Politikus Demokrat: Sistem Proporsional Tertutup Menakuti dan Meneror Rakyat

Proporsional tertutup dinilai buat kedaulatan rakyat untuk memilih wakilnya hilang.

DPR RI
Politikus Demokrat Benny K Harman.
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Demokrat menjadi salah satu pihak yang menolak tegas sistem proporsional tertutup diterapkan dalam pemilihan umum (Pemilu). Sebab, rakyat tidak tahu siapa orang yang akan mewakilkan suara dan aspirasinya di lembaga legislatif nanti.

Baca Juga


"Sistem tertutup itu meneror, itu yang menakut-nakuti rakyat, itu yang merampok suara rakyat. Sistem tertutup itu merampok kedaulatan rakyat, kalau rakyat daulatnya dirampok, lalu mereka mempertahankan daulatnya masa tidak boleh," ujar Benny di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (30/5/2023).

Pernyataannya itu bukan omong kosong, karena sistem proporsional tertutup membuat kedaulatan rakyat untuk memilih wakilnya hilang. Rakyat juga tak memiliki kesempatan untuk mengenal anggota legislatif yang mewakili daerah pemilihannya.

"Sesuai juga dengan konstitusi, pemilu itu kesempatan rakyat untuk memilih anggota, bukan memilih partai politik. Memilih anggota, anggota DPR dan anggota-anggota DPR itu diusulkan oleh partai politik," ujar Benny.

"Yang memilih itu adalah rakyat, jangan rakyat dipaksa untuk memilih partai politik. Memilih anggota DPR dan untuk itu yang paling cocok itu adalah sistem proporsional terbuka," sambungnya menegaskan.

Mantan menteri hukum dan HAM Denny Indrayana mengeklaim telah mendapatkan bocoran putusan Mahkamah Konstitusi, yakni Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup alias sistem coblos partai. Namun, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI enggan berspekulasi tentang pelaksanaan Pemilu 2024 berdasarkan informasi tak resmi tersebut.

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengatakan, pihaknya mengikuti pemberitaan media massa bahwa Denny membocorkan putusan MK atas gugatan uji materi sistem proporsional terbuka. Kendati begitu, kata dia, KPU tidak akan berpegang pada informasi dari Denny tersebut karena tidak diketahui kebenarannya.

"KPU pegangannya nanti kalau sudah ada putusan MK dibacakan karena dari situlah kita mengetahui yang benar. Kalau yang sekarang ini (bocoran Denny), wallahualam, kita tidak tahu," kata Hasyim kepada wartawan di Jakarta, Senin (29/5/2023).

Menurut Hasyim, hanya Denny yang mengetahui kebenaran klaim bocoran putusan MK tersebut. Karena itu, sepatunya Denny menyampaikan kepada publik supaya persoalan ini menjadi jelas.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler