Didik J Rachbini: Terbuka Kehadiran Poros Keempat Golkar-PAN
Koalisi Partai Golkar dan PAN bisa mengusung capres dan cawapres sendiri di pilpres.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor Universitas Paramadina, Prof Didik Junaidi Rachbini, menilai, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) sudah hampir bubar. Apalagi PPP sudah menyeberang lebih dahulu ke PDIP dengan mendukung calon presiden (capres) Ganjar Pranowo, meskipun belum final. Adapun KIB terdiri Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
"PPP tempatnya bukan di situ, karena arus bawahnya berkiblat ke calon presiden yang lain. Ini merupakan faktor ketidakstabilan baru di PPP sendiri sehingga pasca-Jokowi pasti akan ribut kembali karena perubahan kepemimpinan PPP adalah pesanan dari luar," kata Didik di Jakarta, Sabtu (27/5/2023).
Menurut dia, yang tersisa adalah partai besar pada masa lalu, yaitu Golkar, yang sekarang lemah dan sudah diobang-ambingkan faktor dan kekuatan eksternal. Juga, PAN dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sedang melakukan reorientasi ke mana arah dukungan selanjutnya setelah KIB bubar.
"Momentum transisi ini sangat berpeluang besar bagi Golkar dan PAN untuk membuat membuat poros ke-empat demi memperkuat ketahanan partai. Jika mengekor saja, maka partai pengekor tidak akan mendapat tambahan suara, kecuali dapat jatah menteri kemudian hari," ujar Didik.
Baca: Rektor Paramadina: Jokowi Faktor Signifikan dalam Kontestasi Pilpres 2024
Dia menilai, partai berlambang beringin pernah besar dan sebenarnya menjadi partai paling stabil pada saat ini. Golkar semestinya berkehendak untuk membuat debut sendiri dan mengusung capresnya karena diharapkan berdampak kepada elektabilitas partainya.
"Ini merupakan peluang untuk berkiprah mengusung pasangan sendiri sehingga bisa membuat peta politik baru menjadi empat pasangan dan koalisi baru Golkar PAN cukup untuk mengusungnya," ucap Didik.
Jika Golkar dan PAN bergabung dengan enam koalisi partai dan mengusung Prabowo Subianto, kata dia, dua partai itu hanya menjadi pengekor. Dampak positif Pilpres 2024 hanya akan dinikmati Gerindra saja. "Golkar tidak mendapat apa-apa dalam hal votes, kecuali jatah menteri. Itu pun jika menang," kata eks politikus PAN tersebut.
Didik menganggap, momen sekarang sebenarnya kesempatan atau peluang besar bagi Golkar dan PAN maupun partai tengah lain untuk berkiprah mengusung capres sendiri. Jika Golkar mengusung Airlangga, sambung dia, dinamika partainya akan hidup selama Pilpres 2024 daripada mengusung kader partai lain. Wakil dari kader PAN menjadi cawapres bisa bergabung dengan Golkar.
"Apalagi jika Golkar berhitung matematis votes secara strategis mengusung kader barunya, M Ridwan Kamil, sebagai calon presiden, maka suara Jawa Barat akan disapu bersih. Golkar akan mendapat manfaat besar dalam demokrasi terbuka ini," ucap Didik.
Menurut dia, koalisi yang lebih tersebar menghindarkan dominasi kekuasaan yang otoriter seperti sekarang ini. Koalisi 82 persen, kecuali Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di parlemen menyebabkan demokrasi terancam dengan wajah pemerintah dan aparat yang sudah otoriter.
"Tentu strategi koalisi pilpres seperti ini dengan poros baru keempat akan menyebabkan pilpres dua tahap masuk ke perputaran kedua. Dua pasangan akan lanjut, partai-partai yang kalah berada di posisi ketiga dan keempat akan berhitung lagi dengan pembentukan koalisi baru. Golkar dan PAN tidak akan kehilangan kesempatan berkiprah pada putaran kedua ini," kata Didik.
Dia menyebut, ada tiga kemungkinan pasangan yang siap selama hampir setahun terakhir ini berdasarkan elektabilitas. Dengan komposisi tiga pasangan calon tersebut, maka tidak mungkin Pilpres 2024 berjalan satu putaran.
"Masuknya poros ke empat PG dan PAN tidak akan mengubah kemungkinan itu sehingga keduanya, PG dan PAN bisa menjajal ikut pesta demokrasi di pilpres sehingga akan mengambil keuntungan elektabilitas partainya. Jadi, inisiatif poros keempat bisa dikatakan rasional dilihat dari kepentingan partai-partai yang terus bersaing satu sama lainnya," ucap Didik.