Bocoran Dokumen Intelijen AS Sebut Serbia Setuju Persenjatai Ukraina

Austria dan Malta disebut tidak bersedia memberikan bantuan untuk Ukraina.

AP Photo/Charles Dharapak
Markas Pentagon. Sejumlah dokumen intelijen Amerika Serikat (AS) bocor ke publik.
Rep: Amri Amrullah Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Serbia, satu-satunya negara di Eropa yang menolak memberikan sanksi kepada Rusia atas invasinya ke Ukraina, namun ternyata Serbia setuju untuk memasok senjata ke Kiev atau telah mengirimkannya, demikian menurut sebuah dokumen rahasia Pentagon yang bocor.

Baca Juga


Dokumen tersebut, sebuah ringkasan dari tanggapan pemerintah-pemerintah Eropa terhadap permintaan Ukraina untuk pelatihan militer dan 'bantuan mematikan' atau senjata. Bagian dokumen itu merupakan salah satu dari lusinan dokumen rahasia yang diposting secara online, dalam beberapa minggu terakhir.

Dokumen tersebut menjadi apa yang ramai diklaim kebocoran rahasia AS yang paling serius dalam beberapa tahun terakhir. Berjudul Europe|Response to Ongoing Russia-Ukraina Conflict, dokumen dalam bentuk bagan ini berisi daftar posisi yang dinilai dari 38 pemerintah Eropa dalam menanggapi permintaan bantuan militer Ukraina.

Bagan tersebut menunjukkan, Serbia menolak memberikan pelatihan kepada pasukan Ukraina, tetapi telah berkomitmen untuk mengirimkan bantuan mematikan atau telah memasoknya. Laporan tersebut juga mengatakan bahwa Serbia memiliki kemauan politik dan kemampuan militer untuk menyediakan senjata bagi Ukraina di masa depan.

Dokumen tersebut ditandai Rahasia dan NOFORN, yang melarang distribusinya kepada badan intelijen dan militer asing. Dokumen itu bertanggal 2 Maret, dan dibubuhi stempel kantor Kepala Staf Gabungan. Reuters tidak dapat memverifikasi keaslian dokumen tersebut secara independen.

Kantor Presiden Serbia Aleksandar Vucic dan kedutaan besar Ukraina tidak segera menanggapi permintaan komentar. Pentagon juga tidak segera menanggapi pertanyaan Reuters mengenai referensi dokumen tersebut terhadap Serbia, dimana sebelumnya telah menolak untuk mengomentari dokumen-dokumen yang bocor.

Pemerintah Vucic telah menyatakan netralitasnya dalam perang Ukraina, meskipun negara ini memiliki hubungan historis, ekonomi, dan budaya yang mendalam dengan Rusia.

"Jika dokumen ini akurat, ini menunjukkan adanya dua sisi dari Vucic terhadap Rusia atau dia berada di bawah tekanan besar dari Washington untuk mengirimkan senjata ke Ukraina," ujar Janusz Bugajski, seorang ahli Eropa Timur dari Jamestown Foundation, sebuah lembaga kebijakan luar negeri.

Departemen Kehakiman AS sedang menyelidiki kebocoran tersebut, sementara Pentagon sedang menilai dampak kerusakan yang terjadi pada keamanan nasional AS. Bagan Pentagon membagi respons terhadap permintaan bantuan Ukraina ke dalam empat kategori: negara-negara yang telah berkomitmen untuk memberikan pelatihan dan bantuan mematikan; negara-negara yang telah memberikan pelatihan, bantuan mematikan, atau keduanya; negara-negara yang memiliki kemampuan militer dan kemauan politik untuk memberikan bantuan mematikan di masa depan."

Austria dan Malta adalah dua negara yang diberi tanda 'Tidak' dalam keempat kategori tersebut.

Pengungkapan grafik tersebut terjadi hanya lebih dari sebulan setelah dokumen yang diposting di saluran pro-Rusia di aplikasi pesan global Telegram yang konon menunjukkan pengiriman roket darat-ke-darat Grad 122mm oleh produsen senjata Serbia ke Kyiv pada bulan November. Dokumen-dokumen itu termasuk manifes pengiriman dan sertifikat pengguna akhir dari pemerintah Ukraina.

Moskow mengatakan pada Maret, pihaknya telah meminta penjelasan resmi dari Beograd mengenai dugaan pengiriman roket tersebut, kantor berita TASS yang dikelola pemerintah mengutip juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova.

Produsen senjata Krusik Corp dari Valjevo membantah telah memberikan roket atau persenjataan lainnya kepada Ukraina. Vucic menyebut tuduhan tersebut sebagai kebohongan besar.

"Kami tidak mengekspor senjata atau amunisi apapun ke Rusia atau Ukraina," katanya dalam kunjungannya ke Qatar pada 5 Maret. Reuters tidak dapat mengkonfirmasi keaslian dokumentasi pengiriman yang diposting di Telegram secara independen.

Sejak perang dimulai pada Februari tahun lalu, Vucic mencoba menyeimbangkan hubungan dekat dengan Moskow dengan tujuannya untuk bergabung dengan Uni Eropa. Namun, Serbia adalah satu-satunya negara yang bertahan di antara 44 negara Eropa yang menjatuhkan sanksi terhadap Rusia.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler