12 Pendaki Tewas di Gunung Everest Tahun 2023, Altitude Sickness Penyebabnya?
Musim pendakian 2023 termasuk tahun paling mematikan bagi pendaki Everest.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan untuk mendaki Gunung Everest pada dasarnya sangat berisiko. Lebih dari 300 orang telah tewas saat mencoba mendaki ke puncak gunung tertinggi di dunia ini sejak awal 1900-an.
Musim pendakian tahun 2023 juga menjadi salah satu yang paling mematikan bagi para pendaki dalam sejarah Everest. Outside mencatat hingga akhir Mei, 12 pendaki tewas dan lima lainnya hilang.
Tahun yang paling berbahaya sejauh ini ialah 2014, dengan 16 kematian. Namun, jika lima orang yang hilang itu ternyata sudah meninggal, maka tahun 2023 akan menjadi tahun paling mematikan yang pernah ada.
Penyakit ketinggian (altitude sickness) menjadi salah satu penyebab kematian tersering tahun ini. Kematian dua orang sherpa, yang menemani para pendaki dalam pendakian, juga disebabkan penyakit ini.
Terletak di antara Nepal dan Tibet, Gunung Everest memiliki ketinggian 29.029 kaki di atas permukaan laut. Puncak Everest dikenal juga sebagai zona kematian karena tidak ada cukup oksigen pada atmosfer, sehingga menyulitkan para pendaki untuk bernapas.
"Ini adalah tempat di mana tubuh para pendaki rusak dan pada dasarnya sekarat," kata Shaunna Burke, seorang pendaki yang mencapai puncak Everest pada 2005, seperti dilansir Insider, Rabu (7/6/2023).
Tahun ini, seorang pendaki gunung asal Hungaria, Suhajda Szilard, ditemukan tidak responsif di puncak Everest setelah mendaki tanpa sherpa maupun oksigen tambahan. Pendaki lain yang masih hilang, Shrinivas Sainis Dattatraya dari Singapura, dilaporkan mengirim pesan kepada istrinya untuk memberi tahu bahwa ia menderita high-altitude cerebral edema (HACE).
HACE merupakan suatu kondisi mengancam jiwa yang terjadi di ketinggian dan menyebabkan pembengkakan otak serta efek-efek seperti kebingungan, kehilangan ingatan, dan halusinasi. Tidak ada satu alasan tunggal yang menjelaskan mengapa musim semi ini menjadi begitu berbahaya.
Banyak yang menduga itu dipengaruhi oleh pendaki dan pemandu yang kurang berpengalaman dan banyaknya jumlah pendaki di Everest. Selain menjadi tahun yang sangat mematikan, tahun 2023 juga menjadi tahun tersibuk di Everest, dengan rekor 478 izin yang dikeluarkan.
Kepadatan yang berlebihan memang sangat berbahaya bagi para pendaki. Selain harus bersaing dengan banyak orang yang mungkin tidak memiliki banyak pengalaman mendaki, para pendaki juga harus berurusan dengan kemacetan lalu lintas dalam perjalanan mendaki gunung yang penuh tantangan.
"Klien yang lemah dengan pemandu yang kurang berpengalaman adalah bagian dari masalah," kata Guy Cotter, seorang pemandu Everest yang berpengalaman dari Selandia Baru, kepada Reuters.
Sutradara Jennifer Peedom, yang sudah empat kali mendaki Everest, mengatakan bahwa masalah kepadatan yang berlebihan sepertinya tidak akan mereda dalam waktu dekat.
"Everest sekarang sangat penuh sesak, dan semakin penuh setiap tahunnya," kata dia.
Banyaknya orang yang mendaki Everest juga menimbulkan masalah sampah. Gunung ini dipenuhi dengan sampah plastik di setiap akhir musim, kata pemandu lokal kepada The Guardian.
Jasad pendaki juga sering ditemukan sebagai akibat dari meningkatnya jumlah kematian belum lama ini. Tingginya biaya untuk memindahkan jenazah dari gunung juga menjadi persoalan.