Naskah Khutbah Jumat: Bencana Moral Menghancurkan Peradaban Manusia
Setiap kita berkewajiban menyelamatkan generasi dari berbagai perilaku menyimpang.
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Safwannur, Alumni Ponpes Ihyaaussunnah Lhokseumawe, Aceh dan Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) Yogyakarta
إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرْهُ وَنَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِي اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهدُ أَنْ لاَ إَلَهَ إِلاّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى رَسُوْلِ اللَّهِ وَعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ وَلآَهُ. أَمَّا بَعْدُ فَيَا عِبَادَ اللَّهِ أُصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَ اللَّهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ.
قَالَ تَعَالَى فِيْ الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ.
وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الرَّجُلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخْالِلُ (رواه الترمذي)
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Manusia merasa khawatir bila dilanda bencana yang berdampak pada kerugian harta benda. Akan tetapi ada bencana yang jauh lebih dahsyat dampaknya terhadap masa depan generasi manusia yaitu bencana moral yang akan memporak-porandakan peradaban manusia.
Kerusakan infrastruktur akibat bencana alam masih bisa direkonstruksi dalam jangka waktu yang relatif singkat, bahkan lebih bagus dari sebelumnya. Tetapi kerusakan moral generasi akibat dangkalnya akal budi tak serta merta dapat dipulihkan dengan mudah. Akar persoalannya terletak pada minimnya nilai-nilai spiritual (spiritual values) yang terinternalisasi dalam jiwa manusia.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Kita patut mengelus dada menyaksikan sejumlah fenomena patologi sosial yang terjadi di sekitar kita. Lebih menyedihkan lagi para pelaku adalah generasi muda yang notabene harapan bangsa. Bisa dibayangkan, bagaimana kondisi bangsa ini ke depan, jika akhlak kawula muda jauh dari nilai-nilai luhur yang diajarkan agama.
Baru-baru ini media massa memberitakan ratusan pelajar SMP dan SMA di satu daerah hamil di luar nikah. Ada juga kasus berbeda, sebagaimana viral di media sosial beberapa remaja yang berseragam sekolah menendang seorang perempuan paruh baya yang mengalami gangguan jiwa.
Belum lagi perilaku lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) yang sangat meresahkan. Kasus-kasus semacam ini menjadi tamparan keras bagi kita semua untuk memberi perhatian lebih dalam penguatan paham agama kepada para remaja.
Kemudahan akses teknologi informasi selain berdampak positif di satu sisi, juga mengakibatkan efek negatif di sisi lain. Gawai dalam genggaman bisa digunakan tanpa batasan ruang dan waktu. Jika salah jalan dalam penggunaan teknologi, maka itu akan berakibat pada degradasi moral penerus bangsa.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Penyakit sosial yang melanda generasi umat tidak bisa dibiarkan begitu saja tanpa penanganan serius. Ia harus diobati sedini mugkin agar tidak menjadi kronis dan berdampak lebih luas.
Pendidikan yang baik dalam keluarga menjadi tameng kukuh untuk menjaga anak keturunan dari perilaku yang menyimpang. Orang tua berkewajiban untuk menjaga keluarganya dari berbagai hal yang mendatangkan kemurkaan Allah, sebagaimana firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. at-Tahrim: 6).
Salah pergaulan menjadi pintu terjadinya dekadensi moral. Lazimnya, para pelaku kejahatan atau pelanggaran terhadap aturan negara dan agama tidak sendirian dalam menjalankan aksinya.
Mereka akan bersama-sama saling menjerumuskan rekannya dalam jurang nista. Para penjudi akan berkomplot dengan sesama penjudi. Pemabuk akan berkumpul dengan sesama pemabuk.
Maling akan mencari teman yang memiliki kebiasaan yang sama untuk mencuri dan seterusnya. Hal ini bisa kita lihat ketika pihak berwajib melakukan operasi penertiban penyakit masyarakat. Biasanya yang terjaring bukan hanya satu orang tapi kadang dalam jumlah yang relatif banyak.
Perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh orang yang menjadi temannya. Umumnya seseorang akan meniru gaya dan karakter orang yang sering bersamanya. Bergaul dengan orang yang tidak baik akhlak dan moralitasnya, akan mendorong seseorang untuk bersikap seperti temannya itu. Oleh karena itu Rasululah mengingatkan kita dalam sabda beliau:
الرَّجُلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخْالِلُ
“Seseorang di atas agama sahabatnya, hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa yang hendak ia jadikan sahabatnya.” (H.R. at-Tirmidzi).
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Setiap kita berkewajiban untuk menyelamatkan generasi dari berbagai perilaku menyimpang yang dapat menghancurkan tatanan kehidupan. Bila kita antisipatif terhadap kemungkinan terjadinya bencana alam, demikian juga seharusnya lebih sigap dalam mitigasi bencana moral.
Ketahanan keluarga menjadi modal utama dalam menghasilkan zuriah yang bermoral tinggi. Pendidikan ketauhidan yang utuh dalam sanubari seorang anak dapat membentuk pribadi untuk hidup sesuai dengan tuntunan ilahi.
Wasiat Nabi Ya’qub kepada anak-anaknya menjelang beliau wafat patut dijadikan teladan dalam penanaman tauhid kepada generasi. Nabi Ya’qub tidak khawatir terhadap urusan dunia anak keturunannya sepeninggal beliau. Akan tetapi yang beliau khawatirkan adalah bila tauhid lepas dari hati keturunannya. Hal ini diabadikan oleh Allah dalam al-Qur’an:
اَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاۤءَ اِذْ حَضَرَ يَعْقُوْبَ الْمَوْتُۙ اِذْ قَالَ لِبَنِيْهِ مَا تَعْبُدُوْنَ مِنْۢ بَعْدِيْۗ قَالُوْا نَعْبُدُ اِلٰهَكَ وَاِلٰهَ اٰبَاۤىِٕكَ اِبْرٰهٖمَ وَاِسْمٰعِيْلَ وَاِسْحٰقَ اِلٰهًا وَّاحِدًاۚ وَنَحْنُ لَهٗ مُسْلِمُوْنَ
Apakah kamu (hadir) menjadi saksi menjelang kematian Ya‘qub ketika dia berkata kepada anak-anaknya, “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab, “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu: Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan (hanya) kepada-Nya kami berserah diri.” (Q.S. Al-Baqarah: 133)
بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَجَعَلَنَا اللهُ مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِـرُ الله لِيْ وَلَكُمْ.
KHUTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ أَرْشَدَكُمُ اللهُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، أَمَّا بَعْدُ؛
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ, رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَاْرحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُونَا بِالإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفُ رَّحِيْمٌ، رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.