Hasil Pilpres Turki, Erdogan Sementara Unggul dengan 56 Persen Suara
Tak ada kejadian minor selama proses pemungutan suara.
REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Penghitungan suara pilpres Turki berlangsung pada Ahad (28/5/2023) malam. Turki tak menjalankan exit poll. Namun, hasil awal diharapkan bisa diketahui beberapa jam setelah tempat pemungutan suara tutup pada pukul 17.00 waktu setempat.
Pada papan penghitungan laman berita Yeni Safak, yang dilihat pada pukul 22.23 WIB, dari penghitungan 49,4 persen suara, Recep Tayyip Erdogan sementara unggul dengan raihan 56 persen sedangkan Kemal Kilicdaroglu 43,6 persen.
Sedangkan di Hurriyet, penghitungan suara yang terpampang 49,39 persen. Erdogan memperoleh 56,36 persen dan Kilicdaroglu 43,64 persen.
Pada putaran kedua pilpres yang diikuti Recep Tayyip Erdogan dan Kemal Kilicdaroglu, terdapat lebih dari 60 juta pemilih yang resmi terdaftar. Termasuk di dalamnya, 4,9 juta pemilih pemula. Mereka memasukkan kertas suara ke 191.885 kotak suara.
Erdogan meminta komisi pemilu menjaga semua kotak suara hingga penghitungan suara tuntas. Dalam pernyataannya di Twitter, ia menyampaikan terima kasih ke semua pihak yang rela bekerja di tempat-tempat pemungutan suara sejak pagi buta.
‘’Saya meminta saudara saya menjaga kotak-kotak suara hingga penghitungan selesai. Saat ini waktunya melindungi kehendak bangsa kita hingga momen terakhir,’’ kata Erdogan seperti diberitakan laman Anadolu.
Presiden Supreme Election Council Ahmet Yener menyatakan tak ada kejadian minor selama proses pemungutan suara. ‘’Semua aduan telah ditangani pihak terkait dan saya berterima kasih kepada mereka yang telah membantuk menyukseskan pemilu ini.’’
Setelah memberikan suara di Istanbul, Erdogan menyatakan ini pertama kalinya putaran kedua pilpres terjadi di Turki. Ia juga gembira partisipasi pemilu termasuk tinggi. Sementara, Kilicdaroglu menyatakan, pilpres ini berlangsung dalam situasi sulit.
Menurut dia, banyak sekali fitnah dan penghinaan yang ia alami selama proses pemilu. ‘’Namun saya percaya, demokrasi akan menjelma, demikian pula kebebasan. Kelak warga Turki bisa bebas mengkritik para politisi,’’ katanya.
Patahkan prediksi politik
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan mematahkan prediksi politik dalam Pemilu. Ia berhasil menggalang pemilih konservatif religius dan nasionalis. Ia pun diprediksi akan kembali berkuasa setelah 20 tahun memimpin Turki.
Meski belum dipastikan menang dalam pemilihan putaran kedua melawan ketua koalisi oposisi Kemal Kilicdaroglu, Erdogan meraih momentum setelah memenangkan putaran pertama pada 14 Mei lalu dan sejumlah pengamat yakin Erdogan akan menang.
Kemenangan akan mengukuhkan kekuasaannya sebagai pemimpin yang mengubah Turki dari negara sekuler yang didirikan 100 tahun lalu agar lebih religius sesuai visinya sambil mengonsolidasikan kekuasaan ke tangannya.
Di panggung internasional Erdogan menjauh dari negara-negara Barat anggota NATO (Organisasi Pertahanan Atlantik Utara) dan mempererat hubungan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Ia menjadikan Turki sebagai salah satu kekuatan di kawasan yang diperhitungkan.
Kritikus mengatakan Turki semakin terpolarisasi selama 20 tahun kekuasaan Erdogan termasuk selama kampanye. Tapi ia justru menyerang balik oposisi yang ia tuduh "meracuni wacana politik."
"Kami akan terus merangkul bangsa kami, yang merupakan cara berpikir dari budaya kami, bila kami menang pada 28 Mei, atas izin Allah, semua orang dari 85 juta rakyat kami akan menang," katanya pada CNN Turki, Kamis (25/5/2023) lalu.
Pemungutan suara Ahad (28/5/2023) ini akan menjadi yang paling penting dalam sejarah modern Turki yang didirikan 100 tahun lalu. Oposisi memiliki peluang terbaiknya menyingkirkan Erdogan dan mengubah kebijakannya.
Namun tampaknya Erdogan akan tetap bertahan, oposisi salah langkah berharap krisis biaya hidup dan gempa yang menewaskan 50 ribu orang bulan Februari akan menjadi pukulan terhadapnya. Kritikus dan penyintas gempa marah atas lambannya respons pemerintah dan longgarnya peraturan konstruksi yang mengakibatkan banyak korban tewas.
Namun Partai AK yang berakar Islam konservatif menang di 10 dari 11 provinsi terdampak gempa. Koalisi partai berkuasa pun menjadi mayoritas di parlemen dalam pemilihan 14 Mei lalu. Erdogan menggunakan tema konservatif dengan menuduh lawannya pro LGBTQ+.
Erdogan juga menuduh Kilicdaroglu berpihak pada terorisme dan dekat dengan kelompok milisi Partai Pekerja Kurdi (PKK). Kilicdaroglu menyebut tuduhan tersebut sebagai fitnah. Erdogan berulang kali menggunakan video yang direkayasa untuk menuduh Kilicdaroglu dekat dengan PKK, kelompok yang menggelar pemberontakan yang menewaskan 40 ribu orang lebih.