Perlu-tidaknya Wisuda SMA/SMK, Guru: Lihatlah dari Sudut Pandang Anak

Banyak yang tak lanjut kuliah, Siswa SMK disebut juga butuh wisuda sebagai kenangan.

Universitas Bina Sarana Informatika
Lulus SMA (Ilustrasi). Sebagian orang berpendapat, acara kelulusan penting diadakan untuk merayakan pencapaian anak.
Rep: Rahma Sulistya Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perdebatan mengenai wisuda jenjang pendidikan TK, SD, SMP, hingga SMA masih bergulir. Ada yang menolak karena menganggap itu tidak penting, tapi ada juga yang mendukung, khususnya untuk murid SMK, yang sebagian siswanya tidak melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi.

Guru matematika SMA Yaspen Tugu Ibu 1 Depok, Sindi Putri Sabilla, mengatakan acara kelulusan ini penting. Ia meminta masyarakat untuk melihat dari sudut pandang anak. Mereka sekolah selama enam atau tiga tahun, lalu ketika lulus tidak ada perayaan bersama teman-teman, pasti mereka akan merasa sedih.

"Apalagi kalau di masa SMA-SMK. Mungkin SMA banyak peluang untuk kuliah, nanti mungkin mereka bisa wisuda di saat kuliah. Kalau SMK kan konsepnya itu ada yang langsung kerja," ucap Sindi saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (14/6/2023).

Meskipun sekarang banyak anak lulusan SMK juga bisa kuliah, menurut Sindi, lebih banyak lagi yang mindset-nya ingin langsung bekerja.

Baca Juga


"Bagaimana kalau nanti dia nggak kuliah, dengan momen wisuda itu nggak ada. Kayaknya kasihan gitu. Jadi buat penutup sekolah, momen wisuda itu yang akan dikenang mereka seumur hidup," ucap Sindi.

Setiap sekolah, menurut Sindi, biasanya akan menjelaskan seluruh program sekolah sejak pertama murid mendaftar. Jika orang tua mengirimkan anaknya ke sebuah sekolah, artinya orang tua sudah siap dengan program sekolah tersebut.

Menurut Sindi, sebelum mendaftar, seharusnya orang tua sudah tahu konsep sekolah seperti apa. Misalnya, dari awal sudah dijelaskan bahwa di kelas 11 akan ada study tour yang biasanya ke Bali, namun nantinya tetap akan disesuaikan.

"Itu semua sudah dijelaskan sejak awal oleh pihak sekolah, termasuk soal acara kelulusan," tutur Sindi.

Sindi yang juga merupakan guru SMK, bahkan mendapat permintaan dari murid-murid SMK-nya untuk mengadakan perpisahan di Yogyakarta karena mereka tidak bisa study tour akibat pandemi Covid-19. Akhirnya, para guru mengadakan pertemuan dengan orang tua, untuk memberi tahu biaya, lokasi, dan susunan acara.

"Sekolah memfasilitasi, tapi tetap berkoordinasi dengan orang tua. Sudah dijelaskan biayanya berapa, lokasi, dan semuanya, ternyata orang tua memilih ingin secara seremoni saja. Jadi, ya sudah, orang tua sudah sepakat, sekolah juga sudah berikan opsi, jadi tinggal dilaksanakan," jelas Sindi.

Kalau memang ada perdebatan, menurut Sindi, mungkin biasanya ini terjadi di sekolah-sekolah negeri. Ia menyebut sekolah negeri itu terkesan gratis.

Sindi mengatakan ketika ada sekolah negeri yang hendak menyelenggarakan acara kelulusan dengan mengutip biaya, itu bisa saja menimbulkan perdebatan. Meski begitu, ia yakin jika sekolah sudah memberikan sosialisasi dan melaksanakan pertemuan dengan orang tua hingga ada kesepakatan bersama, kemungkinan tidak akan ada protes seperti itu.

"Momen perpisahan secara umum, itu penting. Aku memikirkan momen anak-anak. Misal SD enam tahun ditutup dengan tidak ada momen itu, kayaknya nggak ada kesannya," kata dia.

"Lagi pula, menurut saya, sekarang sekolah-sekolah sudah lebih terbuka sih sama kegiatan yang akan dilakukan. Jadi pasti selalu ada sosialisasi, nggak akan berani juga kalau langsung ketok palu. Apalagi SMK saya yang menengah bawah," papar dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler