Kasasi Kejagung Dikabulkan MA, Bos KSP Indosurya Dihukum 18 Tahun Penjara

Sebelumnya di PN Jakarta Barat, Henry Surya divonis lepas dari tuntutan jaksa.

ANTARA/Galih Pradipta
Ketua KSP Indosurya Cipta Henry Surya (kanan). Mahkamah Agung dalam putusan kasasinya menghukum Henry Surya dengan hukuman 18 tahun penjara dan denda Rp 15 miliar di kasus dugaan korupsi KSP Indosurya. (ilustrasi)
Rep: Rizky Suryarandika, Bambang Noroyono Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) lewat putusan kasasinya mengubah putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar), dalam perkara dugaan korupsi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya. Alhasil, sang bos KSP Indosurya, Henry Surya dihukum 18 tahun penjara dan denda Rp 15 miliar.

Baca Juga


Sebelumnya, PN Jakbar memvonis lepas Henry Surya. Namun kini, MA berpendapat lain karena menilai Henry Surya bersalah di kasus ini.

"Batal judex facti. Adili sendiri. Terbukti Pasal 46 ayat 1 dan Pasal 3. Menjatuhkan pidana 18 tahun penjara, denda Rp 15 miliar subsider 8 bulan," tulis amar putusan yang dikutip dari laman resmi MA pada Rabu (17/5/2023).

Suhadi yang juga ketua kamar pidana MA duduk sebagai ketua majelis kasasi dalam kasus ini. Adapun Suharto dan Jupriyadi berperan sebagai hakim anggota. Putusan perkara ini diketok pada Selasa 16 Mei 2023.

Kasus ini berawal dari perbuatan Henry Surya yang dalam pendirian KSP Indosurya Inti dan/atau KSP Indosurya Cipta pada tahun 2012 diduga telah melanggar peraturan perundang-undangan dalam menghimpun dana dari masyarakat, serta adanya penyelewengan dalam pengelolaan dana nasabah. 

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung (Jampidum Kejagung) Fadil Zumhana pernah menyebut, kerugian yang dialami masyarakat akibat perkara KSP Indosurya mencapai Rp 106 triliun. Menurut dia, ini kerugian terbesar sepanjang sejarah. Diperkirakan jumlah korban dari KSP Indosurya mencapai 23 ribu orang.

Namun, Henry Surya divonis bebas dalam persidangan di PN Jakbar pada 24 Januari 2023. Majelis Hakim PN Jakbar menyatakan, Henry memang terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun, kasus itu dinilai PN Jakbar tergolong sebagai perkara perdata. Majelis Hakim juga memandang kasus ini lebih baik diteruskan di Pengadilan Niaga karena tergolong perkara perdata

"Perkara bukan merupakan pidana, melainkan perdata," ujar hakim Syafrudin. 

JPU awalnya menuntut Henry Surya dengan pidana penjara 20 tahun denda Rp 200 miliar subsider 1 tahun kurungan. Atas vonis lepas PN Jakbar yang jauh dari tuntutan tersebut, JPU pun mengajukan kasasi ke MA yang berujung berubahnya vonis terhadap Henry Surya.

 


Pada 14 Maret 2023, Mabes Polri kembali menahan Henry Surya ke sel tahanan. Penahanan itu dilakukan setelah Henry Surya kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim.

Pada penyidikan baru kasusnya kali ini, Henry Surya dijerat dengan sangkaan Pasal 263 dan Pasal 266 KUH Pidana, serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Direktur Tipideksus Brigadir Jenderal (Brigjen) Whisnu Hermawan menerangkan, Henry Surya resmi ditetapkan tersangka, pada Senin (13/3/2023). Pada Selasa (14/3/2023), tim penyidikannya melakukan penangkapan kembai terhadap Henry Surya di Apartemen Raflesia, di Kawasan Kuningan, Jakarta Selatan (Jaksel).

“Setelah dilakukan penangkapan, tersangka HS (Henry Surya) kita lakukan penahanan,” begitu kata Whisnu dalam konfrensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (16/3/2023).

