Jalani Terapi di Periode Emas, Penderita Strok Bisa Sembuh Maksimal
Ada periode emas yang harus dimanfaatkan untuk terapi penderita strok.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktisi kesehatan ahli terapi okupasi Endang Widiyaningsih memaparkan pasien strok dapat disembuhkan secara maksimal. Hanya saja, ada waktu yang disebut sebagai "golden period" alias periode emas yang sebaiknya tak dilewatkan.
"Golden period adalah waktu pemulihan di mana pasien bisa menerima input lebih cepat dibandingkan pada waktu lainnya," kata Endang dalam acara diskusi terkait peran terapi okupasi bagi pasien strok yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat (19/5/2023).
Endang mengatakan golden period adalah waktu tiga sampai enam bulan pascaserangan strok. Dalam periode ini, respons tubuh dalam menerima input terapi lebih baik dibandingkan waktu lainnya.
Endang menganjurkan kepada para pendamping agar membawa penderita strok ke rumah sakit pada periode ini agar segera menjalani terapi secara konsisten untuk memaksimalkan potensi kesembuhan. Bagaimana jika strok terjadi sudah bertahun lamanya?
"Bukan berarti yang sudah menahun tidak bisa sembuh ya, tetap bisa, tapi pada periode ini lebih maksimal," ujar terapis okupasi yang praktik di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON) Mahar Mardjono, Jakarta itu.
Endang menyebutkan kesembuhan pasien strok sangat bervariasi, tergantung seberapa parah penyakit yang diderita dan seberapa konsisten terapi dilakukan oleh pasien. Bentuk terapinya akan berbeda setiap pasien, tergantung dengan hasil diagnosis yang diberikan oleh dokter.
Bahkan, beberapa pasien strok ada yang dapat disembuhkan tanpa harus menjalani terapi. Endang menjelaskan tahapan pertama adalah terapi yang melatih motivasi gerak pasien agar bisa melakukan lebih baik dari sebelumnya.
"Misalnya dengan gelas, targetnya adalah apakah pasien mampu memegang gelas dengan baik, kalau bisa memegang gelas namun kurang tinggi, maka diupayakan supaya bisa lebih tinggi lagi," ujarnya.
Tahap kedua adalah terapi yang melatih fungsi gerak. Pasien belum diberikan beban seperti simulasi gerakan untuk makan dan minum.
"Di sini, kami ajarkan pasien agar belajar memegang sendok dan mengarahkannya ke mulut, kami akan mengoreksinya apakah sudah benar atau belum," ujarnya.
Yang terakhir, lanjut Endang, adalah tahapan supervisi dari pendamping. Di tahap ini, pasien sudah dapat beraktivitas sebagaimana sebelumnya dengan pengawasan keluarga.
Terapi okupasi adalah perawatan yang mempunyai tujuan untuk membantu seseorang yang mempunyai keterbatasan fisik, mental, serta kognitif. Terapi okupasi telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor 571 Tahun 2008 yang berperan dalam membantu meningkatkan kualitas hidup pasien agar dapat hidup mandiri dengan baik meskipun dengan memodifikasi alat, cara, dan lingkungannya.