UTBK-SNBT 2023 Ujikan Tes Potensi Skolastik, Ini Penjelasannya

UTBK tahun ini ada perbedaan dengan tahun lalu terkait materi yang diujikan.

Republika/Wihdan Hidayat
Peserta mengikuti UTBK-SNBT 2023.
Rep: Arie Lukihardianti Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer-Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (UTBK-SNBT) 2023 digelar serentak Senin (8/5/2023). Tahun ini, UTBK-SNBT diikuti 803.853 peserta. 


Menurut Ketua Umum Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) Prof Mochamad Ashari, pelaksanaan UTBK-SNBT digelar secara luring di 74 lokasi Pusat UTBK PTN se-Indonesia terpantau lancar.

“Hari pertama UTBK-SNBT tidak ada kendala serius, kita sudah koordinasi dengan berbagai instansi supaya membantu pelaksanaan UTBK,” ujar Prof Ashari saat mengelar konferensi pers di Ruang Executive Lounge Unpad Kampus Dipatiukur, Bandung, Senin (8/5/2023). 

Prof Ashari menjelaskan, secara umum, pelaksanaan UTBK tahun ini ada perbedaan dengan tahun lalu. Perbedaan mendasar, dari materi soal yang diujikan. Tahun ini, materi soal di UTBK-SNBT menggunakan tes skolastik dengan subtes kemampuan kognitif, penalaran matematika, literasi dalam bahasa Indonesia, dan literasi dalam bahasa Inggris. 

Tes skolastik, kata Prof Ashari, menekankan pada pengkuran kemampuan kognitif yang dianggap penting dalam keberhasilan mahasiswa selama studi di perguruan tinggi. Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang diperoleh manusia sejak lahir berupa kemampuan logika dan bernalar. 

Untuk itu, kata dia, tes skolastik tidak mengujikan kemampuan hafalan dan akademik peserta selama di sekolah menegah atas, tetapi lebih mengujikan pada kemampuan logika dan nalar peserta. 

Tes ini juga, kata dia, disesuaikan dengan Kebijakan Kurikulum Merdeka yang diterapkan Kemendikbudristek. Implementasi kurikulum baru tersebut di tingkat sekolah, yaitu sekolah tidak lagi menerapkan penjurusan keilmuan. Dengan demikian, tes masuk perguruan tinggi juga didesain lebih umum. 

“Melalui tes ini, kita bisa mendeteksi apakah anak-anak itu punya potensi kognitifinya bagus. Logikanya kalau bagus dia akan mampu dalam situasi apa pun,” kata Prof Ashari. 

Secara teknis, kata dia, soal tes skolastik tidak lagi berupa pilihan ganda (multiple choice) tetapi menggunakan pilihan ganda kompleks (complex multiple choice). Pihaknya memastikan bahwa penyusunan soal ini sudah dianalisis dengan tim ahli dan sudah disesuaikan dengan kemampuan peserta. 

Pelaksana Tugas Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Prof  Tjitjik Sri Tjahjandarie mengatakan, saat ini Kurikulum Merdeka memberikan keleluasaan bagi peserta didik untuk memilih dan mengembangkan minat bakatnya. Hal ini memungkinkan peserta didik mempelajari beragam keilmuan di luar yang selama ini dipelajarinya. 

Dengan demikian, kata dia, tes ini digunakan untuk mengukur sejauh mana keberhasilan calon mahasiswa ini untuk mengambil berbagai mata kuliah hingga menyelesaikan studinya.  

“Kalau sekadar pintar hapalan, begitu diarahkan ke tantangan keilmuan yang kompleks, dia belum tentu bisa survive. Tes potensi skolastik mengukur kemampuan penalaran dan analisis. Kalau tinggi diharapkan dia dapat menyelesaikan studinya dengan baik,” kata Prof Tjitjik. 

Pada subtes matematika, kata dia, lebih mengujikan sejauh mana kemampuan penalaran peserta di bidang matematika yang direpresentasikan melalui penalaran dasar. Sementara subtes literasi lebih pada pemahaman peserta terkait bahasa dan kemampuan peserta untuk menarasikan pikirannya. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler