Daftar Kebijakan Ekonomi Kontroversial Erdogan

Erdogan bertekad memperpanjang kekuasaannya dalam pemilihan presiden.

AP Photo/Ali Unal
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (kanan) dan istrinya Emine memberi isyarat kepada para pendukungnya di markas partai, di Ankara, Turki, Senin dini hari, (15/5/2023). Erdogan yang telah memerintah negaranya dengan cengkeraman yang semakin kokoh selama 20 tahun, adalah terkunci dalam perlombaan pemilihan yang ketat pada hari Minggu, dengan kemungkinan menang atau kalah melawan penantang utamanya saat suara terakhir dihitung.
Rep: Novita Intan Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Turki menghadapi permasalahan ekonomi sangat serius dalam beberapa tahun terakhir. Presiden Recep Tayyip Erdogan menyebut ekonomi Turki sebagai segitiga setan meliputi suku bunga tinggi, inflasi tinggi, dan fluktuasi kurs mata uang Lira.

Erdogan dan Turki memilih caranya sendiri untuk memperbaiki perekonomian mereka. Erdogan sebagai kaum anti ortodoks tidak terbawa arus utama untuk mendorong pemulihan ekonomi ala kaum liberalis.

Baca Juga


 

Gonta-ganti Gubernur Bank Sentral

Ketika urusan suku bunga mengejutkan, Erdogan tiba-tiba memecat Gubernur Bank Sentral Turki Naci Agbal. Padahal Agbal baru menjabat kurang dari lima bulan dan menjadi gubernur bank sentral ketiga yang digulingkan oleh Erdogan sejak pertengahan 2019.


Sebelum Agbal, Erdogan sudah mengganti empat gubernur bank sentral. Kebijakan itu diyakini melukai kredibilitas moneter Turki. Erdogan mengutip ajaran Islam guna membenarkan keputusannya tidak menaikkan suku bunga demi menstabilkan mata uang.

Tak hanya itu, pada Januari 2022, Erdogan mengganti kepala badan statistik Turki karena dirinya tidak senang dengan laporan inflasi yang disampaikan oleh badan statistik tersebut.

Pemimpin Turki itu juga menolak gagasan bahwa inflasi harus diperangi dengan menaikkan suku bunga utama, yang diyakini menyebabkan harga tumbuh lebih tinggi, kebalikan dari pemikiran ekonomi konvensional.

Namun kebijakan tersebut justru memicu pasar modal juga ikut kena getah pemecatan ini. Bursa Efek Istanbul sementara waktu menghentikan perdagangan setelah indeks utamanya turun hampir sembilan persen.

Aksi ini ikut memukul bank-bank Eropa dengan eksposur aset Turki, termasuk BBVA Spanyol (BBAR) dan pemberi pinjaman Belanda ING. Tindakan ini juga menempatkan kurs mata uang Lira terjun bebas, bahkan yang terburuk dalam satu hari terhadap dolar AS dalam tiga tahun ini.

Market menyambut khawatir tindakan pemimpin Turki ini. Terakhir kurs mata uang Lira mengalami koreksi tajam dalam satu hari saat krisis mata uang pada 2018, yang menyebabkan hampir setengah nilainya terhadap dolar AS.

 

Bermain di sektor permintaan

Pengaruh kurs Lira juga menyebabkan laju inflasi Turki yang meroket gila-gilaan hingga 61,14 persen pada Maret 2022. Inflasi ini merupakan yang tertinggi dalam 20 tahun terakhir.

 

Bermain di sektor permintaan

Pengaruh kurs Lira juga menyebabkan laju inflasi Turki yang meroket gila-gilaan hingga 61,14 persen pada Maret 2022. Inflasi ini merupakan yang tertinggi dalam 20 tahun terakhir.

Pada Februari 2022, Erdogan memutuskan untuk memangkas pajak pertambahan nilai dari delapan persen menjadi satu persen khusus pembelian makanan. Selain memberikan diskon pajak, dia juga meminta para perusahaan makanan menurunkan harga jual sebesar tujuh persen.

Menurutnya, hal tersebut berperan penting dalam menjaga inflasi. Namun, lagi-lagi, inflasi di Turki masih tetap tinggi. Berbagai kritik menyebutkan bahwa inflasi tinggi yang dialami Turki disebabkan karena keputusannya untuk menekan suku bunga.

