Penelitian Ungkap Kota New York Terancam Tenggelam
Menurut penelitian ada lebih dari 1 juta bangunan tersebar di lima wilayah New York.
REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal Earth’s Future bulan ini mengungkap terjadinya penurunan muka tanah kota New York, Amerika Serikat (AS). Kecepatannya rata-rata satu hingga dua milimeter per tahun. Menurut penelitian tersebut, New York nantinya akan terendam air laut.
Penelitian mengungkapkan, terdapat lebih dari 1 juta bangunan tersebar di lima wilayah New York. Menurut tim peneliti, bobot dari semua struktur beton, logam, dan kaca berjumlah sekitar 1,7 triliun ton (1,5 triliun metrik ton). Jika diekuasi kira-kira sama dengan 4.700 gedung Empire State menekan bumi.
Tingkat kompresi bervariasi di seluruh New York. Di Midtown Manhattan, tingkat kompresi atau tekanan ke tanahnya rendah karena sebagian besar struktur bangunan didirikan di atas batu. Sementara beberapa bagian dari Brooklyn, Queens, dan pusat kota Manhattan berada di atas tanah yang lebih renggang. Artinya ketiga wilayah itu berpotensi terbenam lebih cepat akibat penurunan permukaan tanah.
“Itu tidak bisa dihindari. Tanah turun, dan air naik. Pada titik tertentu, kedua tingkat itu akan bertemu,” ujar Tom Parson dari U.S. Geological Survey yang memimpin penelitian tentang permukaan tanah di New York, dikutip Associated Press, Senin (29/5/2023).
Dia mengungkapkan, penelitian mencatat bahwa bangunan-bangunan di New York sendiri berkontribusi, meskipun secara bertahap, pada lanskap yang berubah. Parsons dan tim penelitinya mencapai kesimpulan menggunakan pencitraan satelit, pemodelan data, dan banyak asumsi matematis.
Penelitian tak dapat memperkirakan secara pasti kapan New York benar-benar akan tergenang dan terbenam. Momen itu bisa memakan waktu ratusan tahun. Namun Parsons memperingatkan bahwa sebagian kota lebih berisiko, terutama Manhattan.
“Ada banyak beban di sana (Manhattan), banyak orang di sana. Ketinggian rata-rata di bagian selatan pulau hanya satu atau dua meter di atas permukaan laut; sangat dekat dengan garis air. Jadi ini menjadi perhatian yang mendalam,” kata Parsons.
Meski menemukan adanya bobot yang sangat besar menekan New York, Parsons mengingatkan hal itu tak menjadi faktor tunggal penyebab turunnya permukaan tanah. “Bukan berarti kita harus berhenti membangun gedung. Itu tidak berarti bahwa bangunan itu sendiri adalah satu-satunya penyebab hal ini. Ada banyak faktor. Tujuannya (penelitian) adalah untuk menunjukkan ini sebelumnya sebelum menjadi masalah yang lebih besar,” ucapnya.
Andrew Kruczkiewicz, peneliti senior dari Columbia University’s Climate School menyambut penelitian yang dikerjakan Parsons dan timnya. “Dari sudut pandang ilmiah, ini adalah studi penting,” ujarnya.
Hasil penelitian Parsons dan timnya dianggap dapat membantu menginformasikan pembuat kebijakan saat mereka menyusun rencana berkelanjutan untuk memerangi atau setidaknya mencegah gelombang pasang. “Kita tidak bisa duduk diam dan menunggu ambang kritis kenaikan permukaan laut terjadi. Karena menunggu bisa berarti kita akan kehilangan tindakan antisipatif dan langkah-langkah kesiapsiagaan,” kata Kruczkiewicz.
Kota New York bukan satu-satunya tempat di AS yang berpotensi tenggelam. San Francisco juga memberi tekanan besar pada tanah dan patahan gempa aktif di kawasan itu.