Lima Perbedaan Haji dan Umroh

Haji merupakan 'panggilan langsung' dari Allah.

Republika TV/Fuji Eka Permana
Jamaah haji Indonesia di Makkah, Arab Saudi
Rep: Ratna Ajeng Tejomukti Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan bagi Muslim yang mampu. Sedangkan umrah merupakan ibadah sunnah.

Baca Juga


Meski keduanya dilaksanakan di tanah suci, keduanya memiliki perbedaan. Dalam buku 2300 Konsultasi Fiqih karya Ustaz Ahmad Sarwat dijelaskan lima perbedaan diantaranya,

Pertama, haji terikat waktu tertentu. Ibadah haji tidak bisa dikerjakan di sembarang waktu. Dalam setahun, ibadah haji hanya dikerjakan sekali saja, dan yang menjadi intinya, ibadah haji itu harus dikerjakan pada tanggal 9 Dzulhijjah, yaitu saat wuquf di Arafah, karena ibadah haji pada hakikatnya adalah wuquf di Arafah.

Maka seseorang tidak mungkin mengerjakan ibadah haji ini berkali-kali dalam setahun. Ibadah haji hanya bisa dilakukan sekali saja. Dan rangkaian ibadah haji itu sudah dimulai sejak bulan Syawwal, Dzulqaidah, dan Dzulhijjah.

Sebaliknya, ibadah umroh bisa dikerjakan kapan saja tanpa ada ketentuan waktu. Bisa dikerjakan tujuh hari dalam seminggu, 30 hari dalam sebulan dan 365 hari dalam setahun.

Bahkan dalam sehari bisa saja ibadah umrah dilakukan berkali-kali, mengingat rangkaian ibadah umroh itu sangat sederhana, yaitu niat dan berihram dari miqat, tawaf di sekeliling Kakbah, lalu diteruskan dengan mengerjakan ibadah sa'i tujuh kali antara Shafa dan Marwah dan terakhir bertahalul. Secara teknis bila bukan sedang ramai, bisa diselesaikan hanya dalam satu hingga dua jam saja.

Kedua, ...Lihat halaman berikutnya >>

 

Kedua, haji harus ke Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Ibadah haji bukan hanya dikerjakan di Kakbah saja, tetapi juga melibatkan tempat-tempat manasik lainnya, di luar kota Makkah.

Dalam ibadah haji, selain kita wajib bertawaf di Ka’bah dan sa'i di Safa dan Marwah yang posisinya terletak masih di dalam Masjid Al-Haram, kita juga wajib mendatangi tempat lain di luar Kota Makkah, yaitu Arafah, Muzdalifah, dan Mina.

Secara fisik, ketiga tempat itu bukan di Kota Makkah, melainkan berada di luar kota, berjarak antara 5-25 Kilometer. Pada hari-hari di luar musim haji, ketiga tempat itu bukan tempat yang layak untuk dihuni atau ditempati manusia, sebab bentuknya hanya padang pasir bebatuan.

Padahal di ketiga tempat itu kita harus menginap (mabit), berarti kita makan, minum, tidur, buang hajat, mandi, shalat, berdoa, berzikir dan semua aktivitas yang perlu kita kerjakan, semuanya kita lakukan di tengah-tengah padang pasir.

Untuk itu kita harus terbiasa berada di dalam tenda-tenda dengan keadaan yang cukup sederhana. Mengambil miqat sudah terjadi pada saat awal pertama kali kita memasuki Kota Makkah. Misalnya kita berangkat dari Madinah, maka miqat kita di Bi'ru Ali. Begitu lewat dari Bi'ru Ali, maka kita sudah menngambil miqat secara otomatis. Lalu kita bergerak menuju Ka'bah yang terdapat di tengah-tengah Masjidil Haram, di pusat Kota Makkah, untuk memutarinya sebanyak tujuh kali putaran.

Sedangkan ibadah umroh hanya melibatkan Ka'bah dan tempat sa’i, yang secara teknis semua terletak di dalam Masjid Haram. 

Jadi umrah hanya terbatas pada Masjidil Haram di Kota Makkah saja. Karena inti ibadah umroh hanya mengambil berihram dari miqat, tawaf dan sa'i. Semuanya hanya terbatas di dalam Masjidil Haram saja.

 

Ketiga, haji hukumnya wajib. Satu hal yang membedakan antara umroh dan haji adalah hukumnya.

Umat Islam telah sampai kepada ijma' bahwa ritual ibadah haji hukumnya wajib, fardhu 'ain bagi setiap muslim yang mukallaf dan mampu. Bahkan ibadah haji merupakan salah satu dari rukun Islam. 

Di mana orang yang mengingkari kewajiban atas salah satu rukun Islam, dan haji termasuk di antaranya, bisa dianggap telah keluar dari agama Islam. Tidak seorang pun ulama yang mengatakan ibadah haji hukumnya sunnah, semua sepakat mengatakan hukumnya wajib atau fardhu 'ain.

Berbeda dengan ibadah umrah. Para ulama tidak sepakat atas hukumnya. Sebagian bilang hukumnya sunnah, dan sebagian lainnya mengatakan hukum wajib.

Ibadah umrah menurut mazhab Hanafi dan Maliki hukumnya sunnah, bukan wajib. Sedangkan, pendapat mazhab Syafi'i dan Hanbali mengatakan bahwa umroh hukumnya wajib minimal sekali seumur hidup. 

Namun sesungguhnya secara teknis, semua orang yang menunaikan ibadah haji, secara otomatis sudah pasti melakukan ibadah umrah. Karena pada dasarnya ibadah haji adalah ibadah umrah plus dengan tambahan ritual lainnya.

Keempat, haji memakan waktu lebih lama. Perbedaan yang lain antara ibadah haji dan umroh adalah dari segi durasi atau lamanya kedua ibadah itu.

Secara teknis praktik di lapangan, rangkaian ritual ibadah haji lebih banyak memakan waktu dibandingkan dengan ibadah umrah. Orang melakukan ibadah haji paling cepat dilakukan minimal empat hari, yaitu tanggal 9, 10, 11, 12 Dzulhijjah. Itu pun bila dia mengambil nafar awal. Sedangkan bila dia mengambil nafar tsani, berarti ditambah lagi menjadi lima hari.

Lihat halaman berikutnya >>

 

Sementara durasi ibadah umrah hanya membutuhkan waktu dua sampai tiga jam saja. Karena secara praktik, kita hanya butuh tiga pekerjaan ringan, yaitu berihram dari miqat, bertawaf tujuh kali putaran di sekeliling Ka’bah, lalu berjalan kaki antara Safa dan Marwah tujuh kali putaran, dan bercukur lalu selesai.

Sehingga lepas dari masalah hukumnya boleh atau tidak boleh sesuai perbedaan pendapat ulama, seseorang bisa saja menyelesaikan satu rangkaian ibadah umroh dalam sehari sampai dua atau tiga kali, bahkan bisa sampai berkali-kali.

Kelima, haji butuh kekuatan fisik lebih. 

Ibadah haji membutuhkan kekuatan fisik yang lebih besar dan kondisi kesehatan tubuh yang prima. Hal itu karena ritual ibadah haji memang jauh lebih banyak dan lebih rumit, sementara medannya pun juga tidak bisa dibilang ringan, sehingga ritualnya pun juga sedikit lebih sulit untuk dikerjakan.

Di ketiga tempat yaitu Arafah, Muzdalifah, dan Mina, memang prinsipnya kita tidak melakukan apa-apa sepanjang hari. Kita hanya diminta menetap saja, boleh makan, minum, istirahat, buang hajat, tidur, ngobrol atau apa saja, asal tidak melanggar larangan ihram. Kecuali di Mina, selama tiga hari kita diwajibkan melakukan ritual melontar tiga jumrah, yaitu Jumratul Ula, Jumrah Wustha dan Jumrah Aqabah.

Teorinya sederhana, tetapi karena momentumnya berbarengan dengan jutaan manusia dalam waktu yang amat sempit, ternyata urusan wuquf di Arafah, bermalam di Muzdalifah sampai urusan melontar ini menjadi tidak mudah, karena berdesakan dengan 3 jutaan manusia dari berbagai bangsa. Seringkali terjadi dorong-dorongan hingga menimbulkan korban nyawa yang tidak sedikit.

Dan karena terjadi pergerakan massa dalam jumlah jutaan, antara Mina, Arafah, Muzdalifah dan juga kota Mekkah, maka seringkali jatuh korban, baik luka, sakit atau pun meninggal dunia. Dan mengatur juga manusia yang berlainan bahasa, adat, tradisi, dan karakter bukan perkara yang mudah.

Semua itu tidak terjadi dalam ibadah umroh karena tidak ada tumpukan massa berjuta dan tidak sampai terjadi pergerakan massa dari satu tempat ke tempat lain. Sebab Kakbah dan Safa-Marwah berada di satu titik, yaitu di dalam Masjid Al-Haram. Lagi pula, umroh boleh dikerjakan kapan saja, tidak ada durasi waktu yang membatasi. 

 

Maka ibadah umroh lebih sedikit dan singkat, karena hanya mengitari Ka’bah tujuh kali dan berjalan bolak-balik dari Safa dan Marwah tujuh kali.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler