Wajibkah Suami Biayai Istri untuk Naik Haji?
Haji merupakan ibadah pemersatu umat Islam dari berbagai belahan dunia.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Haji merupakan ibadah yang wajib dilaksanakan oleh mereka yang memiliki kemampuan. Kemampuan yang dimaksud adalah mampu secara fisik dan juga secara keuangan.
Dalam kondisi demikian, jika seorang suami memiliki dua kemampuan tersebut, apakah dia wajib membiayai istrinya untuk menunaikan ibadah haji?
Penasihat Mufti Mesir Syekh Majdi Ashour menjelaskan, suami tidak wajib membiayai istrinya untuk melaksanakan ibadah haji. Hal ini disampaikannya sebagaimana dilansir laman Masrawy.
Namun jika salah satu dari mereka, misalnya suami menanggung biaya haji istrinya atau bahkan sebaliknya yakni istri membiayai haji suaminya, maka tidak ada masalah secara syariat. Ini adalah bentuk kebaikan dan kemurahan hati.
Dalam kesempatan itu, Syekh Ashour menganjurkan para suami untuk membiayai ibadah haji istrinya selama memiliki kemampuan dalam mengikuti teladan Nabi Muhammad SAW.
Dalam hal istri mengeluarkan uang atau membiayai pelaksanaan ibadah haji suamianya, bagaimana hukumnya secara syariat? Mantan Mufti Mesir, Syekh Ali Jum'ah menyampaikan penjelasan soal apakah boleh menggunakan uang istri untuk naik haji. "Ya, dibolehkan jika dengan persetujuannya," tuturnya.
Kemudian Syekh Jum'ah mengutip firman Allah SWT:
﴿فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا﴾ [النساء: 4].
"Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati." (QS An Nisa ayat 4)
Sementara itu, Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU), KH Mahbub Maafi menjelaskan, pada prinsipnya, memberangkatkan atau membiayai orang lain untuk melaksanakan haji ataupun umroh adalah perbuatan yang baik.
Meski demikian, menurut Kiai Mahbub, masalahnya kemudian adalah ketika orang yang memberangkatkan tersebut belum pernah melaksanakan ibadah itu sendiri, baik haji maupun umroh.
Misalnya haji, ini adalah ibadah yang diwajibkan bagi Muslim yang telah mampu melaksanakannya, sesuai ketentuan syariat. Terlebih haji merupakan salah satu rukun Islam.
Menukil dari kitab Al-Asybah wan Nazho'ir karya Jalaluddin As-Suyuthi, ada kaidah fiqih yang menyatakan, "Mendahulukan pihak lain dalam persoalan ibadah adalah makruh."
Meski yang diberangkatkan adalah orang tuanya sendiri, tetapi anak yang membiayainya belum pernah menunaikan ibadah haji, maka berdasarkan kaidah tersebut, perbuatan itu menjadi makruh hukumnya. "Karena dalam perkara ibadah, seorang Muslim itu harus mendahulukan dirinya," jelas Kiai Mahbub.
Karena itu, sebaiknya orang yang hendak membiayai orang lain untuk berangkat haji, adalah yang sebelumnya pernah melaksanakan ibadah haji. Atau jika belum pernah berhaji, maka dahulukan dirinya, baru kemudian orang lain, atau ikut berangkat haji bersama-sama.