduki jabatan publik. Selama proses persidangan, Anas sudah berada di Lapas Sukamiskin Bandung dan masih menjadi saksi sejumlah kasus korupsi.

Anas kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA pada Mei 2018 atas vonis 14 tahun penjaranya. "Intinya perjuangan keadilan peninjauan kembali (PK) itu instansi hukum yang disediakan untuk pencarian keadilan yang tercecer, saya merasa berdasarkan fakta-fakta, bukti-bukti yang terungkap di persidangan putusan yang dijatuhkan kepada saya itu jauh dari keadilan," kata Anas di pengadilan tipikor pada Mei 2018 lalu.

Vonis dipotong

Dalam putusannya sekitar dua tahun kemudian, Majelis PK MA berpendapat alasan Anas mengajukan PK lantaran adanya kekhilafan hakim dapat dibenarkan. Dalam putusan PK, majelis hakim tetap menghukum Anas tak boleh dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun terhitung sejak Anas selesai menjalani pidana pokok.

Baca Juga


Majelis PK juga tetap mewajibkan Anas mengembalikan uang Rp 57 miliar dan 5,2 ribu dolar AS. Kemudian keluar putusan tahun 2020 yang mengabulkan permohonannya menjadi delapan tahun dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan.

Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Anas Urbaningrum tersebut dengan pidana penjara selama 8 tahun ditambah dengan pidana denda Rp 300  juta apabila tidak diganti maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," ujar Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro kepada Republika.co.id pada Rabu (30/9/2020) lalu.

Baca juga : Hari Ini Anas Urbaningrum Bebas, Haruskah Ia Meminta Maaf ke SBY? Atau Sebaliknya?

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler