Biayanya Kuras Kocek Orang Tua, Tradisi Wisuda TK, SD, SMP, dan SMA Perlu Dilanjutkan?
Acara kelulusan dianggap sudah semakin menjadi objek komersialisasi.
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kepala Lembaga Pengembangan Pendidikan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (LPP UMY) Endro Dwi Hatmanto menilai upacara kelulusan TK, SD, SMP, dan SMA bermanfaat untuk merayakan pencapaian siswa dan memupuk keinginan mencetak prestasi. Di sisi lain, sangat penting untuk menanggapi kekhawatiran yang muncul dari protes terhadap biaya tinggi penyelenggaraan acara tersebut.
"Penting untuk memberikan prioritas pada pendidikan itu sendiri dan memastikan bahwa upacara kelulusan tidak menjadi beban atau mengalihkan perhatian dari tujuan inti pendidikan," ujar Endro kepada Republika.co.id, Kamis (15/6/23).
Endro menyebut ada beberapa faktor yang membuat orang cukup banyak yang memandang kontra wisuda di tingkat sekolah. Pertama, biaya tinggi--yang berasal dari upacara kelulusan, termasuk pembelian pakaian sesuai dress code, penyewaan tempat, dan penyelenggaraan acara--dapat menjadi beban keuangan yang signifikan bagi orang tua.
Hal ini memberikan tekanan yang tidak perlu pada keluarga, terutama bagi mereka yang berasal dari latar belakang ekonomi yang kurang. Kedua, komersialisasi yang berlebihan.
Endro memandang upacara kelulusan semakin menjadi objek komersialisasi. Ia menyebut sekolah dan penyedia layanan memanfaatkan kesempatan ini untuk menjual barang dan layanan mahal.
"Hal ini mengalihkan fokus dari tujuan sebenarnya dalam merayakan prestasi akademik dan dapat mendorong budaya materialistis dan konsumerisme," kata Endro.
Ketiga, ketimpangan dan eksklusivitas. Biaya tinggi upacara kelulusan berpotensi menciptakan atmosfer ketimpangan karena tidak semua keluarga mampu untuk berpartisipasi sepenuhnya.
Hal ini dapat menyebabkan perasaan ekseklusif kelompok dengan ekonomi kuat dan perasaan terpinggirkan kelompok dengan ekonomi kurang. Alhasil acara wisuda dapat menampakkan kesenjangan sosial-ekonomi di antara siswa.
Keempat, deviasi dari fokus pendidikan. Fokus berlebihan pada upacara kelulusan kadang-kadang dapat mengesampingkan pentingnya pendidikan berkualitas. Endro menyesalkan jika sumber daya finansial yang dapat diinvestasikan untuk meningkatkan fasilitas pendidikan, kurikulum, atau pelatihan guru malah dialokasikan untuk mengorganisir acara yang mahal.
"Sekolah dan lembaga pendidikan harus berusaha mencapai keseimbangan antara perayaan yang bermakna dan aksesibilitas keuangan," kata Endro.
Menurut Endro, ada beberapa tindakan dapat diambil untuk mengurangi biaya wisuda. Sekolah dapat menawarkan alternatif terjangkau untuk pakaian kelulusan, mengorganisir upacara sederhana, atau melibatkan masyarakat ataupun perusahaan dalam memberikan dukungan finansial.
"Dengan demikian, pendidikan menjadi prioritas dan orang tua murid tidak terbebani biaya yang tidak perlu," ujarnya.
Acara Kelulusan, Bukan Wisuda
Pengamat pendidikan Doni Koesoema menilai istilah "wisuda" tidak tepat digunakan untuk lulusan TK hingga SMA. Menurutnya, pelepasan lebih tepat digunakan ketimbang istilah "wisuda".
"Sebaiknya acara pelepasan yang dianggarkan oleh pihak sekolah, jadi tidak membebani orang tua," ucapnya.
Sementara itu, pengamat pendidikan dari Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Dody Hartanto, mengaku tidak mempermasalahkan adanya wisuda sekolah. Meski begitu, ia menekankan agar prosesinya tidak keluar dari esensi wisuda itu sendiri.
"Saya pikir yang perlu kita sepakati bersama di masyarakat kita adalah sebenarnya esensi dari wisuda itu apa? Apakah prosesi senang-senangnya ataukah ada prosesi lain yang kemudian itu menjadi bagian yang harus kita bangun, misalnya wisuda itu dipergunakan juga sebagai bagian dari membangun (siswa)," kata Dody kepada Republika.co.id, Kamis (15/6/2023).
Dody menyebut, kegiatan wisuda sekolah juga dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk untuk memotivasi siswa untuk menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Tata kelola kegiatan wisuda pun menjadi penting, sehingga kegiatannya dapat bermanfaat.
"Esensi bersamanya apakah wisuda itu harus berbasis budaya ataukah wisuda itu sebagai bekal untuk menuju tahap selanjutnya? Itu yang saya pikir harus diubah mindset-nya tentang inti dari kegiatan wisuda. Karena selama ini banyak prosesi wisuda hanya sekadar pengesahan, senang, senang-senang, kan begitu, itu yang perlu kita kritisi di masyarakat kita," ucap Dody.
Dody pun mencermati kegiatan wisuda yang digelar dengan meriah, bahkan hingga menghadirkan musisi berbayaran mahal. Menurutnya, hal ini yang membuat esensi dari wisuda itu sendiri hilang.
Belakangan, jagat maya ramai membahas mengenai pelaksanaan wisuda di TK, SD, SMP, SMA. Sebagian warganet menginginkan kegiatan wisuda di jejang pendidikan itu ditiadakan dan hanya dilakukan di tingkat pendidikan tinggi saja.