Bantah Kapolda Sulteng, Kompolnas Akui Kekerasan Seksual dalam Kasus di Parimo
Kompolnas membantah Kapolda Sulteng dengan sebut ada kekerasan seksual di Parimo.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengakui adanya kekerasan seksual dalam kasus pemerkosaan terhadap anak berusia 15 tahun oleh sebelas orang dewasa di Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah. Kompolnas mendesak para pelaku dihukum maksimal dengan pasal berlapis.
Pernyataan Komisioner Kompolnas Poengky Indarti itu sekaligus membantah pernyataan Kapolda Sulteng Irjen Agus Nugroho yang memilih diksi persetubuhan anak di bawah umur daripada pemerkosaan dalam kasus itu. Diksi tersebut terkesan kasus ini terjadi karena ada kesukarelaan dari korban.
"Kami melihat ada kekerasan seksual dalam kasus ini, sehingga agar ada jaring bagi para pelaku untuk dihukum seberat-beratnya serta ada perlindungan kepada korban diperlukan pasal-pasal berlapis untuk menjerat mereka," kata Poengky kepada Republika.co.id, Jumat (2/6/2023).
Poengky menyebut pernyataan Irjen Agus soal persetubuhan merujuk keterangan korban, saksi, dan bukti di lapangan. Walau demikian, Poengky meminta temuan itu digali lebih lanjut karena ada faktor ketakutan yang bisa mengganggu keterangan korban.
"Kami berharap agar ditelusuri lebih dalam, mengingat korban masih anak-anak dan relasi dengan orang dewasa kemungkinan besar ada faktor ketakutan si korban, dan hal ini merupakan bentuk kekerasan," ujar Poengky.
Dalam kasus ini, Poengky mendorong penggunaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (UU PA) maupun Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Kompolnas sudah berkomunikasi dengan Polda Sulteng dan PPA Bareskrim Polri terkait penanganan kasus ini.
"Pasal yang digunakan penyidik untuk menjerat pelaku adalah pasal 81 ayat (2) UU Perlindungan Anak yang dijunctokan dengan pasal 65 KUHP untuk perulangan kejahatan yang dilakukan pelaku," ujar Poengky.
Poengky juga menyebut para pelaku diancam hukuman setidaknya 20 tahun penjara. Ini melihat dari pasal yang disangkakan disertai pasal perulangan kejahatan, maka ancaman hukumannya maksimal 15 tahun ditambah 1/3 karena para tersangka adalah orang-orang yang seharusnya wajib menjaga anak-anak yaitu 5 tahun.
"Apalagi jika ada kerusakan fungsi reproduksi, maka ancaman hukumannya bisa lebih berat. Selain itu ada ancaman denda Rp5 miliar," ucap Poengky.
Sebelumnya, kasus perkosaan yang dilakukan sebelas orang terhadap ABG 15 tahun di Parimo melibatkan oknum anggota Brimob, Kades hingga guru. Perkosaan terjadi sejak April 2022 hingga Januari 2023. Akibat perbuatan bejat para pelaku, korban dikabarkan mesti menjalani operasi pengangkatan rahim.