5 Dugaan Kesesatan Al Zaytun yang Diungkap Tim Pengkaji MUI Diketuai KH Maruf Amin
Pesantren Al Zaytun melakukan sejumlah kontroversi dalam paham dan praktik keagamaan
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah melakukan penelitian terhadap Pondok Pesantren Al Zaytun di Indramayu pada 5 Oktober 2002 lalu.
Pada saat itu, tim peneliti dari MUI terhadap Ma'had Al Zaytun terdiri dari tiga belas orang dan dipimpin langsung oleh KH Ma'ruf Amin yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden RI.
Hasil penelitian itu menghasilkan beberapa kesimpulan dan rekomendasi, serta beberapa poin hasil penelitian tim MUI. Setidaknya ada lima poin penting yang dihasilkan dari penelitian MUI.
Pertama, soal Sumber Dana Mahad Al-Zaytun (MAZ). Kedua, tentang dugaan keterkaitan pemimpin MAZ dengan NII KW IX. Ketiga, soal sistem Pendidikan di MAZ. Keempat, tentang mudarris (Guru). Kelima, soal lingkaran luar/koordinator wilayah MAZ.
Berdasarkan laporan lengkap hasil penelitian TIM MUI tentang Mahad Al-Zaytun (Sabili, No 15, 13 Februari 2003/11 Dzulhijjah 1423), berikut lima poin penting yang dihasilkan dari penelitian MUI:
1. Sumber Dana Mahad Al-Zaytun (MAZ)
Persoalan besar dan urgen yang timbul berkaitan dengan sumber dana MAZ adalah adanya berita penggalangan dana dari anggota dan aparat NII KW IX dalam proses pendirian dan perkembangan MAZ.
Tim MUI mendapati banyak sekali saksi dan sumber yang membenarkan adanya penggalian dana dengan memekai konsep-konsep ajaran Islam yang diselewengkan.
Dalam soal dana ini, tim juga menemukan adanya eksploitasi dan pemaksaan, sehingga anggota tergiring untuk melakukan tindakan kriminal. Saksi dan sumber, seperti para mantan anggota NII KW IX dari berbagai wilayah, para orang tua/wali, para mantan petinggi NII KW IX, Badan Intelijen Mabes Polri, Mantan Kabakin, ZA Maulani, serta masukan dari anggota yang masih aktif, secara eksplisit mengakui adanya penggalangan dana tersebut.
Setiap anggota yang masuk NII KW IX harus dibaiat dan membayar sedekah hijrah dalam jumlah yang telah ditetapkan sebagai pembersih jiwa dan tanda perpindahan kewarganegaraan RI menjadi warga negara NII KW IX.
Setelah masuk, setiap anggota diwajibkan menjalankan program, seperti binayah al-aqidah (pembinaan akidah), binayah al-dzarfiyah (pembinaan teritorial), binayah mas’uliyah (pembinaan aparatur), binayah maliyah (pembinaan keuangan), dan binayah al-shilah wa al-muwashalah (pembinaan komunikasi).
Dari kelima program itu, binayah maliyah (pembinaan keuangan) yang paling mendominasi. Dalam praktiknya, tim menemukan program binayah maliyah tidak hanya kegiatan penggalangan dana, tetapi juga program mobilisasi dana yang dibebankan kepada warga dan aparat NII KW IX.
Ironisnya, tim menemukan penggalangan dana itu dibungkus dengan term-term (istilah-istilah) keagamaan yang ditafsirkan secara sembarang, seperti shadaqah hijrah, infak, qiradl, al-fa’i, shadaqah istighfar, shadaqah tahkim, shadaqah munakahat, dan lainnya.
Baca juga: 6 Fakta Seputar Saddam Hussein yang Jarang Diketahui, Salah Satunya Anti Israel
Dari kesaksian mantan mudarris mah’ad Al-Zaytun, tim menemukan bahwa penyimpangan perilaku itu mendapat legitimasi dari doktrin ajaran NII KW IX sendiri.
Dalam ajaran mereka, sekarang dikategorikan sebagai periode Makkah, yakni periode menegakkan negara Islam. Menurut doktrin mereka, perang adalah tipu daya, bukan perang jika tidak ada tipu daya. Oleh karena itu, menipu diperbolehkan.
Pemasukan keuangan MAZ sebagian besar berasal dari pengumpulan dana di tingkat teritorial (idariyah). Dari tingkat teritorial, dana kemudian dikirim ke MAZ. Bukti autentik adanya aliran dana diakui tim memang sulit ditemukan karena organisasi ini menggunakan sistem sel tertutup.
Tetapi, indikasinya terlihat bahwa setiap sel di berbagai tempat memiliki kesamaan pola gerakan, istilah yang digunakan, format surah, dan catatan penerimaan dan pengeluaran uang.
2. Dugaan Keterkaitan Pemimpin MAZ dengan NII KW IX
Berdasarkan bukti-bukti dan kesaksian sejumlah sumber, tim melihat ada indikasi keterkaitan antara pemimpin Al Zaytun dengan NII KW IX. Keterkaitan itu hingga kini masih terus berlangsung.
Menurut data yang diterima tim MUI, dalam struktur terbagi dua, yaitu aparatur fungsional (mereka yang berada di MAZ) dan aparatur teritorial (mereka yang berada di luar MAZ). Penggalangan dana berjalan dari teritorial ke MAZ.
Tim menemukan bahwa keterkaitan MAZ dengan NII KW IX bukan hanya pada sosok AS Panji Gumilang, tetapi juga orang-orang yang duduk sebagai pengurus yayasan. Data yang didapat tim menunjukkan bahwa seluruh pengurus atau eksponen adalah para petinggi NII KW IX.
3. Sistem Pendidikan di MAZ
Pada prinsipnya, tim menyimpulkan belum ditemukan adanya penyimpangan ajaran Islam dalam kegiatan belajar mengajar, aktivitas ibadah dan aktivitas santri sehari-hari di MAZ, termasuk juga tidak ditemukan deviasi dalam kurikulum MAZ. Namun demikian, tim melihat ada dua persoalan keagamaan menyimpang yang dilakukan pemimpin pesantren, yakni masalah zakat fitrah dan qurban.
Penyimpangan mengenai zakat fitrah terjadi karena zakat fitrah tidak diberikan kepada fakir miskin untuk hari raya, melainkan untuk pembangunan MAZ. Demikian pula dengan kurban yang tidak dilakukan dalam bentuk penyembelihan hewan kurban, tetapi diganti dengan sejumlah uang untun pembangunan pesantren.
4. Mudarris (Guru)
Informasi yang didapat tim dari berbagai sumber dan penelitian lapangan, sebagian mudarris berasal dari anggota aparat NII KW IX di tingkat teritorial. Tim mengakui sangat sulit membedakan mudarris yang berasal dri NII dengan yang bukan, karena mereka menutup diri dan berbaur menjadi satu di MAZ, namun hal itu tampak jelas jika ada even-even tertentu.
Baca juga: Pujian Rakyat Negara Arab untuk Indonesia Terkait Piala Dunia U-20, Terhormat!
Dalam proses belajar mengajar, mudarris yang berasal dari NII KW IX tidak diperbolehkan memasukkan doktrin/ajaran NII ke santri. Hal ini didsarkan ketentuan dari pimpinan MAZ bahwa proses belajar-mengajar harus steril dari nuansa ke-NII-an.
5. Lingkaran Luar/Koordinator Wilayah MAZ
Tim MU menemukan indikasi adanya keterkaitan sebagian koordinator-koordinator wilayah NII sebagai tempat rekrutmen santri MAZ. Masing-masing santri direkrut melalui bantuan koordinator wilayah di daerah masing-masing.
Tim dapat informasi, satu tahun sebelum MAZ dibuka, pimpinan MAZ membuat koordinator-koordinator wilayah. Para mantan NII KW IX yang direkrut menjadi koordinator wilayah dikirim ke berbagai daerah. Mereka bertugas merekrut santri baru yang akan masuk MAZ.
Koordinator wilayah hanya mengurus proses administrasi serta memberikan bimbingan menghafal Juz ‘Amma sebagai syarat masuk MAZ. Namun, berdasarkan pengakuan sejumlah santri, mereka ada juga yang masuk dengan mendatangi langsung MAZ.