Pertashop Sumbar Bersatu Tolak Kenaikan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

Kenaikan tarif PBBKB sebesar 10 persen jelas akan sangat memberatkan masyarakat

dok Pertashop Sumbar Bersatu
Pengurus Pertashop Sumbar Bersatu menolak kebijakan Pemerintah Provinsi dan DPRD Sumatera Barat yang menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) baru yang turut mengatur kenaikan pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Pertashop Sumbar Bersatu sebagai wadah berhimpun pelaku usaha Pertashop di Sumatera Barat, menolak kebijakan Pemerintah Provinsi dan DPRD Sumatera Barat yang menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) baru yang turut mengatur kenaikan pajak bahan bakar kendaraan bermotor.


Ketua Umum Pertashop Sumbar Bersatu, Ramadanur, menyampaikan, dalam Pasal 24 Ayat (1) draft Ranperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disebutkan, Tarif PBBKB ditetapkan sebesar 10 persen. Besaran tersebut naik 2,5 persen dibandingkan tarif PBBKB sebelumnya yang baru 7,5 persen. 

Selanjutnya, dalam Pasal 24 Ayat (2) draft Ranperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disebutkan, khusus tarif PBBKB untuk bahan bakar kendaraan umum ditetapkan 50 persen dari tarif PBBKB untuk kendaraan pribadi.

Pertashop Sumbar Bersatu berpendapat, kenaikan tarif PBBKB sebesar 10 persen dan adanya perbedaan tarif PBBKB untuk kendaraan umum dengan kendaraan pribadi, jelas akan sangat memberatkan masyarakat atau konsumen.

“Setelah mencermati draft Perda Sumbar tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta menyimak  informasi pengesahan Perda tersebut, maka Pertashop Sumbar Bersatu menyatakan sikap, menolak kenaikan Pajak Penggunaan Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebesar 10 persen,” kata Ramadanur dalam keterangan resminya, Jumat (23/6/2023) malam.

Ia menambahkan, selain memberatkan masyarakat badan penyedia atau penyalur, kenaikan tarif PBBKB sebesar 10 persen diyakini akan berdampak terhadap seluruh sektor ekonomi. Sekaligus berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Ramadanur, mengatakan, pihaknya menghargai proses penyusunan Perda tersebut sebagai aturan turunan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

“Namun, kami menyayangkan pembahasan Perda tersebut, terutama yang terkait dengan PBBKB tidak pernah melibatkan stakeholders terkait, seperti Pertashop Sumbar Bersatu (PSB), Hiswana Migas atau penyalur bahan bakar kendaraan,” kata Ramadanur dalam keterangan tertulisnya, Jumat (23/6/2023) malam. 

Keterlibatan pemangku kepentingan dalam pembahasan Ranperda..

Ia menegaskan, keterlibatan pemangku kepentingan dalam pembahasan Ranperda, merupakan suatu prosedur yang disyaratkan dalam undang-undang. Akibat tidak melibatkan pemangku kepentingan terkait dalam pembahasannya, penyusunan Perda tersebut diduga merupakan kerja tanpa memperhitungkan dampak buruk berganda. 

Pihaknya pun meminta DPRD Sumbar dan  Pemprov Sumbar untuk meninjau kembali pengesahan Perda tersebut dan meluangkan waktu untuk mendengar aspirasi dari pemangku kepentingan. Sedangkan kepada Kemendagri, Pertashop Sumbar Bersatu meminta agar kebijakan kenaikan PBBKB di Sumatera Barat yang diatur dalam Perda dapat dievaluasi atau dibatalkan.

Pihaknya sekaligus apresiasi kepada Fraksi Partai Gerindra DPRD Sumbar yang secara jelas dan tegas menolak kenaikan tarif PBBKB sebesar 10 persen. “Keputusan politik Fraksi Partai Gerindra ini sesuai dengan harapan masyarakat selaku subjek BBKM dan harapan kami para pelaku usaha Pertashop sebagai bagian dari Wajib PBBKB,” kata dia. 

Sebagai informasi, Pertashop adalah program kerjasama Kemendagri, Kementerian ESDM, Kementerian BUMN dan Pertamina, dalam mendorong tumbuhnya usaha pemerataan dan kemudahan masyam dlm pelayanan BBM diseluruh desa-desa nagari.

Menurutnya, Pertashop termasuk UMKM yang perlu dilindungi karena jalannya Pertashop masih memprihatinkan. Saat ini, rerjadi penurunan penjualan di seluruh Pertashop. Hal itu disebabkan disparitas harga jual BBM jenis Pertamax dan Dexlite di Pertashop yang masih cukup lebar dengan minyak subsidi jenis Pertalite dan Biosolar.

Sementara, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tidak mampu atau belum ada peran untuk mencegah terjadinya penyimpangan penjualan BBM subsidi (Pertalite dan Solar). Hal itu lantas berdampak terhadap menurunnya minat masyarakat membeli BBM Pertamax dan Dexlite yg dijual di Pertashop.

 

“Sejak pertashop berdiri  di Sumbar, sudah patuh dan taat mebayar pajak. Namun, selama ini, Pertashop Sumbar Bersatu melihat, belum ada peran pemerintah provinsi dalam mempermudah pelayanan kepada UMKM yg mengelola Pertashop,” katanya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler