Naskah Khutbah Jumat: Memasifkan Kualitas Ibadah di Akhir Ramadhan
Ramadhan sebentar lagi akan meninggalkan kita semua.
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Cristoffer Veron P, Sekretaris Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah (PCPM) Jetis Yogyakarta
لحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيْدًا أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلهَ إِلاَّاللَّهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ، أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللَّهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اتَّقُوْا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ، وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Dengan bersimpuh kehadirat Ilahi Rabbi, marilah kita pancarkan rasa syukur tak terbilang karena atas diberikannya percik-percik nikmat sehat yang sampai detik sekarang masih dapat dirasakan dampaknya. Lebih-lebih saat ini kita berada di detik-detik penghujung Ramadhan, yang niscaya nikmat itu amat kita butuhkan sebagai spirit untuk menggeliatkan kualitas ibadah kepada Allah Rabbul Izzati, Maha Kasih dan Maha Segalanya.
Salawat serta salam kita mohonkan tetap tercurah kepada Rasulullah Muhammad Saw, keluarga, sahabat, dan seluruh umat beliau.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Kita tentu merasakan kilatan waktu terus cepat berjalan. Rasanya baru saja kita hendak melakukan persiapan menyongsong Ramadhan. Rasanya baru saja kita menyaksikan siaran konferensi pers Pimpinan Pusat Muhammadiyah ihwal penetapan awal Ramadhan (6/2). Dan, rasanya pula baru saja kita memasuki awal Ramadhan dengan penuh gembira dan senyuman.
Kini kita harus membuka fakta, Ramadhan sebentar lagi akan meninggalkan kita semua. Sedih, gundah, dan getir, itulah yang kini dirasakan oleh seluruh umat beriman. Kira tentu tidak menyangka perjalanan Ramadhan begitu singkat. Tetapi, demikianlah waktu yang akan terus berjalan dan tidak bisa diputar ulang. Semua ini menjadi wahana introspeksi diri bagi kita semua untuk bermenung apakah Ramadhan tahun ini telah kita manfaatkan secara arif-bijaksana atau justru menyia-nyiakan begitu saja?
Paling tidak ada dua hal yang mesti kita perhatikan secara saksama ketika berada di detik-detik penghujung Ramadhan. Pertama, puasa. Salah satu amanah Allah di bulan Ramadhan kepada hamba-Nya adalah anjuran untuk menunaikan puasa. Kata puasa telah familiar diartikan sebagai menahan diri dari segala sesuatu. Yakni menahan untuk tidak makan, minum, melakukan hubungan seks, dan tindakan yang dilarang sejak terbit sinar fajar sampai menyingsingnya matahari masuk ke dalam peraduannya. Semua itu dilakukan secara niat, ikhlas, dan mendekatkan diri kepada Allah.
Umat Islam di dalam menjalani puasa tentu sangat bergembira. Karena Tuhan mengkhususkan ibadah ini sebagai wahana untuk meleburkan dosa yang telah lalu dan memperoleh ganjaran berlipat ganda. Rasulullah Muhammad Saw bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya: “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu pasti diampuni.” (HR Muslim).
Puasa mampu memberikan kesadaran terluhur atas jeda kerutinan duniawi yang kerap membuat diri terlena dengan perintah Tuhan: beribadah. Hatta, lewat puasa yang dilengkapi dengan pernak-pernik kemuliaan sesungguhnya Tuhan sedang mengajak seluruh makhlukNya melakukannya agar menggapai kebahagiaan hidup hakiki dunia maupun akhirat.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Kita croscek kembali, apakah puasa yang dijalani selama 12 jam lamanya itu telah dan pasti diterima oleh Allah? Tentu harapannya demikian. Tetapi manakala misalnya, puasa yang kita jalani itu tidak berarti bagi Allah, maka alangkah meruginya kita berpuasa. Puasa hanya sebatas ritual tahunan semata tidak melahirkan apa-apa dengan kata lain hampa tak bernilai. Nabi Muhammad Saw pernah mengingatkan,
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
Artinya: “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR Ibnu Majah).
Puasa yang tengah dijalani ini meniscayakan kelahiran insan berkualitas. Yakni insan yang mampu berubah dari yang baik ke yang lebih baik. Untuk mewujudkan insan berkualitas, umat Islam perlu memperhatikan dua hal berikut.
Pertama, kualitas takwa. Setiap mukmin harus memiliki kualitas takwa yang baik. Maka, Tuhan menjadikan puasa sebagai koridor untuk meningkatkan kualitas takwa hamba-Nya.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (QS al-Baqarah [2]: 183).
