Pakar Hukum: Kasus Pemalsuan QRIS Kotak Amal Harus Ditangani Serius

Jangan sampai niat baik masyarakat bersedekah disalahgunakan.

Republika/Putra M. Akbar
Pengurus masjid memperlihatkan stiker QRIS palsu yang mengatasnamakan untuk restorasi masjid di Masjid Nurul Iman Blok M Square, Kebayoran Baru, Jakarta, Senin (10/4/2023). Menurut pengurus masjid, sekitar 20 stiker QRIS palsu terpasang di Masjid Nurul Iman Blok M Square, yang ditempel pada kotak dan dinding masjid sejak Kamis (6/4/2023).
Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Hibnu Nugroho menilai kasus pemalsuan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) kotak amal yang terjadi di Jakarta Selatan harus ditangani serius. Hal itu bertujuan agar tidak terulang.

Baca Juga


"Penanganan kasus ini harus melibatkan sejumlah pihak yang bertanggung jawab atas pengembangan QRIS," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (12/4/2023).

Menurut dia, QRIS merupakan sistem pembayaran Indonesia yang dikembangkan Bank Indonesia (BI) dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) sehingga harus dilibatkan dalam penanganan kasus tersebut. Ia mengatakan penanganan juga perlu melibatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku pengawas jasa keuangan, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika.

"Semuanya paling bertanggung jawab terhadap pengamanan aplikasi yang sedang dikembangkan itu," tegasnya.

Ia mengatakan hal itu perlu dilakukan agar jangan sampai niat masyarakat untuk berbuat baik dengan memberikan sumbangan namun melalui kotak amal berbasis QRIS ternyata disalahgunakan kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab seperti yang terjadi di Jakarta Selatan.

Dalam kasus di Jakarta Selatan, stiker kotak amal atau infak resmi yang berbasis QRIS diganti pelaku dengan stiker kotak amal palsu yang dilengkapi dengan QR Code seperti halnya QRIS.

Akan tetapi nomor rekening yang terhubung dengan QRIS palsu tersebut, bukan rekening masjid melainkan ke rekening pribadi pelaku.

Terkait dengan jeratan hukum bagi pelaku, Hibnu mengatakan hal itu dapat menggunakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik karena termasuk dalam kejahatan siber yang menggunakan teknologi informatika.

"Termasuk, dapat di-juncto-kan dengan KUHP untuk pidana umumnya berupa pemalsuan," jelasnya.

Guru Besar Fakultas Hukum Unsoed itu mengatakan upaya untuk menangkal pemalsuan QRIS dapat dilakukan dengan mengoptimalkan Unit Siber Bareskrim Polri.

Selain itu, kata dia, perlu sosialisasi terkait dengan masalah QRIS dalam rangka meningkatkan literasi masyarakat.

"Negara harus hadir dalam hal sosialisasi, literasi, penggunaan, dan pengamanan QRIS," katanya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler