20 April Terjadi Gerhana Matahari Hibrida, BMKG: Waspada Banjir Rob

Gerhana matahari hibrida yang termasuk fenomena astronomi langka bisa picu rob.

AP/Natacha Pisarenko
Foto kombo ini menunjukkan urutan gerhana matahari total dilihat dari Piedra del Aguila, Argentina, Senin, 14 Desember 2020. Gerhana matahari hibrida yang merupakan fenomena astronomi langka akan terjadi pada 20 April 2023.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat pesisir waspada potensi banjir rob seiring adanya fenomena fase bulan baru dan gerhana matahari hibrida. Gerhana matahari hibrida yang merupakan fenomena astronomi langka tersebut akan terjadi pada 20 April 2023.

"Masyarakat diimbau untuk selalu waspada dan siaga untuk mengantisipasi dampak dari pasang air laut maksimum," ujar Kepala Pusat Meteorologi Maritim Eko Prasetyo di Jakarta, Selasa (18/4/2023).

Eko mengemukakan adanya fenomena fase bulan baru dan gerhana matahari hibrida pada tanggal 20 April 2023 berpotensi meningkatkan ketinggian pasang air laut maksimum. Berdasarkan pantauan data water level dan prediksi pasang surut, Eko menyampaikan banjir rob berpotensi terjadi di beberapa wilayah pesisir Indonesia, di antaranya di pesisir Aceh, pesisir Sumatra Utara, pesisir Sumatra Barat, pesisir Kep. Riau, pesisir Bangka Belitung, dan pesisir Banten.

Kemudian, pesisir selatan Jawa Barat, pesisir Jawa Tengah, pesisir selatan D.I. Yogyakarta, pesisir selatan Bali, pesisir Nusa Tenggara Timur, pesisir Kalimantan Barat, pesisir Sulawesi Utara, pesisir Maluku, dan pesisir Papua Selatan. Eko mengatakan potensi banjir rob ini berbeda waktu hari dan jam di tiap wilayah, secara umum berdampak pada aktivitas masyarakat di sekitar pelabuhan dan pesisir.

"Seperti aktivitas bongkar muat di pelabuhan, aktivitas di pemukiman pesisir, serta aktivitas tambak garam dan perikanan darat," tuturnya.

Baca Juga


Sementara itu, Deputi Bidang Geofisika, BMKG Suko Prayitno Adi mengatakan Gerhana matahari hibrida merupakan peristiwa gerhana matahari total dan cincin yang terjadi secara berurutan dalam satu fenomena gerhana.

Suko menjelaskan gerhana matahari hibrida terjadi ketika matahari, bulan, dan Bumi tepat segaris. Alhasil, di suatu tempat tertentu, terjadi peristiwa piringan bulan yang teramati dari Bumi lebih kecil daripada piringan matahari.

Sementara itu, di tempat tertentu lainnya terjadi peristiwa piringan bulan yang teramati dari Bumi sama dengan piringan matahari. Akibatnya, saat puncak gerhana di suatu tempat tertentu, matahari akan tampak seperti cincin, yaitu gelap di bagian tengahnya dan terang di bagian pinggirnya, sedangkan di tempat tertentu lainnya matahari seakan-akan tertutupi bulan.

Suko mengingatkan agar masyarakat tidak melihat proses gerhana secara langsung. Sebab, radiasi matahari dapat merusak mata.

"Gunakanlah kacamata khusus yang menggunakan filter untuk melihat matahari," ujarnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler