UEA Setujui RUU yang Mengatur Tempat Ibadah Non-Muslim

RUU tersebut bertujuan untuk mempromosikan nilai-nilai toleransi dan koeksistensi.

Gulf News
Situs Rumah Keluarga Ibrahim (Abrahamic Family House) di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA) menampung sebuah gereja, masjid, dan sinagoge. Bangunan ini berusaha mempromosikan toleransi.
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, ABU DHABI -- Dewan Nasional Federal (FNC) Uni Emirat Arab (UEA) menyetujui rancangan undang-undang (RUU) federal yang mengatur tempat ibadah bagi non-Muslim.

RUU tersebut bertujuan untuk mempromosikan nilai-nilai toleransi dan koeksistensi. Adapun aturan tersebut akan berlaku untuk semua tempat tersebut secara nasional, termasuk yang terletak di zona bebas.

Dilansir di Gulf News, Rabu (31/5/2023), keputusan ini terjadi dalam sesi yang dipimpin oleh Saqr Ghobash, Pembicara FNC di kantor pusat parlemen di Abu Dhabi.

RUU tersebut juga mengusulkan pembentukan sebuah komite, untuk memeriksa dan mengklasifikasikan kegiatan, ritus dan adat istiadat keagamaan non-Muslim di negara tersebut.

Berdasarkan rekomendasi kementerian terkait, Kabinet UEA akan memutuskan komposisi komite, sistem kerja, serta tanggung jawab lainnya.

Entitas yang kompeten akan mempertahankan pendaftaran peran dan tempat ibadah yang berlisensi atau ditunjuk. Data yang disimpan dalam pendaftaran ini harus berisi informasi yang tertuang dalam peraturan eksekutif RUU.

Selanjutnya, FNC memperkenalkan sebuah artikel tentang alokasi ruang ibadah, yang menetapkan sebagai berikut:

- Peraturan pelaksana rancangan undang-undang menetapkan syarat, persyaratan dan tata cara pengalokasian kamar-kamar ibadah oleh pejabat yang berwenang.

- Instansi yang berwenang akan mengeluarkan izin akhir yang memberikan tempat ibadah status hukumnya sejak tanggal penerbitan.

- Undang-undang yang diusulkan mewajibkan setiap tempat ibadah membuka rekening bank di bank lokal. Hal ini sejalan dengan aturan dan kriteria yang ditetapkan oleh peraturan pelaksana undang-undang tersebut.

Menurut RUU tersebut, seseorang yang melanggar ketentuan undang-undang, peraturannya, atau keputusan terkait akan dikenakan denda mulai. Jumlahnya berbeda tergantung jenis pelanggaran, mulai dari 100.000 hingga 3 juta dirham (Rp 408 juta hingga Rp 12,2 miliar).

Hukuman yang ditentukan dalam undang-undang diterapkan tanpa mengurangi hukuman yang lebih berat, yang diatur oleh undang-undang lainnya.

Tidak hanya itu, tempat ibadah yang ada bagi non-Muslim harus mematuhi aturan undang-undang yang diusulkan, dalam waktu enam bulan sejak implementasi peraturan eksekutif. Tenggat ini dapat diperpanjang hingga dua tahun, dengan setiap perpanjangan berlangsung selama enam bulan. 

Baca Juga


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler