Restoran Haram Mending Tempel Logo Nonhalal atau Tolak Konsumen Muslim? Ini Kata Warganet
Restoran nonhalal di Singapura dan Malaysia dapat menolak konsumen Muslim.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus pemberian daging babi terhadap pelanggan Muslim yang memesan daging sapi di restoran Italia, Mamma Rosy, Jakarta menyita perhatian warganet. Halal Corner Indonesia lalu menjangkau warganet untuk meminta pendapatnya tentang gagasan agar restoran nonhalal di Indonesia berani menolak konsumen Muslim, seperti di Malaysia dan Singapura.
"Setujukah jika, restoran atau rumah makan yang menyediakan menu haram harus berani menolak konsumen Muslim? Atau, berani menempelkan logo nonhalal di kaca atau pintu restorannya?" tulis akun Twitter Halal Corner.
Founder Halal Corner Aisha Maharani menjelaskan unggahan itu merupakan bentuk edukasi bahwa keterangan tentang label halal/nonhalal ada di Undang-undang Label Pangan dan Undang-undang Jaminan Produk Halal.
"Kalau untuk restoran atau rumah makan belum (ada label) ya, ada tapi sebagian kecil tidak sampai satu persen, seperti di Bali. Selebihnya, mungkin kalau pengunjung datang memakai kerudung ada yang memberi tahu bahwa restorannya tidak halal," kata Aisha kepada Republika.co.id, Jumat (16/6/2023).
Pencantuman label nonhalal diyakini lebih memudahkan Muslim, terutama pada restoran yang menjual babi. Pada 2024, Aisha mengatakan ada rencana mulai pelaksanaan penempelan label nonhalal bagi restoran yang belum tersertifikasi halal.
Saat ini, regulasi ini memang beluk memiliki petunjuk teknis (juknis) karena masih dalam bentuk undang-undang saja. Aisha menyebut Halal Corner berupaya mengedukasi bahwa pelabelan halal/non-halal memang penting agar tidak ada kejadian serupa seperti kasus di restoran Mamma Rosy. Menurut dia, literasi halal dan haram di Indonesia belum maksimal.
"Orang Muslim banyak yang seperti itu, banyak yang nggak lihat di situ jual khamr, babi, yang penting dia ngambil menu yang halalnya," ujar dia.
Dengan keberadaan label nonhalal, Aisha meyakini konsumen Muslim bisa beralih ke restoran lain, tanpa perlu gengsi atau ikutan FOMO (takut ketinggalan, fear of missing out).
"Nggak bisa konsumen saja yang aware (waspada), dari pihak regulasi juga memang harus ada keterangan label nonhalal bagi restoran yang jelas-jelas ada unsur haramnya," kata dia.
Aisha mengatakan sebanyak 80 persen penduduk Indonesia mayoritas adalah Muslim, sehingga kebutuhannya harus diakomodir pemerintah. Di Malaysia dan Singapura, restoran nonhalal bahkan berani menolak pelanggan yang memakai atribut agama Islam.
"Aturan penerapan label nonhalal ini harus berdasarkan apa yang diperlukan konsumen, bukan produsen karena banyak produsen yang mengeklaim produknya halal," ujar dia.
Berdasarkan unggahan Halal Corner, Aisha mengatakan 99,9 persen responden setuju dengan penempelan label nonhalal di restoran yang tidak mengantongi sertifikat halal. Warganet tidak sepakat dengan gagasan untuk membuat restoran nonhalal menolak konsumen Muslim lantaran khawatir dengan kemungkinan ada yang mengaitkannya dengan intoleransi.
"Lebih baik tempel logo nonhalal saja. Lebih fair (adil), yang penting sudah diinfokan, jadi kalo ada Muslim 'jadi-jadian' yang tetap makan di sana, ya sudah itu pilihan dia," tulis akun @mouse_st***.
"Karena Indonesia negara mayoritas Muslim, resto yang non-halal harusnya wajib memasang logo/informasi tentang itu. Harus di restonya, tidak hanya di sosial media/website restonya saja," tulis @dennaga***.
"Pasang tulisan nonhalal di pintu masuk. Dan, kalau ada keluarga Muslim masuk, harus mau ngasih tahu bahwa hidangannya tidak halal (eh, sejak kapan ya istilah haram diganti non-halal?),: tulis @pritas***.
"Setujuu, mostly resto di Singapura, Kuala Lumpur, Bangkok, kalau pelanggan Muslim, apalagi berhijab masuk ke resto yang nggak halal, mereka akan bilang dan minta kita keluar," tulis @novimardi***.