Karena kebijakan Erdogan, inflasi di Turki juga dipicu oleh perang antara Rusia dan Ukraina. Sebab, harga sejumlah bahan pangan dan bahan bakar melonjak.

Inflasi tinggi yang bersifat persisten merupakan masalah utama perekonomian Turki sejak tahun 1970-an akhir hingga saat ini. Inflasi tinggi disebabkan oleh permasalahan sisi permintaan dan penawaran sekaligus.

Pertumbuhan ekonomi Turki yang tinggi tidak berkelanjutan. Hal ini disebabkan oleh masalah struktural, defisit neraca berjalan dan neraca modal. Perekonomian Turki mengimpor lebih banyak barang dan jasa dibanding ekspor. Aliran modal keluar lebih besar dibanding aliran modal masuk.


 

 

Pertumbuhan ekonomi tak imbang


Pertumbuhan ekonomi tinggi diikuti oleh suku bunga tinggi. Hal ini menyebabkan cost of fund menjadi mahal. Permintaan kredit berkurang yang menyebabkan penurunan kegiatan ekonomi.

Kapasitas perekonomian Turki tidak mampu mengimbangi kenaikan permintaan dalam negeri. Ketidakseimbangan sisi permintaan dengan penawaran menyebabkan inflasi naik secara persisten. Inflasi tinggi berlangsung dalam jangka panjang.

Kapasitas perekonomian yang rendah, tidak mampu memenuhi kenaikan permintaan domestik, menyebabkan impor meningkat. Akibatnya, defisit current account semakin lebar. Perekonomian Turki dipaksa untuk berproduksi melebihi kapasitas yang dimiliki. Pertumbuhan aktual lebih besar dari potensinya.



 

Intervensi otoritas moneter


Pemahaman Erdogan, mengenai kebijakan moneter menjadi sumber masalah perekonomian Turki. Erdogan mengintervensi otoritas moneter untuk menerapkan rezim suku bunga rendah saat inflasi tinggi. Kebijakan ini menciptakan kekacauan ekonomi, inflasi semakin jauh dari target CBRT sekitar lima persen.

Atas dasar permasalahan-permasalahan tersebut, Erdogan pun mengeluarkan beberapa kebijakan, salah satunya akan memperpanjang pemotongan pajak bagi hasil dan bunga tabungan untuk menekan pelemahan kurs mata uang Lira. Adapun pengurangan pajak ini berlaku khusus pajak bunga deposito.

Kemudian Erdogan berupaya mengembalikan kekuatan kurs mata uang Lira dan ekonomi secara umum. Erdogan pun menyiapkan reformasi ekonomi, salah satunya kebijakan Turki bidang fiskal keuangan publik akan memerangi inflasi, memperkuat sektor keuangan, mengurangi defisit neraca berjalan, dan mendorong lapangan kerja.

Stabilitas makro ekonomi adalah prioritas utama pemerintah Turki. Tak hanya itu, Erdogan berjanji memangkas laju inflasi menjadi satu digit dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

 

Menebus kesalahan atau bertanggung jawab?




Menebus kesalahan atau bertanggung jawab?

Erdogan bertekad memperpanjang kekuasaannya dalam pemilihan presiden yang digelar pada 14 Mei 2023. Dia menghadapi tantangan ekonomi terbesarnya sejak Partai AK berkuasa pada 2002.

Dia berupaya menumbuhkan ekonomi melalui investasi, lapangan kerja, produksi, ekspor, dan surplus saat ini.

‘’Kami akan menurunkan inflasi hingga satu digit dan pasti menyelamatkan negara kita dari masalah ini," kata Erdogan kepada pendukungnya di sebuah stadion di Ankara.

Pemerintahan Erdogan menargetkan pertumbuhan tahunan sebesar 5,5 persen pada 2024 — 2028 dan PDB 1,5 triliun dolar AS pada akhir 2028. Dalam pemilihan presiden bulan depan, Erdogan akan menghadapi kandidat aliansi oposisi utama Kemal Kilicdaroglu.

Dalam hasil survei terbaru Metropoll, 42,6 persen responden akan memilih Kilicdaroglu. Sementara 41,1 persen suara mendukung Erdogan pada pemungutan suara putaran pertama, dengan dua kandidat presiden lainnya menerima dukungan 7,2 persen.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler