Antisipasi Larangan Eropa, Peremajaan Sawit Digencarkan
Uni Eropa kini menerapkan kebijakan antideforestasi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Uni Eropa kini menerapkan kebijakan antideforestasi atau European Union Deforestation Regulation (EUDR). Untuk mengantisipasi hal tersebut, Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Penguatan Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Affandi Lukman mengatakan program intensifikasi tanaman sawit menjadi sangat penting untuk meningkatkan produksi melalui program peremajaan sawit rakyat (PSR).
“Produksi sawit dalam empat tahun terakhir cenderung stagnan dan pemerintah mengambil kebijakan untuk tidak memperluas lahan sawit,” kata Rizal dalam webinar Palm Oil Financing Forum, Selasa (30/5/2023).
Dia menambahkan, intensifikasi tersebut juga dapat dilakukan dengan penerapan tata cara bercocok tanam sawit yang baik atau good agricultural practices. Khususnya dengan pengendalian hama, penyediaan bibit yang unggul, serta sistem pengairan yang baik.
Termasuk juga di dalamnya juga adalah penyediaan sarana prasarana perkebunan sawit yang dapat menghasilkan panen buah segar dengan kualitas yang bagus. Begitu juga dengan pengolahan yang efisien dan berproduktivitas tinggi serta logistik pengiriman yang baik.
“Ini tentu kita harapkan akan menghasilkan kualitas sawit yang baik pula. Apalagi kita mengantisipasi berlakunya peraturan EUDR maka sawit yang diekspor ke negara-negara Eropa harus memenuhi syarat,” jelas Rizal.
Dia menjelaskan, syarat tersebut mengharuskan buah sawit yang dihasilkan harus berasal dari lahan yang sah dan ditanam di lahan telah menjadi kebun sawit sebelum Desember 2020. Hal itu sebagai cut of death dari EUDR tersebut.
Selain itu, menurutnya, produksi juga harus mampu dibuktikan bahwa sawit yang diekspor ke Uni Eropa merupakan sawit yang ditanam berasal dari lahan bukan penggundulan hutan sejak Desember 2020.
Untuk itu, Rizal mengatakan dilakukannya joint mission atau misi bersama antara Indonesia dan Malaysia ke Brussels yang dilakukan pada Selasa (30/5/2023) hingga besok (31/5/2023) untuk bertemu sejumlah pengambil keputusan yaitu komisioner dan anggota parlemen. Pertemuan dilakukan untuk menyampaikan sejumlah hal yang dihadapi oleh negara penghasil kelapa sawit, termasuk di dalamnya adalah petani kecil yang bisa mempunyai potensi tidak dapat masuk dalam mata rantai sawit yang diekspor ke Eropa.