Cara Cerdik Manfaatkan QRIS
Transaksi elektronik menggunakan QRIS tembus satu miliar transaksi
Transaksi pembayaran menggunakan Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) terus mengalami pertumbuhan. Tahun lalu, Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) mencatat transaksi elektronik menggunakan QRIS tembus 1 miliar transaksi dengan total nilai lebih dari Rp 100 triliun.
Selain itu, Bank Indonesia (BI) juga mencatat, jumlah pengguna QRIS di Indonesia sebanyak 28,75 juta hingga Desember 2022. Jumlah tersebut sudah bertambah 15,95 juta pengguna dibandingkan pada akhir tahun lalu.
Dalam rangka kampanye Gerakan Nasional Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama dengan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi menyelenggarakan Workshop Literasi Digital, pada Selasa, 2 Mei 2023, di Jawa Barat. Tema yang diangkat adalah “Waspada Kejahatan Siber Modus QRIS Palsu” dengan menghadirkan narasumber pendiri Dagadu Djokdja Djaka Dwiandi; Event Planner and Community Manager di Kementerian Keuangan Rezha Amran; serta Pengurus Daerah Relawan TIK Provinsi Bali I Wayan Adi Karnawa.
Dalam paparannya, I Wayan menjelaskan QRIS adalah upaya standarisasi yang dilakukan Bank Indonesia untuk semua perusahaan yang memanfaatkan teknologi finansial. Lantaran QRIS menjadi pintu masuk pembayaran secara digital, maka keamanan atau perlindungan data penggunanya amat vital.
“Amankan dan lindungi data pribadi dari ancaman pencurian data. Caranya, adalah dengan menggunakan kata sandi yang kuat yang merupakan kombinasi huruf dan angka, serta diganti secara berkala," jelas I Wayan.
Selain itu, ia menambahkan, jangan ragu juga untuk menggunakan metode pengamanan dua langkah atau two factor authentication. Selain itu, jangan banyak mengumbar informasi pribadi ke publik lewat media sosial.
Menurut I Wayan, sangat penting bagi pengguna internet untuk memahami bagaimana berselancar di dunia maya yang aman dan nyaman. "Meski tidak ada yang aman 100 persen di ruang digital, yang bisa kita lakukan adalah dengan meminimalkan risikonya sekecil mungkin," ujarnya.
Ia juga menekankan prinsip selalu berpikir kritis dan tak mudah percaya terhadap segala informasi yang beredar di ruang digital. Sementara itu, Djaka Dwiandi menguraikan modus-modus penipuan dengan menggunakan QRIS.
Di Indonesia, misalnya, beberapa waktu lalu sempat diramaikan oleh berita penipu kotak amal masjid menggunakan QRIS palsu. Dalam sepekan, pelaku berhasil mengumpulkan uang sebanyak Rp 13 juta dari 38 masjid.
Tak hanya di Indonesia, penipuan model seperti ini juga terjadi di Cina di mana pelaku berhasil mengumpulkan dana sebesar 14,5 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 200 miliar lebih sepanjang kurun 2017. “Bentuk atau modus penipuan menggunakan QRIS beragam, misalnya tiket tilang palsu, kode QR yang sudah ditanamkan virus (malware), mengganti kode pembayaran toko, atau dengan kode bike share yang palsu,” ucap Djaka.
Ia mengingatkan, ada sanksi pidana bagi pelaku kejahatan dengan modus QRIS palsu tersebut. Di Indonesia, pelaku diancam dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Ada ragam pasal ancaman dalam UU tersebut, di mana pelaku tak hanya diancam kurungan penjara, tetapi juga denda hingga miliaran rupiah. Rheza Amran juga membenarkan bahwa sektor keuangan merupakan salah satu sektor yang tumbuh pesat seiring perkembangan teknologi yang kian mutakhir.
Pembayaran secara elektronik merebak sejalan dengan makin banyaknya masyarakat yang berbelanja secara daring. Sayangnya, perilaku tersebut tidak dibarengi dengan literasi digital yang mumpuni sehingga masyarakat rawan menjadi korban kejahatan siber.
“Saat bertransaksi menggunakan QRIS, ingat agar QRIS yang tertera tidak menimpa QRIS yang lain sehingga tujuan transaksi bisa tercapai," ungkapnya. Selain itu, lanjut Jaka, QRIS memiliki identitas dari instansi merchant lembaga. Jangan lupa untuk senantiasa memvalidasi informasi saat memindainya.