Kian Dikenal di Mancanegara, Obat Herbal Indonesia Harus Terus Dikembangkan

Pengakuan dari masyarakat internasional perlu direspons cepat oleh Indonesia.

Republika/Agung S
Obat herbal dijual di toko obat (ilustrasi).
Rep: Bowo Pribadi Red: Yusuf Assidiq

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Penggunaan obat herbal Indonesia, termasuk jamu, dalam beberapa tahun terakhir tidak hanya dikembangkan di dalam negeri. Tetapi juga oleh masyarakat di luar negeri.

Maka itu, saat membuka Rakerda Gabungan Pengusaha Jamu dan Musda Himpunan Apoteker Seminat Obat Tradisional (Himastra) Jawa Tengah, Wakil Gubernur (Wagub) Jateng, Taj Yasin Maimoen, meminta agar obat herbal Indonesia terus dikembangkan.



Di hadapan para peserta rakeda dan musda, wagub menceritakan pengalamannya ketika melakukan ibadah umroh, selalu ada warga lokal (Arab Saudi) yang meminta obat herbal cair dan minyak angin yang dibawa jamaah umroh asal Indonesia.

Pengalaman ini juga dialami sendiri oleh wagub ketika umroh, yang selalu membawa sejumlah produk herbal cair dan minyak angin. Mereka (warga setempat) sering menanyakan dan meminta kepadanya.

“Artinya, mereka sudah mengakui bahwa obat herbal itu memiliki khasiat dan bermanfaat,” ungkapnya, di Hotel Candi Indah, Kota Semarang, Rabu (24/5/2023).

Di beberapa negara, lanjut wagub, jamu bahkan sudah dijadikan sebagai bagian dari sistem kesehatan nasional. Contohnya di China dan Jepang. Maka pengakuan dari masyarakat internasional itu perlu direspons cepat oleh Indonesia.

Apalagi Indonesia adalah gudangnya rempah-rempah. Harusnya ini diadopsi juga di Indonesia, mengingat sejak sebelum bangsa ini merdeka, ada jalur rempah yang dahulu sempat masyur di Nusantara.

Artinya jalur-jalur kesehatan di Indonesia sudah pernah ada dan dikenal oleh bangsa-bangsa di dunia. Karena dibutuhkan oleh negara-negara maju maupun negara berkembang. “Seperti jamu kita yang  menjadi kekuatan tersendiri saat pandemi global Covid 19 melanda,” tegasnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, pemanfaatan obat herbal ini harus terus dikembangkan. Dalam pengembangannya, perlu ada kerja sama di antara para stakeholder, seperti dokter, kampus yang memiliki jurusan ilmu kedokteran, apoteker, dan BPOM.

Ini harus didorong dan bekerja sama (kolaborasi) antara IAI Himastra yang memiliki perhatian pada pengembangan jamu tradisional nasional, termasuk para pengusaha jamu tradisional juga  harus sering berkomunikasi juga BPOM.

“Kerja sama antar stakeholder di bidang kesehatan diperlukan agar produsen jamu memproduksi jamu yang teruji klinis dan aman dikonsumsi bagi kesehatan,” ujar Taj Yasin.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler