Populer Sepekan, Drama Penembakan Hingga Bantahan Bahar Smith Keturunan Nabi
Pengamat menilai kasus penembakan Bahar Bin Smith bisa dihentikan jika tak ada bukti.
REPUBLIKA.CO.ID, Kasus dugaan penembakan terhadap Bahar Bin Smith masih menjadi perbincangan hangat publik dalam sepekan terakhir. Tidak hanya soal kasus penembakan, tetapi juga terkait dengan pertanyaan terhadap nasab Bahar Smith sebagai keturunan nabi yang diragukan sejumlah pihak.
Terkait dengan kasus, dalam perkembangan terakhir, hasil visum telah keluar. Polres Bogor akan meminta keterangan dokter forensik yang melakukan visum terhadap Bahar Bin Smith. “Kami masih akan meminta keterangan dokter forensik yang melakukan visum et refertum,” kata Kapolres Bogor, AKBP Iman Imanuddin kepada Republika, Sabtu (20/5/2023).
Polisi juga masih mendalami keterangan saksi dan penelusuran terhadap CCTV. Setidaknya sudah ada 16 orang saksi diperiksa. Belum ada kesimpulan, apakah Bahar Bin Smith benar ditembak atau tidak?
Adapun terkait keturunan Habib dipersoalkan oleh pimpinan Pondok Pesantren Roudlatul Fatihah Plered, Bantul, KH Muhammad Fuad Riyadi atau dikenal dengan panggilan Gus Fuad Plered. Ia juga menilai, penembakan itu hanya sebuah drama.
"Jadi, intinya Bahar Smith itu bohong aja anunya itu. Untuk mengalihkan isu tentang nasab. Sudah, kita fokus saja persoalan ilmiah, buktikan nasab Ba'alawi itu sampai tersambung ke Rasulullah, benar, apa nggak? Buktikan! Karena ini sudah terbukti berbahaya dan merusak agama, bangsa, dan negara, gitu loh, intinya tuh di situ. Nanti ada isu apa lagi, nanti ada isu apa lagi," katanya.
Nasab Bahar Dipersoalkan
KH Imaduddin Utsman al-Bantani, ketua Komisi fatwa MUI Banten, dan Pengurus LBM PBNU) sebelumnya telah menerangkan seputar bantahannya terhadap nasab Bahar Smith keturunan Nabi dalam artikel di laman Nahdlatul Umum dengan judul 'Menjawab Bantahan Nasab Bahar Smith'.
Ia membantah klaim Bahar dalam video berjudul, “LIVE!! BANTAHAN HABIB BAHAR !! ATAS PERNYATAAN IMADUDDIN USTMAN DAN BAGI YG MENGAKU CUCU WALISONGO!!
"Dalam video itu dapat kita saksikan, Bahar berusaha menampilkan bukti tentang keabsahan nasab para habib di Indonesia. Di antara kitab yang dijadikan rujukan adalah kitab nasab Tahdzubul Ansab karya Al-Ubaidili (w. 437) dan As-Syajarah Al Mubarokah karya Imam Fahrudin Ar-Razi (w. 606)," tulisnya di Imaduddin yang telah dikonfirmasi Republika, belum lama ini.
Menurut dia, penyampaian Bahar ketika mencari dalil mulai dari bahwa Nabi Muhammad SAW, mempunyai anak Siti Fatimah sampai Ahmad bin Isa tidak ada masalah. Walaupun, kata dia, dengan bacaan yang salah secara ilmu nahwu dan shorof ketika membaca hadis dan kitab, tetapi keterangannya masih dianggap tidak melenceng.
Kitab yang dijadikan rujukan untuk mencari dalil tentang Muhammad an Naqib, Isa Ar-Rumi dan Ahmad bin Isa, adalah kitab Tahdzibul Ansab dan As-Syajarah al Mubarokah, dua kitab primer ilmu nasab tertua. "Sampai di situ tidak ada masalah," tulisnya.
Namun, ketika mencari dalil, apakah Ahmad bin Isa punya anak bernama Ubaidillah, Bahar tidak menggunakan dua kitab itu, tapi ia ngancleng ke kitab abad ke-12 Hijriah yang ditulis oleh kalangan habib sendiri, yaitu kitab Syarhul Ainiyah karya Habib Ahmad bin Zein Al Habsyi (w. 1144 h).
Padahal, menurut dia, ahli nasab dari masa ke masa, mulai abad ke-5 sampai abad-9 Hijriah tidak ada yang menyebutkan nama ubaidillah sebagai anak Ahmad. Padahal, anaknya, yaitu Alawi bin Ubaidillah, yang wafat pada tahun 400 Hijriah.
Hal lain yang Bahar sampaikan, kata dia, adalah tentang walisongo. Menurut Bahar, seperti dituturkan Imaduddin, walisongo itu habaib, tapi turunannya tidak ada alias terputus. Tidak ada keturunan walisongo. "Ini yang lucu. Bahar seperti lupa kalau Kesultanan Cirebon masih ada sampai sekarang dan sultannya secara estafet adalah keturunan garis laki dari Sunan Gunung Jati."
Mengenai nasab walisongo sebagai dzuriyat Nabi Muhammad SAW, menurut dia, memang masyhur. Namun, jalur silsilahnya ada beberapa riwayat berdasarkan manuskrip kuno dan ranji yang tersimpan. Di antaranya disebut bahwa Sunan Gunung Jati itu keturunan Musa Al-Kadzim.
Dalam tulisan itu, lalu disimpulkan bahwa keluarga Habib Ba Alawi yang menjadi akar nasab Bahar Bin Smith (Sumaith) tertolak secara ilmiyah sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW karena keluarga ini bernisbah kepada Ahmad bin Isa setelah 651 tahun dari wafatnya Sayyid Ahmad bin Isa tanpa sanad. Kitab-kitab yang ditulis terdekat dengan masa Sayyid Ahmad bin Isa tidak mengonfirmasi adanya Alawi dan Ubaidillah sebagai cucu dan anak dari Ahmad bin Isa.
Alawi dan Ubaidillah ditulis sebagai anak dan cucu Ahmad bin Isa dalam kitab-kitab nasab jauh setelah lebih dari 650 tahun. Tentunya aneh jika orang yang tidak ada dikenal sebagai keturunan Ahmad bin Isa lalu kemudian setelah 651 tahun disebut sebagai keturunannya tanpa sanad yang tersambung (muttasil).
Kedudukan riwayat nasab semacam Ba Alawi ini dalam ilmu hadits masuk dalam kategori maudlu (palsu). Mashurnya penyebutan Ba Alawi masa kini (tahun 1444 H) sebagai keturunan Nabi tidak bisa dijadikan pegangan kesahihan nasab mereka. Seperti sebuah hadits yang masyhur di tengah-tengah masyarakat belum tentu hadits itu sahih.
Tentu pengakuan yang sudah berjalan selama 448 tahun itu, mulai dari ditulisnya kitab an-Nafhah, dilanjut kitab-kitab lainnya dari keluarga mereka, dan masifnya penyebaran melalui tulisan, ceramah, dan media sosial yang dilakukan, menjadikan doktrin itu menjadi masyhur dan istifadloh. "Tetapi Syuhroh wal istifadoh, jika bertentangan dengan data primer menjadi tidak berguna, ia tidak dapat menjadi patokan kesahihan," tulis Imaduddin.
Sebagai gambaran, nasab Alawi yang selama ini disebut masuk keturunan Nabi Muhammad SAWA yakni Alawi (w. 400 H) bin Ubaidillah (w. 383 H) bin Ahmad (w. 345 H) bin Isa an-Naqib (w. 300 H) bin Muhammad An-Naqib (w. 250 H) bin Ali al-Uraidi (w. 210 H) bin Ja’far al-Shadiq (w. 148 H) bin Muhammad al Baqir (w. 114 H) bin Ali Zaenal Abidin (w. 97 H) bin Sayidina Husain (w. 64 H) bin Siti Fatimah az-Zahra (w. 11 H) binti Nabi Muhammad s.a.w (w. 11 H).
Penembakan habib bahar
Kembali ke kasus penembakan Bahar Bin Smith, sejumlah pihak meminta agar penyidik segera membuka alat bukti. Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, mengatakan bahwa pihak kepolisian dapat mengabaikan kasus dugaan penembakan tersebut jika laporannya tidak serius.
“Kalau laporannya tidak serius, polisi bisa mengabaikan. Banyak urusan kepolisian yang lebih penting pada masyarakat yang lain daripada menanggapi sesuatu yang tidak serius,” ujar Bambang Rukminto saat dihubungi melalui pesan singkat, Jumat (19/5).
Pihak Habib Bahar bin Smith sendiri telah melaporkan kasus ini ke Polsek Kemang, Kabupaten Bogor, pada Jumat (12/5) lalu. Dalam laporannya itu, pihak kepolisian hanya mendapatkan bukti bercak darah yang menempel di sorban korban.
Namun, polisi tidak menemukan proyektil peluru di lokasi dan tak ada saksi mata yang melihat saat Habib Bahar bin Smith ditembak. Hingga saat ini, pihak kepolisian masih menunggu hasil visum dari rumah sakit.
Bambang Rukminto mengatakan, semestinya korban juga bersikap kooperatif dalam memberikan laporan kepada pihak berwajib. Sebab, kata dia, sikap yang tidak kooperatif bisa diasumsikan sebagai sesuatu yang tak serius dan main-main.
Kemudian, apabila terbukti tidak serius, pihak kepolisian layak menanyakan kepada yang bersangkutan mengenai motif membuat laporan tersebut. “Dan kalau diteruskan, kepolisian bisa juga mengusut soal penyebaran berita bohong,” ucap Bambang Rukminto.
Dosen hukum pidana Universitas Bandar Lampung, Zainuddin Hasan, menilai kasus Bahar Smith bisa dihentikan jika dua alat bukti yang menjadi standar minimal hukum pidana tidak terpenuhi. "Kalau tidak ada dua alat bukti, ya, hentikan kasusnya," ujarnya.
Menurut Zainuddin, ada lima alat bukti dalam hukum pidana, di antaranya keterangan saksi langsung, surat dokumen (visum atau hasil lab), petunjuk (seperti proyektil/alat bukti), keterangan tersangka, dan keterangan ahli. "Jadi, penyidik harus cari bukti-bukti ini," ujarnya.
Ia juga mendorong agar kasus ini dibuka secara transparan agar publik bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. "Buka hasil visumnya ke publik," katanya.