Ajukan Justice Collaborator, Johnny Plate Janji Bongkar Pihak Terlibat Korupsi BTS 4G
Kuasa hukum mengeklaim Johnny hanya pihak yang ditarik-tarik untuk ditersangkakan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tersangka dugaan korupsi Johnny Gerard Plate (JGP) mengajukan diri sebagai justice collaborator. Eks menteri komunikasi dan informatika (Menkominfo) tersebut berjanji akan mengungkap pihak-pihak yang semestinya bertanggung jawab atas perkara korupsi proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur Based Transciever Station (BTS) 4G Bakti Kemenkominfo 2020-2022.
Namun begitu mantan Sekjen Partai Nasdem tersebut tetap mengaku dirinya tak bersalah. Ia juga mengaku tak terlibat dalam dugaan korupsi yang merugikan negara Rp 8,32 triliun tersebut.
Pengacara Johnny Plate, Achmad Cholidin mengatakan, kliennya, sejak awal pemeriksaan sebagai saksi sampai saat ini setelah menjadi tersangka dan tahanan tetap pada komitmen taat pada proses hukum. Karena itu dikatakan Achmad, Johnny Plate bersedia dalam kerja sama dengan penyidikan di Kejaksaan Agung (Kejagung), dalam pengungkapan tuntas kasus dugaan korupsi BTS 4G Bakti Kemenkominfo tersebut.
“Pak Johnny pada prinsipnya siap untuk menjadi justice collaborator (JC). Dan apakah itu nanti (JC) dikabulkan atau tidak, itu majelis hakim pengadilan yang akan menentukan,” kata Achmad, dalam siaran pers kepada Republika.co.id, Senin (12/6/2023).
Status JC, dalam proses hukum adalah pihak saksi atau tersangka yang bersedia bekerja sama dengan penyidik, maupun penuntutan untuk membongkar tindak pidana yang melibatkan dirinya. Terkait itu, kata Achmad meyakinkan, Johnny Plate menghendaki kasus korupsi yang menyeretnya ke dalam sel tahanan dapat terungkap tuntas dan berhasil menemukan pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab secara hukum.
“Kalau ada pihak-pihak yang terlibat lainnya seperti yang diberita-beritakan selama ini, Pak Johnny sendiri bersedia untuk mengungkapkan itu dalam persidangan,” kata Achmad.
Bahkan kata Achmad, Johnny Plate bersedia untuk membeberkan semua orang-orang yang turut menikmati, dan menilap uang proyek BTS 4G Bakti yang merugikan negara sampai Rp 8,32 triliun itu. “Pastinya kita akan melihat, Pak Johnny akan membuka selebar-lebarnya, sejelas-jelasnya duduk perkara ini, juga siapa-siapa saja yang menikmati, siapa saja yang melakukan, dan siapa saja yang menggunakan uang negara, dan sebagainya,” ujar Achmad.
Namun begitu, Achmad mengeklaim, dalam kasus dugaan korupsi BTS 4G Bakti Kemenkominfo tersebut, sebetulnya Johnny Plate, tak bisa disalahkan. Kata Achmad, Johnny Plate dalam kasus ini dijerat tersangka oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) dengan sangkaan terkait Pasal 2, dan Pasal 3, serta Pasal 18 UU Tipikor.
Penjeratan tersebut menyangkut peran Johnny sebagai menkominfo dan kuasa pengguna anggara (KAP) Kemenkominfo. Menurut Achmad, peran Johnny Plate sebagai menteri dan KPA terkait BTS 4G Bakti Kemenkominfo tak sampai pada level pengguna anggaran proyek dan sebagai regulator kontrak lelang-tender.
Kata dia, Johnny Plate sebagai menkominfo sejak awal perencanaan proyek tersebut sudah menunjuk Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) sebagai penanggung jawab proyek tahun jamak 2020 sampai 2025 itu. Bakti adalah Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kemenkominfo. Achmad menjelaskan, sebagai penanggung jawab pelaksanaan proyek tersebut, maka KPA pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti Kemenkominfo berada di Bakti.
Dalam hal tersebut, kata Achmad, KPA di Bakti adalah Direktur Utama (Dirut) Bakti Anang Achmad Latief (AAL) yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Sementara Johnny Plate sebagai menteri terkait proyek tersebut, menurut Achmad, hanya menjadi perantara dengan pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai pemberi anggaran pelaksanaan proyek setotal Rp 28 triliun itu.
Dan menjadi penghubung dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Tugas menteri kata Achmad, hanya melakukan perencanaan anggaran, kemudian membuat surat pengantar ke menteri keuangan, dan Bappenas untuk diteruskan ke badan anggaran.
“Yang mengetahui teknis pelaksanaan proyeknya, semuanya itu berada di Bakti. Dan tanggung jawab kuasa pengguna anggaran, juga berada di Bakti. Maka menurut kami, dalam kasus ini, Pak Johnny hanyalah orang yang ditarik-tarik sebagai pelaku untuk ditersangkakan,” ujar Achmad.
Pun menurut Achmad, melihat konstruksi hukum yang dilakukan penyidik di Jampidsus, terang menunjukkan para pihak yang terlibat dan menjadi tersangka adalah dari Bakti, juga para vendor pemenang tender proyek yang dilakukan oleh Bakti sendiri. Dan bukan berasal dari kalangan pejabat-pejabat tinggi di lingkungan Kemenkominfo.
“Kondisinya sudah terlihat semua, bahwa dalam kasus ini, tidak ada pejabat eselon-1 yang turut dikenakan tersangka. Semua yang dijadikan tersangka, adalah dari pihak Bakti sebagai BLU, dan orang-orang dari vendor,” ujar Achmad.
Dalam kasus ini, selain Johnny Plate, Jampidsus juga menetapkan enam tersangka lain. Anang Achmad Latief (AAL) tersangka selaku Direktur Utama (Dirut) Bakti. Galumbang Menak Simanjuntak (GMS) tersangka selaku Direktur PT MORA Telematika Indonesia. Yohan Suryanto (YS) tersangka selaku tenaga ahli dari Human Development Universitas Indonesia (HUDEV-UI).
Mukti Alie (MA) tersangka dari pihak PT Huawei Tech Investment. Irwan Heryawan (IH) tersangka selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy. Windy Purnomo (WP) yang ditetapkan tersangka dari pihak PT Multimedia Berdikari Sejahtera. Kecuali WP, berkas perkara enam tersangka kasus ini, sudah dalam penyusunan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel). Kasus mereka segera disidangkan di Pengadilan Negerti (PN) Tipikor Jakarta.
Dalam berkas perkara tersebut semua tersangka dijerat dengan sangkaan sama Pasal 2, dan Pasal 3, dan Pasal 18 UU Tipikor 31/1999-20/2001. Namun khusus tiga tersangka, AAL, GMS, dan IH penyidik menambahkan sangkaan Pasal 3, dan Pasal 4 UU TPPU 8/2010. Tersangka WP, pun dijerat khusus terkait dengan sangkaan pencucian uang.