Takwa ialah usaha menjalani perintah (al-awamir) dan larangan (al-nawahi) Tuhan sebagaimana dilukiskan di dalam Al-Qurían dan Al-Sunnah. Membangun ketakwaan harus dilandasi dengan ketulusan hati dan kejernihan nalar agar mempercepat proses peningkatan kualitas takwa.
Dalam Makrifat Paginya, Yudi Latif (2018) mengatakan bahwa takwa sebagai cara manusia ‘menuhan’, meniru dan mendekati sifat Tuhan. Sedang insan adalah cara Tuhan ‘memanusia’, menampakkan sifat-sifat-Nya dalam diri manusia. Hanya manusia yang mengenali Tuhan-Nya. Pengenalan diri adalah kunci pembuka rahasia alam semesta.
Dalam konteks ini, proses konstruksi kedirian seorang individu dalam manifestasi orang yang bertakwa terpancar dari kesanggupan untuk menahan dari perangai angkara murka, gemar memaafkan, bersabar dalam kesempitan, mendirikan salat, menginfakkan hartanya baik di waktu lapang maupun sempit, istighfar ketika sahur, dan lain sebagainya. Semua ini harus menghunjam sampai ke dalam jiwa peserta puasa baik laki-laki (shaíimin) maupun perempuan (shaíimat).
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Kemudian, kedua, yang mesti kita introspeksi adalah mengenai amalan. Banyak sekali amalan di bulan Ramadhan. Salah satunya berinteraksi dengan Al-Qur’an. Adalah niscaya Al-Qur’an sebagai sumber referensi umat islam di tengah mengalami kegundahan nurani dan kebuntuan mencari solusi atas belenggu permasalahan yang terjadi.
Al-Qur’an dengan gaya bahasanya yang merangsang akal dan menyentuh rasa, dapat menggugah kita menerima dan memberi kasih dan keharuan cinta, sehingga dapat mengarahkan kita untuk memberi sebagian dari apa yang kita miliki untuk kepentingan dan kemaslahatan umat manusia. Itulah Al-Qur’an yang ajarannya telah merupakan kekayaan spiritual bangsa kita, dan yang telah tumbuh subur dalam negara kita (M Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat, Mizan, 1996).
Al-Qur’an dilaunching secara resmi pada Bulan Ramadhan dan didistribusikan melalui perantara Malaikat Jibril yang kemudian diterima oleh Nabi Muhammad Saw ketika bermeditasi spiritual di dalam Gua Hira pada 17 Ramadhan—malam Lailatul Qadar—kemudian dari Nabi Muhammad Saw dilanjut disebarkan lewat para sahabat-sahabat sampai akhirnya kepada umat zaman sekarang.
Al-Qur’an memang memukau banyak orang, bahkan dari kalangan non-muslim. Mereka dibuat terperangah dengannya. Tak jarang, mereka pun memperoleh hidayah dan memeluk Agama Islam.
Sebagian besar testimoni dari mereka pascaberinterkasi (membaca, iqra’) Al-Qur’an antara lain menemukan kedamaian, ketenangan, dan kemantapan menjalani hidup. Seakan ada pasangan baru yang autentik untuk menemani hidupnya sepanjang waktu. Hidupnya tidak lagi kesepian. Hidup bertabur bahagia dan dipenuhi limpahan rahmat Ilahi. Hidupnya menjadi cerah dan tercerahkan.
Al-Qur’an bisa menjadi pelipur lara bagi manusia di kala hati nurani yang tengah gundah gulana. Salah satu ramuannya, ketika manusia berada di tengah kesulitan, Al-Qur’an menghibur dengan, “Jangan gundah duhai manusia! Jalani saja apa yang tengah kamu lakukan. Betapapun sulit situasi dan medannya. Tenanglah bahwa Allah Yang Maha Kuasa di jagat semesta akan menurunkan jalan kemudahan bagimu. Memberi solusi atas masalah yang sedang engkau hadapi,” demikian kurang lebih interpretasi (penjelasan) dari kalam Ilahi QS Asy-Syarh [94]: 5-6, Fa-inna ma’al ‘usri yusran, Inna ma’al ‘usri yusran.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Al-Qur’an yang telah hadir di tengah-tengah kita, apakah selama Ramadhan kita mendekat atau justru menjauhinya? Padahal Al-Qur’an sebagai pasangan autentik. Kita tentu telah menemukannya sepanjang hidup kita. Tiada hari kita tak bersua dengannya. Setiap pergi ke masjid, pasangan kita sudah berada di dalam masjid menunggu kita untuk diajak berinteraksi. Yakni berinteraksi lewat membaca, memahami, dan mengaplikasikan pelbagai wejangan-wejangan yang terbentang di dalamnya.
Pasangan ini dapat memberikan ruang pencerahan diri bagi umat Islam, lebih-lebih umat lain yang berkehendak untuk berinteraksi dengannya. Memang, pasangan ini telah disiapkan Tuhan, dan Dia sendiri yang menjaganya sampai kedatangan hari kehancuran seluruh jagat semesta raya.
إِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا ٱلذِّكۡرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ
Artinya: “Sungguh Kami (Allah bersama Jibril yang diperintah-Nya) menurunkan Al-Qur’an, dan Kami yakni Allah dengan keterlibatan manusia) yang memeliharanya”. (QS al-Hijr [15]: 9).
Selain Al-Qur’an, amalan lain di bulan Ramadhan adalah iktikaf. Iktikaf menjadi momen penting karena di sini umat Islam melakukan proses taqarrub ila allah (mendekatkan diri kepada Allah). Iktikaf menjadi ibadah yang dilakukan secara berdiam diiri di dalam masjid (menetap) tanpa meninggalkannya dengan niat menjalani iktikaf. Allah berfirman:
وَاِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَاَمْنًاۗ وَاتَّخِذُوْا مِنْ مَّقَامِ اِبْرٰهٖمَ مُصَلًّىۗ وَعَهِدْنَآ اِلٰٓى اِبْرٰهٖمَ وَاِسْمٰعِيْلَ اَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّاۤىِٕفِيْنَ وَالْعٰكِفِيْنَ وَالرُّكَّعِ السُّجُوْدِ
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah (Ka’bah) tempat berkumpul dan tempat yang aman bagi manusia. Dan jadikanlah maqam Ibrahim itu tempat salat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, orang yang iktikaf, orang yang rukuk dan orang yang sujud!”. (QS al-Baqarah: 125).
Iktikaf dikerjakan ketika telah berada di sepuluh hari terakhir Ramadhan. Pada waktu ini, banyak umat Islam yang ingin menggapai sebuah malam yang sangat mulia, yakni malam Lailatul Qadar. Malam ini jauh lebih baik daripada malam 1000 bulan (83,3 tahun). Karena pada malam ini, para malaikat turun bersama Jibril atas izin Allah untuk mengatur segala urusan. Dan satu hal yang perlu digarisbawahi adalah tidak ada kepastian waktu terjadinya Lailatul Qadar. Karena Nabi Muhamamd Saw hanya menyebutkan malam itu terjadi pada 10 hari terakhir Ramadhan.
فَالْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ وَالْتَمِسُوهَا فِي كُلِّ وِتْرٍ
Artinya: “Carilah lailatul qadar pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, carilah pada malam-malam ganjil.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Di antara cara meraih lailatul qadar sebagaimana dicontohkan oleh Nabi adalah dengan memaksimalkan ibadah di sepuluh hari yang terakhir bulan Ramadhan. Puasa kita hendaknya lebih dijaga kualitasnya. Juga ibadah-ibadah lainnya seperti salat fardlu berjamaah, salat tarawih, tadarrus, sedekah dan seterusnya. Terutama ibadah di waktu malamnya. Nabi juga mengajarkan ibadah iktikaf dengan berdiam di masjid pada sepuluh hari yang terakhir (Jaenal Sarifudin, Hikmah Ramadhan, KR 11 April 2023).
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Tentu masih banyak lagi amalan-amalan di detik-detik penghujung Ramadhan yang bisa kita kerjakan. Asalkan itu berdampak positif, maka kerjakanlah. Sebaliknya, jika itu berdampak negatif, maka tinggalkanlah. Alangkah eloknya kita saat ini mumpung masih ada beberapa waktu ke depan sebelum tiba hari kemenangan (Idul Fitri), kita geliatkan untuk memasifikasikan ibadah kita kepada Allah. Semoga dengan begitu, kita dapat jadi hamba-Nya yang bertakwa sebagai buah dari ritus peribadatan selama Ramadhan.
بَارَكَ اللَّهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلأَيَاتِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتُهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَقُلْ رَّبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ
KHUTBAH KEDUA
اْلحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلهَ إِلاَّاللَّهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ، أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللَّهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اتَّقُوْا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
اْلحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِميْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ والْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ فَيَاقَاضِيَ الْحَاجَاتِ.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْئَلُكَ عِلْمًا نَفِعًا وَرِزْقًا وَاسِعًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