Whisnu saat itu menerangkan, perkara baru yang menjerat Henry Surya sebagai tersangka lagi kali ini, berbeda dengan kasus KSP Indosurya yang pertama. Penetapan Henry Surya sebagai tersangka lagi saat ini, kata Whisnu, terkait dengan pemalsuan dokumen dan TPPU. Karena itu penjeratan sangkaan dalam perkara baru ini, menggunakan Pasal 263, dan Pasal 266 KUH Pidana.

“Ini (pemalsuan dan TPPU) berbeda dengan kasus yang terdahulu (penggelapan dan penipuan),” terang Whisnu.

Whisnu menerangkan, duduk perkara kasus baru yang bakal menyeret Henry Surya kembali ke persidangan, menyangkut masalah otentifikasi dalam persyaratan pembuatan lembaga koperasi. Whisnu mengatakan, dari hasil penyidikan, dan gelar perkara didapatkan bukti, tentang pendirian KSP Indosurya pada 2012 lalu, didasari atas pemalsuan dokumen-dokumen pendirian. Pun ditengarai cacat formal sehingga dinilai tak legal.

“Kami sudah temukan bahwa perbuatan HS ini dalam pembuatan KSP (Koperasi Simpan Pinjam) itu cacat. Dan bahkan saudara HS ini berniat jahat dalam pendirian KSP Indosurya ini,” terang Whisnu.

Karena dinilai melakukan pemalsuan dokumen pendirian, dan dinilai cacat sebagai koperasi, menurut Whisnu dalam operasionalnya, KSP Indosurya menjadi lembaga koperasi yang melanggar hukum. Sehingga, menurutnya, kegiatan usaha apa pun yang dilakukan oleh Henry Surya dengan KSP Indosurya-nya, menjadi ilegal.

“Jadi dalam perkara ini penyidikan yang dilakukan adalah terkait akar masalahnya. Yaitu bahwa HS melakukan perbuatan seolah-olah mendirikan koperasi, yaitu koperasi Indosurya,” kata Whisnu.

Dalam menjalankan koperasi ilegal tersebut, kata Whisnu, Henry Surya mengumpulkan dana nasabah dalam jumlah fantastis mencapai Rp 106 triliun. Dalam penyidikan, kata Whisnu, KSP Indosurya pun pada 2018 mengeluarkan produk perbankan, berupa penjualan investasi dalam bentuk medium term note (MTN), atau surat utang jangka menengah.

Dalam penjualan produk MTN tersebut, Henry Surya, berhasil menangguk uang nasabah sekitar Rp 15,9 triliun. Akan tetapi, dalam praktiknya, kata Whisnu, penjualan MTN oleh KSP Indosurya tersebut, sempat dilarang oleh regulator karena koperasi tersebut sebetulnya cacat formal. 

Whisnu juga menambahkan, terkait dengan TPPU, tim penyidikannya juga menemukan 23 perusahaan cangkang milik Henry Surya. Puluhan perusahaan cangkang itu, diduga menjadi tempat bagi Henry Surya dalam menyamarkan praktik manipulasinya selama menjalankan koperasi ilegal.

“Jadi koperasi yang didirikan oleh HS ini hanyalah koperasi pura-pura,” ujar Whisnu.

Pengacara Henry Surya, Soesilo Ari Wibowo, kepada Republika, Rabu (15/3/2023) sudah mengetahui status hukum baru kliennya di Dirtipideksus Bareskrim Polri saat ini. Namun, menurut dia, penetapan tersangka terhadap Henry Surya hanya akan menghasilkan kputusan hukum yang sama di pengadilan negeri nantinya.

"Saya berpendapat kasus ini, akan nebis in idem di pengadilan," ujar Soesilo.

Nebis in idem adalah istilah dalam hukum yang artinya tak bisa memeriksa, ataupun memidanakan seseorang, atas kasus, atau pokok perkara serupa yang sudah berkekuatan hukum tetap di pengadilan. Meskipun begitu, Soesilo mengaku menghormati apa pun setiap proses hukum terkait nasib kliennya itu.

“Kita tetap menghormati proses hukum yang ada. Tetapi nanti kita akan lihat saja di pengadilan,” ujar Soesilo.

 

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia - (Strait Times)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler