Kesalahan Fatal Kapolda Sulteng Terkait Kasus Pemerkosaan Anak Versus Komnas PA

Irjen Agus dinilai tak punya kapasitas untuk memahami kasus kekerasan seksual.

Instagram/@bidhumaspoldasulteng
Kapolda Sulawesi Tengah Irjen Pol Agus Nugroho
Rep: Rizky Suryarandika Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mendesak Kapolda Sulawesi Tengah (Sulteng) Irjen Agus Nugroho mencabut pernyataannya soal kasus pemerkosaan terhadap anak berusia 15 di Parigi Moutong (Parimo). Agus memilih diksi persetubuhan anak di bawah umur daripada pemerkosaan dalam kasus itu. 

Baca Juga


"Kami mendesak Kapolda Sulteng segera mencabut pernyataannya yang menyebutkan bahwa kasus yang diderita putri remaja dari keluarga miskin ini bukanlah perkosaan tetapi hanyalah persetubuhan," kata Ketua Umum Komnas PA Arist Merdeka Sirait kepada Republika, Jumat (2/6/2023). 

Arist menuding Irjen Agus tak punya kapasitas dan kemampuan memadai untuk memahami kasus kekerasan seksual. Sehingga Irjen Agus mengeluarkan pernyataan yang jauh dari semangat perlindungan anak.  "Kapolda Sulteng gagal paham dan tidak punya perspektif perlindungan anak," ujar Arist. 

Arist menyayangkan pernyataan Irjen Agus seolah menggambarkan terjadinya suka sama suka di balik perkosaan ini. Padahal akibat tindakan para pelaku menyebabkan korban harus menjalani operasi rahim.  "Untuk diketahui dalam kasus ini tidak ada  istilah suka sama suka, apapun bentuknya," ucap Arist. 

 

Arist tak ingin pernyataan Irjen Agus justru makin menyalahkan sekaligus menjatuhkan stigma negatif terhadap korban.  "Atas peristiwa ini seolah-olah korban memperdagangkan diri untuk disetubuhi 11 orang pelaku. Waw, kejam!" lanjut Arist. 

Selain itu, Komnas PA mendukung Polda Sulteng untuk menerapkan hukuman maksimal hingga se-umur hidup atau hukuman mati terhadap para pelaku. Hal ini mengingat kasus tersebut merupakan kejahatan luar biasa yang berdampak seumur hidup bagi korban. 

"Apapun status dan latar belakang kehidupan korban dan dalam kondisi apapun korban harus mendapat perlindungan sebagai anak," ucap Arist. 

Sebelumnya, Irjen Agus Nugroho menyampaikan kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah atau ABG berusia 15 tahun di Parimo bukan sebuah pemerkosaan. Agus malah menganggapnya persetubuhan anak di bawah umur ketimbang perkosaan. Agus beralasan kasus kekerasan seksual terhadap korban terjadi karena tidak ada unsur kekerasan maupun ancaman. 

"Dalam perkara ini tidak ada unsur kekerasan, ancaman, ataupun ancaman kekerasan termasuk juga pengancaman terhadap korban," ucap Irjen Agus dalam jumpa pers baru-baru ini. 

Kasus gang rape atau kekerasan seksual massal yang dilakukan sebelas orang terhadap ABG 15 tahun di Parimo melibatkan oknum anggota Brimob, Kades hingga guru. Perkosaan terjadi sejak April 2022 hingga Januari 2023.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler