Kebangkitan Partai Pemuda Thailand Cerminkan Tuntutan Protes Masih Kuat
Para pemuda menantang pengaruh lama militer atas politik Thailand.
REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Mahasiswa di Thailand Supawut Presangeiam bersemangat untuk memberikan suara untuk pertama kali dalam pemilihan umum pada Ahad (14/5/2023). Dia berharap, dukungannya untuk partai oposisi yang dipimpin oleh kaum muda akan mengubah negara dengan menjauh dari patronase lama politik.
"Saya telah memutuskan untuk memilih Move Forward. Sudah terlalu lama kami berkompromi, mencoba mengubah sistem secara bertahap, tetapi yang ingin dilakukan oleh Move Forward adalah menantang sistem patronase," kata laki-laki berusia 19 tahun.
Supawut termasuk di antara 3,3 juta pemilih pertama, berusia 18 hingga 22 tahun, yang coba dirayu oleh banyak partai yang akan bersaing dalam pemilu. Penekanan pada pemilih muda muncul tiga tahun setelah protes yang dipimpin mahasiswa mengguncang Thailand.
Para pemuda itu menantang pengaruh lama militer atas politik Thailand, bahkan mempertanyakan peran raja dalam masyarakat. Padahal, topik tersebut sebelumnya sangat tabu di negara itu.
Partai Move Forward secara resmi bukan bagian dari protes mahasiswa. Namun, beberapa aktivis mencalonkan diri sebagai kandidat partai dan banyak dari mereka adalah pekerja partai.
Kampanye progresif partai itu menggabungkan banyak tuntutan pengunjuk rasa. Salah satu paling kontroversial dengan mengubah undang-undang pidana yang membuat penghinaan terhadap raja dapat dihukum hingga 15 tahun penjara.
Tuntutan protes lain yang diadopsi Move Forward termasuk menulis ulang konstitusi untuk membatasi kekuatan militer. Mereka juga mendesak penghapusan wajib militer dan mengganti gubernur provinsi yang ditunjuk dengan diadakan pemilihan langsung.
Lonjakan jajak pendapat untuk Move Forward dan dukungan terhadap pemimpin partai Pita Limjaroenrat berusia 42 tahun menunjukkan penyebar dukungan pemilih yang lebih luas. Pemilih berusia 18 hingga 26 mencapai sekitar 14 persen dari peserta pemilu, tetapi Move Forward baru-baru ini melakukan survei suara sekitar 34 persen menunjukkan bahwa mereka mendapatkan dukungan bukan hanya kaum muda.
"Sekarang pendukung kami datang dari semua kalangan. Ini adalah kesempatan bagi kami untuk berada di pemerintahan dan benar-benar mewakili rakyat," kata Wakil Ketua partai Move Forward Nattawut Buaprathum.
Namun, partai yang memimpin sebagian besar jajak pendapat sekitar 38 persen, adalah partai oposisi lainnya Pheu Thai. Partai ini didirikan oleh mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra yang mengasingkan diri. Pemerintah populis dan pro-kaum miskinnya telah digulingkan dalam dua kudeta militer. Putri Thaksin, Paetongtarn Shinawatra, adalah calon utama Pheu Thai sebagai perdana menteri.
Tapi, bagi sebagian pemilih, Move Forward menawarkan arah baru dari tahun-tahun konfrontasi biner antara lembaga konservatif, dengan jaringan patronasenya, dan Pheu Thai yang terkadang membawa kekacauan berdarah. Ilmuwan politik di Chulalongkorn University Bangkok Thitinan Pongsudhirak mengatakan, ide-ide baru yang diperjuangkan oleh pemilih yang lebih muda mungkin beresonansi lebih luas dan memperluas daya tarik Move Forward.
"Medan pertempuran telah berpindah dari populisme ke reformasi struktural. Move Forward memiliki agenda baru," kata Thitinan mencatat bahwa Move Forward dan Pheu Thai saling bersaing di banyak bidang.
Salah satu yang terpengaruh adalah Parichat Intarakun yang mengaku, telah memilih mantan panglima militer konservatif dan perdana menteri saat ini Prayuth Chan-ocha dalam pemilihan terakhir. Dia memutuskan untuk mengalihkan dukungannya ke Move Forward.
"Saya akan memilih Move Forward karena pemimpin memiliki visi yang sangat baik untuk Thailand," kata pekerja kantoran berusia 45 tahun itu.
"Dia sangat jelas tentang arah yang dia inginkan untuk membawa negara ini," ujarnya.