KPK Sita Uang Rp 1,5 Miliar dari Staf Partai Demokrat Terkait Kasus Ricky Ham Pagawak
KPK menyita uang sebesar Rp 1,5 staf Partai Demokrat dalam kasus Ricky Ham Pagawak.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang sebesar Rp 1,5 miliar dari seorang staf DPP Partai Demokrat bernama Reyhan Khalifa. Penyitaan ini dilakukan saat Reyhan diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap, gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Bupati nonaktif Mamberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak pada Rabu (24/5/2023).
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan, pihaknya menyita uang tersebut karena diduga berkaitan dengan kasus yang tengah menyeret nama Ricky Ham Pagawak. "Dilakukan penyitaan uang Rp 1,5 miliar dari saksi dimaksud (Reyhan)," kata Ali kepada wartawan, Kamis (25/5/2023).
Selain itu, sambung Ali, tim penyidik KPK juga meminta keterangan Reyhan mengenai aliran dana dalam kasus tersebut. "Tim penyidik mendalami pengetahuan saksi tersebut antara lain terkait dengan dugaan aliran uang tersangka RHP (Ricky Ham Pagawak) ke beberapa pihak," ujar dia.
KPK telah menetapkan Ricky Ham Pagawak (RHP) sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait proyek pembangunan infrastruktur di Kabupaten Mamberamo Tengah. Setelah melakukan pengembangan kasus, KPK kemudian menetapkan kembali Ricky Ham Pagawak sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Sejak ditetapkan sebagai tersangka, Ricky Ham Pagawak sempat menghilang dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) KPK sejak 15 Juli 2022. Ricky Ham Pagawak sempat melarikan diri ke Papua Nugini selama tujuh bulan.
Pelarian Ricky Ham berakhir setelah penyidik KPK mendeteksi keberadaannya di Indonesia pada awal Februari 2023. Hingga akhirnya ditangkap di Abepura pada 19 Februari 2023.
Selain Ricky Ham, KPK juga menetapkan tiga tersangka lain dari pihak swasta selaku pemberi suap. Yakni Direktur Utama PT Bina Karya Raya (BKR) Simon Pampang (SP), Direktur PT Bumi Abadi Perkasa (BAP) Jusieandra Pribadi Pampang (JPP), serta Direktur PT Solata Sukses Membangun (SSM) Marten Toding (MT).